4

2 0 0
                                    

Sudah tiga minggu Sinta bekerja di perusahaan tersebut. Dia merasa nyaman. Rekan-rekan kerjanya sangat baik. Hiburan yang menarik bila Ira Cs sedang menggosip tentang pria yang mereka panggil bos a.k.a Irwan. Terlebih lagi jika Ira dan Yani sudah
berimajinasi melebihi kapasitasnya, semakin bertambah ramai. Ditambah Budi yang akan memperparah suasana. Dan sialnya hari ini justru Sintalah yang jadi bahan imajinasi mereka.

“Gimana, Sin, seandainya Pak Irwan nyatain cinta ke kamu? Diterima apa nggak?” desak Yani. Yang lain cekikikan geli.

“Nggak mungkin aku terima. Pak Irwan sudah punya pacar. Bisa-bisa aku digantung di pohon taoge sama pacarnya.”

“Imajinasinya seandainya bos putus sama pacarnya.” Ira mengingatkan.

“Kalau itu pasti Sinta terima,” ledek Budi, “dan beritanya bakal ada di mading kantor.” Beberapa tergelak dengan imajinasi Budi.

“Jangan aku terus yang jadi bahan imajinasi.”

“Yang jomblo di sini, kan, cuma kamu,” timpal Andin. Sinta hampir saja tersedak mendengar itu. Dia hanya memberikan seringai
malasnya.

Tepat saat itu, orang yang mereka jadikan imajinasi masuk ke dalam ruang istirahat. Semua terkesiap. Takut bila pria itu mendengar candaan mereka. Namun senyum Irwan melunturkan semua anggapan itu.

“Ada apa bos?” tanya Budi.

“Cari Sinta.” Matanya menatap wanita yang hendak menyuap sesendok nasi.

Sinta segera menghentikan makan siangnya. Matanya fokus
pada Irwan.

“Iya, Pak, ada yang bisa saya bantu?”

“Setelah makan siang selesai, ke ruangan saya.”

“Baik, Pak.”

Sepeninggal Irwan, ruang istirahat kembali riuh. Ledekan-ledekan membuat wajah Sinta semakin memerah. Biarlah mereka berimajinasi semaunya. Lagipula itu semua hanya imajinasi bukan
kenyataan.

Selesai makan siang, Sinta menuju ruangan Irwan. Sebuah suara menyuruhnya masuk saat dia mengetuk pintu. Dengan hati sedikit berdebar, karena tidak tahu apa yang mau dibicarakan, dia mendekat di mana Irwan tengah duduk sembari membaca berkas.

“Duduk, Sin.”

“Terima kasih, Pak Irwan.”

“Presdir tadi pesan, Jum’at kita ada meeting dengan klien dari Jepang. Jadi Rabu kita akan berangkat ke Jepang. Kamu bersedia?”

Sinta tak percaya dengan yang didengarnya.

“Saya siap membantu pekerjaan Presdir.” jawabnya antusias.

“Ok, Rabu kamu siap-siap, ya. Kita berangkat dengan pesawat jam 10 pagi.”

“Terima kasih informasinya, Pak Irwan.”

“Sama-sama. Oiya, nanti kalau kamu balik ke ruangan, tolong sekalian mampir ke ruangannya Bu Andin, ya. Ada laporan yang harus diperbaiki.”

“Baik Pak. Kalau begitu saya permisi. Selamat siang, Pak Irwan.”

Beautiful ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang