Sinta masuk ke ruangan Irwan sambil membawa dokumen di tangannya. Disunggingkan senyum ramahnya.
"Pak, ini dokumen dari manager keuangan mengenai proyek di Kalimantan. Beliau pesan untuk rapatnya lusa jam sepuluh. Tadinya beliau mau menyerahkannya sendiri namun karena klien dari Perancis datang, jadi dititipkan kepada saya. Tadi kami bertemu di depan lift."
"Terima kasih." Irwan mengambil dokumen itu dan membukanya sebentar. Menutupnya kembali, meletakkan di atas tumpukan dokumen yang lain.
"Saya permisi, Pak."
"Sin, ada yang mau saya bicarakan dengan kamu."
Sinta mengurungkan niatnya meninggalkan ruangan Irwan. "Bicara masalah apa, Pak?"
"Duduk." Sinta mengangguk dan duduk di kursi depan meja kerja Irwan.
"Kamu pernah bilang di perusahaan yang dulu, kamu di bagian keuangan. Pastinya tahu bagaimana mengerjakan laporan keuangan perusahaan?"
"Tentu saja tahu." ucapnya penuh keyakinan.
"Nah, karena backgroundmu juga Akuntansi, aku mau ilmumu itu tetap dipakai di perusahaan ini. Aku ada penawaran buat kamu."
"Penawaran apa?"
"Kamu mau nggak masuk di Divisi Keuangan? Jadi Assisten Junior Manager Keuangan? Nanti kamu satu ruangan sama Riska."
"Assisten Junior Manager Keuangan? Yang benar Pak?" mata Sinta terbelalak tak percaya.
"Iya. Mau nggak?"
"Mau Pak." mengangguk senang. "Tapi apa karyawan lain nggak bakal protes Pak?"
Irwan menyunggingkan senyumnya. "Aku menawarkan ini ke kamu karena aku melihat potensimu yang baik di bidang keuangan. Lagipula beberapa staff keuangan di sini masih baru-baru, pengalaman belum banyak, paling satu dua tahun, jadi kinerjanya masih kurang."
"Terima kasih, Pak." senyum bahagia terukir di bibirnya. Sebuah anugerah besar bisa mendapat posisi yang baik di perusahaan ini.
"Sama-sama. Ok, minggu depan kamu sudah bisa pindah ruangan di sebelah ruanganku."
"Lalu yang gantiin saya siapa?"
"Ada anak baru di HRD, dia juga fasih bahasa Jepang, namanya Yogi."
"Oh." menganggukan kepala mengerti. Dia beranjak dari duduknya. "Baiklah, saya siap untuk mengisi posisi Assisten Junior Manager Keuangan." ucapnya bersemangat.
"Ok, yang rajin ya kerjanya." Irwan tersenyum.
"Sekali lagi terima kasih, Pak Irwan. Selamat siang." Sinta membalikkan badannya menuju pintu keluar.
"Sin." panggil Irwan lagi.
"Ya, Pak?" mengurungkan niatnya membuka handle pintu. Membalikkan badannya kembali.
"Kamu sudah makan?"
"Belum."
"Makan bareng yuk." ajak Irwan.
"Tapi saya sudah bawa bekal Pak, maaf." menolak ajakan Irwan dengan halus. Irwan hanya mengangguk kecil tanda mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Chance
RomanceSinta Arianti merasa kebahagiaannya begitu sempurna setelah menikah dengan Irwan Handoyo. Namun api cinta yang membara mendadak padam akibat dinginnya sikap, hingga yang tersisa hanyalah goresan hitam di hati. Anugerah indah datang padanya, menyembu...