9

3 0 0
                                    

Sudah seminggu ini Sinta menempati posisi barunya sebagai Assisten Junior Manager Keuangan di perusahaan. Dia sangat bersyukur rekan kerja satu ruangannya, Riska, sebagai Junior Manager Keuangan, membimbingnya dengan sabar. Dan yang paling membuatnya takjub, Irwan juga ikut memberikan bimbingan. Kepindahannya pada Divisi Keuangan dan pengangkatannya sebagai Asisten Junior Manager Keuangan tentunya mengundang 'bisik-bisik' dari teman sekantornya. Karena dia masih tergolong karyawan baru, bahkan baru dua bulan bekerja di kantor tersebut. Tapi sudah diangkat untuk menempati posisi yang dipandang OK oleh rekan-rekan kantornya. Namun mereka tak berkutik karena Sinta memiliki latar belakang pendidikan di bidang akuntansi dan hal tersebut sangat mendukung posisinya sekarang. Terlebih lagi Irwan sendiri yang menunjuknya. Dan hak Irwan sepenuhnya untuk menunjuk orang-orang yang bekerja pada divisinya. Sinta hanya menuruti saran Irwan agar jangan menggubris omongan yang tidak mengenakan. Yang terpenting bekerja dengan jujur dan memberikan hasil yang terbaik.


Hari ini Sinta tengah memperhatikan atasan barunya memberikan pengarahan input database transaksi pembelian material bahan bangunan. Mencatat dengan detail setiap hal yang Irwan sampaikan. Mengingatnya dengan baik.

"Yang perlu diingat jangan sampai salah input data angkanya. Fatal."

"Baik Pak Irwan." Sinta tersenyum senang karena dapat menangkap apa yang diajarkan Irwan dengan cepat. "Kalau untuk yang ini, saya harus buat rumusnya dulu. Menggunakan rumus IF." Menunjuk pada kolom excel di layar komputer.

"Iya, rumusnya juga harus benar. Kalau nggak pasti data eror."

"Maaf Pak Irwan," sela Riska. "Ini sudah jam makan siang. Mungkin bapak ada janji makan siang dengan klien atau Presdir?"

Irwan melihat jam tangannya yang menunjukkan jam 12 siang. "Riska kalau mau makan dulu silahkan saja. Saya masih ngajarin Sinta satu materi lagi. Kebetulan hari ini saya nggak ada janji makan siang dengan siapapun."

"Baik Pak Irwan, kalau begitu saya permisi dulu. Yuk Sin, aku duluan." Riska keluar ruangan. 

"Lanjut satu materi lagi, cacing di perutmu belum minta makan kan?" candanya. Sinta hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.

"Baik Pak Irwan dengan senang hati."

"Jangan panggil Pak. Irwan aja."

"Nggak sopan, Pak."

"Kalau cuma lagi berdua, panggil aja namaku." menyunggingkan senyum manisnya.

"Iya Pak itu kalau kita lagi nggak bicarain masalah pekerjaan." Sinta mengingatkan. "Tapi sekarang sedang membicarakan masalah pekerjaan."

"Pokoknya panggil Irwan aja." Irwan setengah memaksa. Sinta hanya mengangguk pelan.

Mereka melanjutkan lagi satu materi, transaksi pasir. Irwan memberikan penjelasan cara menghitung pembelian pasir. Sinta memasukkan beberapa transaksi pasir dan berhasil memberikan hitungan yang tepat. Membuat Irwan tersenyum puas dan bangga. Irwan mencondongkan tubuhnya, memeriksa hasil kerja Sinta dilayar komputer. Dia mengangguk-angguk puas.

"Aku bangga sama kamu. Cepat tanggap." tangannya sibuk menyorot angka-angka penting untuk ditandai dengan warna yang berbeda. Sinta mengulum senyumnya sembari melirik Irwan di sebelahnya. "Sin, nanti malam ada acara nggak?" bisiknya.

Sinta menatap wajah Irwan dengan tatapan penuh tanda tanya. Jarak wajah mereka sangat dekat. Jujur ini membuat jantungnya mulai berpacu sedikit lebih cepat.

"Nggak. Kenapa?"

"Makan malam yuk."

"Dalam rangka?"

"Temanku buka cabang restoran seafood di Tebet."

Sinta mempertimbangkan sejenak. "Ok deh."

"Kita berangkat setelah jam kantor."

Sinta membereskan beberapa kertas yang berserakan. Irwan keluar ruangan meninggalkan Sinta yang masih mengembangkan senyumnya. Tak dipungkiri ada rasa bahagia tersendiri atas ajakan Irwan untuk makan malam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Beautiful ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang