00. Kost Dahlia

186 15 4
                                    

Hana berusaha bangun pagi dengan otak yang waras dan nyawa yang utuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hana berusaha bangun pagi dengan otak yang waras dan nyawa yang utuh.

Pertama, Hana memastikan bahwa ia mengonsumsi sarapan yang cukup dan layak karena hari ini ia akan tinggal di kampus dari pukul sembilan pagi hingga pukul sembilan malam. Ada kelas, lalu kelas, lalu kelas lagi. Ada beberapa jam di antara kelas-kelas itu, tapi terlalu tanggung untuk ditinggal balik ke kost. Untuk pergi kelayapan ke mal dekat kampus, apalagi. Hana jadi harus berdiam di kampus selama dua belas jam.

Sedih sekali. Hana hanya bisa meratapi jadwalnya sambil menandaskan dua potong roti isi, segelas susu, dan sebutir apel.

Hana tidak meminta jadwal yang seberantakan ini. Kalau boleh jujur, Hana curiga ada yang salah dengan pembagian kelas semester ini. Kenapa bisa Kepala Departemen tidak mengurusi jadwal dengan beres? Hana ingin mendobrak pintu kantor Pak Juno sang Kadep untuk protes, tapi Hana takut dicekal dari mata kuliah Seminar Skripsi yang beliau ampu.

Maaf, Pak. Hana masih pengen cepet lulus.

Kedua, Hana memastikan bahwa ia mengenakan pakaian yang cukup nyaman untuk beraktivitas di luar seharian. Tadinya Hana ingin berpakaian cantik dengan mengenakan gaun floral lucu yang ia beli waktu liburan, tapi tidak jadi. Berkacak pinggang melihat tumpukan pakaian yang didominasi warna biru di lemari, Hana memilih satu kemeja biru gelap dan celana jins hitam. Tak lupa, ia mengenakan sepasang sepatu kets biru muda kesukaannya.

Karena bangun cukup pagi, Hana bahkan punya cukup waktu untuk menyisir dan mengikat rambutnya dengan rapi lalu memulas bibir dengan lipstik baru. Jarang-jarang, tapi tidak apa. Sekali-sekali.

Ketiga, Hana memastikan bahwa ia sudah membawa semua barang yang ia perlukan untuk hari ini sekaligus perintilan-perintilannya dalam satu tas selempang. Memang dasarnya Hana tak macam-macam. Toh, ia hendak berangkat kuliah, bukan berangkat liburan ke Bali. Buku catatan, diktat, laptop, dompet, bedak, lipstik, pelembab bibir, ponsel, pengisi daya, earphones, lalu karet rambut cadangan di tangan kiri. Baik, Hana siap berangkat.

“Eh, anjir.”

Hana baru saja menapakkan satu kaki di luar pintu kamar, tapi ia cepat-cepat putar balik. Saking buru-burunya, ia nyaris oleng menyenggol ambang pintu.

Hana harus mengepak ulang isi tas selempangnya karena ada yang ketinggalan. Sebuah kotak kado polos di meja belajarnya. Ia sudah menyiapkan kotak kado itu sejak beberapa pekan yang lalu dan ia tidak boleh menunda lebih lama lagi. Bukannya Hana pelupa, tapi ia akan sangat kecewa pada dirinya sendiri jika rencananya untuk memberikan kado itu berakhir batal karena ia terus-terusan bimbang.

Dilihat dari tampilannya, kotak kado Hana jelas jauh dari kata mewah. Isi kotak itu juga tidak ada mewah-mewahnya. Hanyalah kotak kado coklat polos berisi tiga pasang kaus kaki berwarna hitam, abu-abu, dan biru dongker. Kotak itu disegel rapat dengan plester washi, tanpa pita dan tanpa kartu ucapan.

Hanya sebuah pemberian kecil dari Hana untuk orang yang sudah lama ia sukai.

Hadiah perpisahan.

Hadiah perpisahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sekotak Kaus Kaki SelundupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang