02. Kelas Perspektif dan Agenda Gender Internasional

69 5 1
                                    

“Really, Hana?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Really, Hana?”

Jika ditanya benar tidaknya, Hana tidak begitu tahu. Ia tidak terlalu yakin dengan rencananya sendiri. Karenanya, Hana bercerita. Bukan untuk meminta pendapat, tapi untuk mendengar rencana itu keluar dari mulutnya sendiri setelah sekian lama hanya ia pendam di kepala.

Hana tidak tahu bagaimana ia bisa membuat rencana sejauh ini. Ia sudah membelikan hadiah untuk si kakak asdos. Butuh berminggu-minggu bagi Hana untuk menjatuhkan pilihannya pada ketiga pasang kaus kaki itu. Jika Hana menjadi Yudi, mungkin Hana akan menanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri setelah mendengar apa yang hendak ia lakukan.

Really, Hana? begitu ulang Hana dalam hati.

Berminggu-minggu, lalu berakhir pada kaus kaki, untuk kakak asdos yang ia sukai. Sebagai mahasiswi dengan keseimbangan kehidupan sosial dan akademik yang carut-marut, Hana malah menghabiskan terlalu banyak waktu luangnya yang tinggal sedikit hanya untuk menyiapkan semua ini. Sekali lagi, perlu digarisbawahi bahwa ia memutuskan untuk memberikan kaus kaki sebagai hadiah perpisahan. Hal seremeh kaus kaki.

“Jadi lo beneran planning segitunya?”

“Gimana, ya? Waktu itu gue ngajak Sharon buat belanja kaus kaki sama gue,” respons Hana, jauh menyimpang dari pertanyaan barusan dan sama sekali tidak menjawab.

Bu Mita masih menjelaskan materi tentang relasi gender dan realisme di depan kelas. Setelah memastikan bahwa Bu Mita tidak melihat mereka, Yudi berhenti mencatat sejenak. Ia mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Hana yang duduk di sampingnya. Hana pun begitu, menoleh ke temannya yang meminta penjelasan lebih lanjut.

“Untung Sharon anaknya kalem, gak banyak kepo,” kata Yudi.

Yudi tidak salah. Waku itu Yudi tidak bisa keluar dengan Hana, tapi untung ada Sharon. Sharon adalah adik tingkat sejurusan mereka yang berasal dari kota yang sama dengan Hana. Sharon tidak bertanya macam-macam saat Hana mengajaknya berbelanja. Bahkan, Sharon juga yang membantu Hana memilih kaus kaki yang paling bagus.

“Tapi pasti Sharon minimal nanya itu buat siapa. Terus, lo jawabnya gimana?”

Hana refleks mengangguk. “Buat orang yang gue suka. Udah, gue jawab gitu aja.”

Hana berusaha menghindar dari keharusan untuk menyebutkan nama orang yang ia suka. Ia kira Yudi benar-benar tidak tahu. Tapi tentu saja, tidak semudah itu bagi Hana untuk berkelit dari tatapan penuh menyelidik dari Yudi. Tanpa diberi tahu, Yudi sebenarnya sudah tahu.

Dulu sekali, Hana pernah menceritakan soal satu orang yang ia taksir. Jika dugaan Yudi benar, maka Hana masih menaksir orang yang sama. Itu berarti, Hana sudah menyukai orang ini untuk waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Saat Yudi tanyai pun, Hana tidak segera mengiyakan tapi juga tidak mengelak.

Sekotak Kaus Kaki SelundupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang