Bagian 10 - Awal

647 50 0
                                    

16.00 WIB

Adit sedang duduk di atas motor CBRnya menunggu Rencani di depan gerbang SMA Panca. Mereka sudah janjian untuk pulang bareng.

"Adit." Rencani melambaikan tangannya ke arah Adit, lalu berlari menghampirinya.

"Sudah lama Dit kamu nunggunya?"

"Gak kok Ren, baru aja 5 menitan kok.
Yaudah yuk, nih helmnya pakai dulu Ren."

"Kamu emang biasanya selalu bawa helm dua Dit?." Tanya Rencani yang sedang menggunakan helm.

"Iya, soalnya si Rido kan sering nebeng ama gua Ren, makanya gua sering bawa dua helm. Udah siap Ren?."

"Udah Dit, yuk."

Selama di perjalanan, banyak topik yang mereka bicarakan. Dan menurut Adit banyak sekali kecocokan di antara mereka, salah satunya Rencani yang ternyata sangat menyukai bermain game online.

Disaat mereka sedang asyik bercerita, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya layaknya ditumpahkan dari langit.

"Ren, kita teduh dulu ya" teriak Adit.

"Iya Dit, itu berhenti di halte itu aja dulu." Rencani menunjuk halte yang berada tidak jauh dari mereka.

Setelah memakirkan motornya, Adit dan Rencani langsung berteduh di halte tersebut. Namun derasnya hujan yang disertai angin membuat mereka tetap basah walau sudah berteduh di halte itu.

"Ren, lu pakai jaket gua ya, biar gak kedinginan." Adit sedikit berteriak, karena suara derasnya hujan meredam suara milik Adit.

"Gausah Dit, gua bawa sweater kok Dit."

"Sweater lu aja udah basah kuyup gitu, pakai jaket gua aja. Sweaternya lu buka aja Ren, gua takut lu masuk angin nanti." Adit melepaskan jaketnya, lalu memberikannya kepada Rencani.

Rencani hanya diam sambil menatap tajam ke arah mata Adit.

"Kenapa Ren, atau mau gua pakaikan jaketnya nih?".

Rencani tersenyum mendengar ucapan Adit tersebut. "Gua gak merasa kedinginan kok Dit, mungkin karena dekat ama lu, makanya gua ngerasa hangat".

Adit awalnya masih tidak paham dengan maksud dari perkataan Rencani tersebut, namun beberapa detik kemudian wajahnya langsung memerah dan jantungnya berdetak kencang. Ini adalah pertama kalinya dia mendengar Rencani berbicara seperti itu.

"Gua suka ama lu Ren." Ucap Adit pelan.

"Kenapa Dit?, gak kedengeran.."

"Gua suka ama lu Ren." Ulang Adit.

"Seriusan Dit, aku gak denger kamu ngomong apa."

"Gua suka ama lu Ren, lu mau gak jadi pacar gua." Teriak Adit sambil memegang bahu Rencani.

Rencani kaget mendengar teriakan Adit tersebut, lalu tak lama kemudian dia tertawa setelah paham dengan kondisi yang terjadi.

"Kok lu ketawa Ren, gua serius."

"Iya Dit, aku juga lagi serius kok."

Adit mengernyitkan dahinya. "Tapi lu ketawa mulu daritadi Ren."

"Aku mau kok jadi pacar kamu Dit."

Adit terbengong mendengar jawaban dari Rencani tersebut. "Lu serius kan Ren?, atau gua salah dengar."

"Iya Radit..., aku mau jadi pacar kamu."

Kali ini Adit yakin, jika dia tidak salah dengar. Jantungnya terasa seperti mau meledak setelah menerima jawaban dari Rencani tersebut. Perasaannya campur aduk saat ini. Ingin rasanya dia memeluk tubuh mungil Rencani yang ada di hadapannya. Di bawah derasnya hujan yang menjadi saksi jika mereka resmi berpacaran, Adit merasa menjadi orang paling bahagia di muka bumi untuk saat ini.

Namun kebahagian yang dia rasakan itu langsung lenyap. Adit tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di bagian pinggangnya. Dia bahkan langsung terduduk karena rasa sakit tersebut membuat dia tidak sanggup untuk berdiri.

"Dit, kamu kenapa Dit". Rencani langsung cemas ketika melihat Adit yang tiba tiba terduduk. Dia melihat ekspresi Adit yang terlihat sangat kesakitan.

"Dit..." Air mata Rencani mulai menetes, karena takut dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

"Gua gapapa Ren, cuma pinggang gua terasa nyeri aja. Jangan nangis Ren, kenapa juga lu nangis." Adit tertawa, berusaha untuk menghibur Rencani, dan membuat dia tidak merasa cemas karena kondisi dirinya.

"Gapapa gimana, kamu keliatan kesakitan gini Dit."

Hati Adit terasa tersayat ketika melihat tangisan Rencani. Adit yakin ekspresi cemas di wajah Rencani benar-benar murni ekspresi kecemasan.

Adit langsung berdiri, lalu memeluk erat tubuh Rencani. Dia ingin menunjukkan kepada Rencani bahwa dirinya baik-baik saja. Walau sebenarnya rasa nyeri di pinggangnya sama sekali tidak baik.

"Iya Ren, gua beneran gapapa, pinggang gua cuma agak sakit aja... Lu jangan nangis lagi ya Ren, please." Bisik Adit sambil tetap memeluk erat tubuh Rencani.

Hangat...

Itulah yang Adit rasakan ketika memeluk tubuh Rencani. Enggan rasanya bagi Adit untuk melepaskan pelukan tersebut.

"Beneran gapapa kan Dit."

"Iya Ren, gua gapapa kok."

Adit melepaskan pelukannya. "Hujannya udah berhenti nih Ren, yuk lanjut Ren jalannya."

Adit menyerahkan helm yang terletak di kursi halte kepada Rencani.

Rencani menatap tajam ke arah mata Adit untuk memastikan bahwa dirinya benar baik-baik saja.

"Beneran kan Dit?." Tanya Rencani sekali lagi memastikan.

"Astaga Rencani, iya benerannn." Adit gemas melihat Rencani yang masih saja bertanya hal yang sama.

"Nih helmnya pakai dulu Ren, udah sore... nanti nyokap lu kecarikan lagi" Adit memakaikan helm yang dipegangnya ke kepala Rencani.

Selama di perjalanan, mereka berdua tidak banyak bicara. Rencani hanya memeluk erat punggung Adit. Begitu juga dengan Adit, dia hanya fokus ke jalan, sambil menahan rasa nyeri di pinggangnya yang masih dirasakannya.

"Itu Dit, simpang empat belok ke kiri, rumah yang warna biru."

Adit memakirkan motornya tepat di depan pagar rumah Rencani. Ini kali pertama dia mampir ke rumah Rencani. Rumah yang terlihat minimalis tetapi cukup nyaman.

"Kok baru pulang Ren." Terdengar suara lembut wanita dari balik pintu rumah Rencani. Hanya dengan mendengar suaranya saja, Adit yakin jika itu suara ibu Rencani.

"Iya, Bu.. tadi berteduh dulu.

Bu ini kenalin, ini teman Rencani yang namanya Adit."

"Oooh, ini toh nak Radit... Mampir dulu nak sini." Ibu Rencani membuka pagar, lalu menghampiri Adit dan Rencani.

"Gapapa bu, gausah repot-repot." Adit menolak dengan sopan tawaran dari ibu Rencani tersebut.

"Iya Bu, lagian juga udah sore... Kasian si Adit nanti pulangnya kemaleman."

"Yasudah kalau gitu, terima kasih ya nak Radit, sudah mau mengantar Rencani." Ujar ibu Rencani dengan suara lembut khas seorang Ibu.

"Iya bu sama-sama, saya pamit pulang dulu ya bu." Adit mencium tangan ibu Rencani, sebelum menstater motornya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussallam, hati hati Dit."

Motor Adit melaju meninggalkan rumah Rencani. Rencani dan Ibunya menatap punggung Adit yang mulai menjauh.

"Kalau sama dia, pasti ibu beri restu Ren" goda ibu Rencani sambil melangkah masuk ke dalam rumah.

Rencani hanya tersenyum mendengar ucapan ibunya tersebut. Rencani lalu berlari mengejar ibunya.

"Iya bu, udah jadi kok" kini gantian Rencani menggoda ibunya. Ibunya hanya tertawa melihat tingkah anaknya tersebut.

★★★

Thanks yang udah baca
Jangan lupa vote and share yaa..

7 MonthsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang