FATAHILLAH ¤¤¤ Tiga

533 21 2
                                    

[Zalesta Karaa]

"Tambah minumnya!"

"Heh!" tiba-tiba sebuah tangan datang menoyor kepala gue dengan tidak elitnya.

"Apasih, ah!"

"Kalo kaya gini terus yang ada lo beneran mabok, Ta."

"Gue yang mabok ini deh!" Gue langsung sewot. Kemudian kembali meminta untuk diambilkan minum lagi.

"Gila!"

Gue abai, kembali sibuk menekuri minum yang baru datang.

"Aduh, Ta. Tepar gue nih... Udah ih minumnya, capek tau gue bolak-balik terus." keluh Nua.

"Tau tuh. Lagian mabok nggak modal banget di rumah orang. Untung emak bapak gua nggak ada di rumah." sahut Sharon.

"Diem, kalian tu berisik udah ngalahin tawon tau nggak." gue udah nggak tahu diri banget, lupa ini rumah siapa sampai ngomong begitu yang dibalas dengusan serempak.

"Kalian udah pada makan?" tanya Leksa.

"Belom lah, lo liat aja si Esta kayak gitu. Boro-boro makan," jawab Nua.

"Tau nih, yang ada kita dibabuin sama dia."

"Udah gila beneran kayaknya si Esta. Gue__"

Berisik sekali disini, terlalu ramai. Mereka sibuk dengan obrolan yang berlanjut, sedangkan gue masih menekuri cairan kuning ini. Iya, mungkin gue memang semakin gila. Dunia yang menuntut demikian.

Beban hidup gue nggak banyak-banyak amat, hanya saja terlalu banyak konflik batin yang sangat menguras tenaga dan pikiran. Pengen rasanya membagi sedikit beban ini, dengan sahabat. Atau sekedar bercerita ringan layaknya teman perempuan lain pada umumnya. Tapi nggak tau kenapa rasanya begitu sulit untuk mengeluarkannya dengan suka rela tanpa beban.

Sebab di dunia ini egois hanya akan melenyapkan diri sendiri secara perlahan, karena yang memiliki beban bukan hanya seorang Zalesta Kaara. Yang sudah sangat tenggelam dengan terlalu dalam mengenai masalah perasaan. Oh ya, tentu itu gue.

Gue mengenal ketiga cecunguk bedebah di sudut sana sudah cukup lama. Mereka sama hancurnya, nggak beda tebel sama gue, walaupun dengan latar belakang yang berbeda-beda. Cewek dengan kuncir dua noraknya itu adalah Nua, dia yang paling muda diantara kami berempat saat ini. Hidupnya terlihat baik-baik saja dan berkecukupan lantaran dukungan dari harta kekayaan ayahnya yang cukup untuk sekedar jajan kuaci sekarung setiap harinya. Hanya saja, Nua sudah mengalami tindakan bullying sejak dia masuk SMP. Parahnya itu berlangsung selama dia menghabiskan masa Sekolah Menengah Pertamanya sebelum dia pindah ke Jakarta setelah ibu kandungnya meninggal dan ayahnya menikah kembali sebulan setelah kematian almarhumah.

"Esta! Sini gabung. Diem-diem baek. Ngopi ngapa ngopi!"

Yang menegur dengan ajakan nyeleneh itu adalah Sharon. Sharon yatim piatu yang kemudian dititipkan di Rumah Pelangi. Pernah mendapatkan perlakuan tidak baik oleh pengurus Panti Asuhan tersebut. Hingga dia mengalami trauma dan berangsur membaik setelah keluarga yang mengadopsinya mau mengobatinya sampai menyewa psikolog pribadi untuk Sharon.

Sedangkan cewek yang menggunakan seragam pelayan itu adalah Leksa. Galeksa Suri Hardjojo. Salah satu anak seorang konglomerat terkaya di Indonesia. Dari segi finansial dia memang tidak kekurangan apapun, hidupnya sangat terjamin dengan menyandang nama besar keluarga Hardjojo. Hanya saja entah konflik semacam apa yang membuatnya sangat tidak akur dengan sang ayah. Sehingga ia lebih memilih menggembel dirumah Sharon yang kebetulan orang tuanya sangat jarang di rumah. Sayang akhir-akhir ini kedua orang tuanya sibuk keluar kota bahkan mengurusi bisnis hingga luar negeri.

Fatahillah || REVISI SETELAH TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang