FATAHILLAH ¤¤¤ Lima

104 10 3
                                    


Mungkin gemerisik angin terdengar gaduh. Tapi gemeretak jantung terasa lebih menggaduh. Aku belum lelah.

........................

Nggak tau kenapa, setiap kali gue begini akan selalu ada rasa kosong yang besar banget. Terlalu besar untuk gue lawan sendiri. Disaat itu gue yakin, gue mau, gue ingin lo hadir berdiri disini cuma sekedar untuk nanyain apa gue baik-baik saja. Atau sekedar untuk nenangin gue dari rasa khawatir dan takut yang nggak tahu berarah kemana.

Waktu itu akan jadi waktu dimana gue merasa cukup, merasa lega, merasa kalo apa yang gue jalani ini nggak sia-sia. Gue berkhayal lo bisa seperti itu, sayangnya itu semu. Halu.

Nggak tau kenapa senyum itu cuma bisa gue lihat dari jauh, untuk ditatap lamat-lamat. Gue takut suatu saat akan hilang, gue takut suatu saat nggak bisa ketemu senyum itu lagi, atau sekedar menikmati gratis tanpa berbayar. Gue merasa kangen. Kangen yang aneh.

"Fat."

"Hm?"

"Lo bener-bener jatuh sama Runa?"

Dia malah berhenti, dan terpaksa gue menoleh hanya untuk melihat mukanya.

"Menurut lo gimana?" tuh kan, ngeselin banget jawabannya. Kalo gue cekek enggak bakal mati kan lo sekarang.

"Yaaa gimana ya, kelihatannya begitu."

"Aduh sakit!" kepala gue disentil. Untung nggak keselek es batu. Gue pikir habis disentil bakal diusap kayak di drama-drama, tapi Fatah malah pergi begitu saja meninggalkan gue dibelakangnya.

"Buruan jalannya bentar lagi sampe,"
katanya kemudian gue buru-buru menyusul.

"Lagian parkir motornya jauh banget sih."

"Seharusnya nggak jauh, tadi kan parkir di depan toko buku. Salah sendiri nekat nyari es cendol jalan kaki."

Gue cuma bisa diem sambil dengerin protesnya. Memang benar itu usulan gue, maksa sih lebih tepatnya. Sengaja ngulur waktu biar lebih lama lagi, sebentar nggak bakal lama tapi sengaja gue lama-lamain.

Gue nggak tau kapan waktu kayak gini akan ada lagi, bisa bareng lagi. Fatah sudah menunjukan dermaga mana yang dia pilih untuk bersandar, melabuhkan kapalnya yang akan menepi. Sedangkan gue karam disini. Maka dari itu gue enggak akan menyia-nyiakan kesempatan. Untuk sekedar jalan bareng seperti ini. Hari ini kita ke toko buku untuk beli buku buat Runa, jadi apa salahnya barter dengan gue yang minta ditemani beli es cendol di depan SD 35 yang muter cukup jauh dengan alasan es disana lebih enak, kalo bawa motor bakal susah muter karena masuk gang, gotnya dalem banget nanti kalo nyebur nggak ada yang nolongin. Alasan.

Hening menemani langkah kaki gue dan Fatah. Sesekali hanya suara gemeletuk es batu yang sengaja gue kunyah, Fatah terkadang heran dengan kebiasaan gue yang satu ini. Terfavorit ngunyahin es batu. Dia pernah bilang salut sama gigi gue yang enggak sensitif. Pastinya itu berkat gue yang rajin sikat gigi enam kali sehari, ini saran dari Sunan. Sepupu Fatah yang tinggal di Sumatera sana. Kalo dia lagi main ke Jakarta gue suka minta oleh-oleh Lemea buat dibawa kemari, itu makanan khas daerahnya. Enak.

Fatahillah || REVISI SETELAH TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang