FATAHILLAH ¤¤¤ Enam

80 11 2
                                    


Luka terdalam adalah luka yang bersemayam di dalam duka.
Sedangkan duka yang dalam adalah duka yang tidak pernah ingin berdamai dengan luka itu sendiri.

...................................

[Zalesta Kaara]

Gue heran sama orang yang punya kadar ketidak pekaan kelewat tinggi seperti Fatah. Apapun prilaku yang gue tunjukin selama ini ke dia benar-benar nggak ada pengaruh apa-apa. Ibarat batu dia itu sudah nggak bisa bergerak kemana-mana dan memang mutlak disana tempatnya.

Gue juga kesal sampai rasanya mau banget buat nendang kaki tingginya yang sok kejenjangan itu. Mukanya yang sok kegantengan yang memang ganteng. Juga nonjok matanya yang sok teduh tapi memang meneduhkan. Dan sekarang gue benci sama hati gue sendiri yang semenit ngumpat semenit jumpalitan enggak karuan kayak gini. Apa-apaan coba.

Kalo seandainya besok atau lusa gue berubah pikiran gimana ya. Hm, gini maksudnya. Seandainya gue mundur dan memutuskan untuk berhenti menyukai Fatah. Gue capek sendiri, disini gue terlalu mengejar dan nggak dikejar. Capek tau rasanya. Gue selalu berharap dan melangitkan perasaan gue sendiri sampai terlalu tinggi. Nanti kalau gue jatuh, gue bisa remuk seremuk-remuknya melebihi kata remuk itu sendiri. Kalau sudah begitu gue harus apa coba. Lo bayangin, lo bayangin kalau lo saat ini ada di posisi gue. Coba, kurang nyeseknya dimana peran gue disini.

Kekesalan gue nggak berhenti sampai situ saja, mengingat hari ini gue bakal ikut ke rumah Yasa dan bakal ketemu keluarganya membuat rasa kesal gue semakin menggunung dan hampir meletus menghasilkan gempa tektonik. Kalau bisa patahannya mengakar sampai bawah rumah Yasa sekalian. Biar ambruk sama orang-orangnya dan gue nggak perlu repot-repot buat melihat muka sok kecakepannya.

"Ta, udah siap belum?"

"Bentar lagi, yah." Gue buru-buru mengambil kunci motor, terus keluar nggak ada ayah sama ibu di ruang tamu dan ternyata mereka sudah siap di teras depan nungguin gue disana.

"Jangan lupa kunci pintunya. Ehhh––"
Gue berhenti sebentar untuk menunggu kelanjutannya.

"Helm ayah tolong sekalian." gue cuma mengangguk saja setelahnya.

~¤¤¤~

"Aduh, gini lo. Kalo misalnya Nishrina sudah lulus dia mau saya lanjutin ke UI saja. Aduh saya pokoknya bangga banget sama Nishrina. Nggak salah kalo Satya bakal mantu saya nanti bersedia dijodohin sama Ishi."

"Iya loh, aduh senengnya. Tapi tau nggak kalo Raka pacar baru anak saya yang pengusaha itu sebentar lagi bakal tunangan sama Ditya. Aduh mbak aku mimpi apa bakal mantuku ternyata anak orang kaya juga ternyata."

Acara ini makin ngebosenin ketika ajang pamer-pameran terselubung itu berlangsung. Kuping gue semakin panas melihat tante Sarita mendekat dengan Vivian dibelakangnya.

"Itu sih belum seberapa. Anak saya dong. Yas, sini Yas." suaranya jelas terdengar tidak mau kalah.

"Saryasa baru aja lolos jadi gadis sampul, loh. Duh sebentar lagi saya bakal punya anak artis loh ini."

"Jadi gadis sampul juga belum tentu bakal jadi artis tante." Ditya menyela sedikit tersenyum meremehkan.

"Loh, loh. Kamu ini jangan mematahkan semangat orang begitu."Sela tante Sarita tidak terima.

Fatahillah || REVISI SETELAH TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang