Di Sabtu pagi yang cerah, Lea menepati janji kepada adiknya untuk mengantarkan ke rumah ibunya. Ibu Lea tinggal di Bandung, sedangkan Lea di Jakarta. Mereka memang telah tinggal terpisah semenjak Lea berusia 11 tahun, Lea dan Nana yang waktu itu masih berusia 3 tahun memilih tinggal bersama omanya di Jakarta.
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya mereka sampai. Lea memarkirkan mobilnya di depan rumah mamanya, lalu menghantarkan Nana masuk ke rumah sang mama.
"Assalamu'alaikum." Salam Nana antusias.
"Wa'alaikumsalam sayang." Jawab mamanya yang sudah menunggu di ruang tamu.
Lea masih terdiam di ambang pintu.
"Lea, sini masuk sayang." Ajak mamanya. Lea masuk dengan wajah yang datar tanpa memperlihatkan keantusiasan.
Lea tak begitu bersemangat menjabat tangan wanita berambut hitam pekat tersebut.
"Kakak, ikut Nana tidur sini kan?" Tanya Nana antusias.
Lea membalasnya diawali dengan senyuman, "Kakak ga bisa sayang, kakak harus pulang." Jawab Lea lembut agar tak menimbulkan raut sedih di wajah adiknya.
"Yaaahhh..." Ucap Nana sedikit kecewa.
"Maaf ya sayang." Kata Lea sambil mengelus rambut panjang sang adik.
"Yaudah deh kalau gitu, tapi kapan-kapan kita nginep di sini bareng ya." Celetuk gadis kecil itu antusias. Lea membalasnya dengan senyum hangat serta anggukan kepala dan mengelus rambut Nana.
"Yaudah kakak langsung pulang ya, kamu jangan nakal, besok sore kakak jemput, oke?" Ucap Lea pada Nana.
"Oke." Respon Nana sambil membentuk tanda oke dengan jari tangannya.
"Wah ada anak-anak main ke rumah ternyata." Celetuk seorang pria dari arah pintu rumah masuk ke ruang tamu.
Mendengar suara pria tersebut raut wajah Lea yang awalnya masih tersenyum kepada sang adik berubah menjadi kecut.
"Kakak pulang sekarang ya Na." Pamit Lea pada gadis yang mengenakan bando sebagai hiasan kepalanya itu. Nana membalasnya dengan senyum dan anggukan lalu menyalami tangan kakaknya.
Lea berjalan menuju sang mama yang tak jauh darinya melewati pria tadi. "Ma, Lea pamit." Ucapnya singkat sembari menjabat tangan wanita itu.
"Hati-hati ya." Pesan Sang Mama dan dibalas dengan anggukan oleh Lea.
Sebelum gadis yang berbaju hitam itu melenggang pergi, sang mama berkata, "Ngga pamit sama ayah kamu?"
Raut wajah Lea semakin menampakkan wajah ketidak sukaannya dan berkata ketus, "Gausah, dia bukan Ayah Lea." Lalu melenggang pergi meninggalkan rumah sang mama.
Sang pria yang disebut ayah Lea hanya bisa diam, mendapati Lea berkata demikian. Mamanya mencoba menyabarkan suaminya tersebut dengan mengelus bahunya.
Setibanya di dalam mobil, Lea langsung menyalakan mesinnya. Sembari memegang stir, ia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya kasar.
Lea mulai melajukan kendaraannya ke arah jalanan dengan kecepatan sedang. Memutar musik untuk menemaninya. Sebuah notif line masuk ditampilkan pada layar ponselnya. Ia pun meraih ponselnya tersebut, melihat notif dari siapa yang masuk.
Pradikta Rashyid : Hai kamu, aku kangen nih.
Lea mengerutkan kedua alisnya setelah membaca pesan tersebut, "Paansih ga jelas banget." Gumam Lea lalu meletakkan ponselnya kembali.
***Hari Sabtu yang cukup melelahkan bagi Dikta dan tim basketnya. Hari yang seharusnya mereka libur justru digunakan latihan basket untuk persiapan lomba bulan depan. Hampir setengah hari mereka berlatih, kini mereka berkumpul di sebuah kafe yang biasanya mereka gunakan untuk nongkrong. Letak kafenya pun tak terlalu jauh dari sekolahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR
Teen Fiction"Kian merdu suara rindu, mendayu merasuk dalam kalbu, memecah sendu menjadi pilu, merubah halu menjadi candu, meski tau akhirnya tak tertuju" Eleanor Aldebaran. "Mengapa harus menghindar untuk saling melupakan, tak usah bersapa layaknya orang tak ke...