Hari Senin, hari yang paling disegani oleh para siswa. Bel masuk berbunyi sebagai tanda bahwa siswa harus bersiap-siap untuk upacara. Para siswa berhamburan menuju lapangan. Setibanya di lapangan mereka berbaris sesuai dengan kelasnya masing-masing.
Ketika upacara masih berlangsung, ada suara yang cukup mengagetkan di deretan kelas XII. *Brugh* Suara itu berasal dari barisan siswi kelas XII IPA 3. Satu siswi pingsang, melihat hal itu ada seorang siswa yang berasal dari kelas XII IPA 2 langsung berlari menghampiri dan membopongnya menuju ruang UKS tanpa menunggu petugas PMR yang berjaga.
Setibanya di ruang UKS, siswa itu dibantu oleh petugas PMR untuk membawa siswi yang tak sadarkan diri tadi ke bilik yang kosong di UKS. Ia nampak pucat kesi, badannya lemas. Siswa yang tadi membopongnya langsung kembali ke lapangan untuk melanjutkan kegiatan upacara yang belum usai.
***Ruang UKS yang awalnya ramai di jam upacara, kini mulai sepi, hanya tinggal beberapa orang saja yang masih berada di sana. Ini sudah masuk jam pelajaran pertama.
Di salah satu bilik, ada seorang siswi yang masih terlihat lemas. Lea, ia sudah siuman setelah pingsan tadi, tapi kepalanya terasa sedikit pusing. Ia masih berbaring di atas kasur. Tirai penutup bilik sedikit terbuka menampakkan dua siswi yang membawa botol minum berisikan teh hangat.
"Haiii Lea." Sapa Nada dengan senyum khasnya. Lea yang mendengar itu pun hanya membalasnya dengan senyuman, ia belum kuat untuk berbicara.
"Kita ke sini bawa ini buat kau." Kata Joana sembari mengangkat botol tempat minum. "Minumlah biar enakan." Sambungnya.
Lea mulai merubah posisinya menjadi sedikit duduk. Ia meraih botol itu dan mempertahankannya, "Ini kan botol Gue, kok isinya teh anget?"
"Jadi begini Lea ku sayang, tadi aku sama anak satu ini ga bawa minum, kita kehausan, trus kita minum saja air kau. Itu kita ganti pakai teh hangat." Jelas Joana, Lea yang mendengar penuturan Joana pun melongo.
"Dasar magadir" Canda Lea.
"Ya maaf, tapi kita kan tanggung jawab, ya gak Jo?" Celetuk Nada.
"Betul itu." Ucap Joana.
"Ini kan udah jam pelajaran, kok kalian ga ke kelas sih?" Tanya Lea.
"Kita mau temenin Lo, solidaritas lah." Ujar Nada.
"Pakai bawa-bawa nama solidaritas, bilang aja Lo mencari kesempitan dalam kesempatan kan?" Tuduh Lea.
"Nah Lo tau." Respon Nada sambil terkekeh.
***Bel istirahat pun berbunyi, murid-murid mulai berhamburan menuju markas mereka yaitu kantin. Tampak empat siswa duduk di salah satu bangku kantin, Dikta, Rangga, Kevin, dan Sean, mereka menikmati makanannya sembari bercengkrama.
"Modus Lo Dik." Celetuk Rangga setelah menelan makannya.
"Modus apaan?" Tanya Dikta bingung sambil meletakkan gelas minumnya yang baru saja dicecap sedikit.
"Ya apalagi." Sahut Sean.
"Ya coba aja Lo bayangin, pas Lo lihat ada orang pingsan tapi yang nolongin ga pada gercep, apalagi cewek kan kasihan." Tutur Dikta.
"Ya Tuhan, pinter banget ngelesnya ni anak." Ceplos Kevin.
"Rese Lo." Kata Dikta sambil mempoles kepala Kevin.
"Aduh sakit sayang." Celetuk Kevin yang membuat ke tiga temannya merasa jijik.
"Kalau seumpama tadi yang pingsan bukan Lea emang Lo bakal tetep tolongin?" Tanya Sean tiba-tiba.
"Ya iya lah, ngapain Gue pilih-pilih buat nolong." Jawab Dikta santai.
"Ooo, coba aja tadi yang pingsan Gue, pasti Gue bakal dibopong dong sama Aa' ganteng." Ucap Kevin dengan watadosnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELEANOR
Подростковая литература"Kian merdu suara rindu, mendayu merasuk dalam kalbu, memecah sendu menjadi pilu, merubah halu menjadi candu, meski tau akhirnya tak tertuju" Eleanor Aldebaran. "Mengapa harus menghindar untuk saling melupakan, tak usah bersapa layaknya orang tak ke...