Bab 4 (Origami Kupu-Kupu)

253 38 12
                                    

"Sebuah kepercayaan memang perlu waktu untuk bisa bersemayam dalam diri seseorang."

***

Memang sudah enam bulan belakangan ini Nada selalu sendiri. Ia sudah mulai terbiasa dengan kesendiriannya. Tetapi, mengapa saat ada seseorang yang mulai dekat dengannya, orang itu justru juga meragukan untuk berteman dengan Nada?

Nada sangat meragukan teman barunya, lantaran Nada hanya mendengar keraguan dari ketiga orang itu tadi pagi.

Gadis itu masih saja duduk terdiam di bangkunya. Padahal bel pulang sekolah sudah berbunyi setengah jam yang lalu, kelas pun sudah kosong tersisa dirinya.

Nada hanya memandangi empat origami yang masih ia simpan di dalam laci. Ya, satu origami berbentuk kupu-kupu berwarna kuning buatannya, dan sisanya adalah buatan Karel kemarin.

"Woi, woi, woi."

Tiga cewek masuk ke dalam kelas secara gaduh.

"Lhoh, kok lo belum pulang, sih?" tanya salah seorang cewek yang mendapati Nada masih berada di bangkunya.

Nada hanya diam, hingga ketiga cewek itu akhirnya mendekat ke arahnya.

Pandangan Arasya langsung teralih pada empat origami kupu-kupu yang tergeletak di atas meja. "Lo yang bikin ini semua?" Ia mengambil satu kupu-kupu berwarna biru langit dan menatapnya takjub.

Fanisa dan Refina juga mengambil masing-masing satu dari tiga origami yang masih tersisa. Warna hijau untuk Fani dan warna abu-abu untuk Refina.

"Kok lucu, sih?" ucap Arasya merasa gemas, dilanjutkan anggukan Fani dan Refina.

"Pas banget jumlahnya empat, pasti lo sengaja buatin buat kita, ya?" selidik Fani sambil menaik-turunkan alisnya. Ia juga menyenggol bahu Nada yang sedari tadi hanya diam saja, berusaha agar Nada berekspresi.

Nada membuka mulut, "Bukan gue yang buat itu," ucapnya datar. Ia merasa enggan berbicara pada mereka. Nada masih mengingat dengan jelas pembicaraan mereka yang masih ragu untuk berteman dengannya.

"Kalo bukan lo, terus siapa? Karel?"

Nada menghela napas dan bersender pada punggung kursi. Ia cukup lelah dengan kepura-puraan ketiga cewek yang ada di hadapannya itu.

"Kalian peduli apa sama origami ini? Kalo bisa, jangan sok akrab," ucapnya sangat datar.

Mendengar hal itu, membuat Arasya, Fani, dan Refina membulatkan mata. Arasya yang paling tercengang mendengar omongan dari Nada.

"Kok lo ngomong gitu, sih?" Kini ia duduk di sebelah Nada. Menatap intens meminta penjelasan.

"Nada, lo kenapa, sih?" tambah Fani. Ia duduk di bangku yang ada di depan Nada.

Lagi-lagi cewek itu hanya bisa menghela napas dengan ekspresi datar. Ia mengambil tasnya dan hendak pergi dari sana. Namun saat ia akan berdiri, tangannya ditahan oleh Arasya.

Nada mencoba menepisnya, namun genggaman Arasya cukup kuat. Lagi-lagi Nada hanya bisa mengembuskan napas.

"Gue kira empat origami kupu-kupu itu ngegambarin kita berempat yang bakal bareng-bareng terbang tinggi. Lo tau, kan? Bagi seekor kupu-kupu buat terbang sendirian ngelawan angin itu nggak gampang. Tapi kalo bareng-bareng, setidaknya ada empat kupu-kupu yang terbang bersama, saat dia bakal jatuh kena angin, masih ada tiga kupu-kupu yang siap ngebantu ngelawan angin dan akhirnya bisa terbang setinggi mungkin." Ucapan itu keuar begitu saja dari mulut Arasya.

Nada terdiam, rahangnya mengeras dan matanya mulai memanas. Ia sama sekali tidak bisa bergerak, membeku seperti es batu.

***

Endless Origami [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang