Bab 45 (Bangun)

117 16 2
                                    

"Seberapa penting, sih Tuan Origami buat lu?"
-Karel Ghifari

***

Suatu hal yang membuat ruangan ini terasa lebih hangat, yaitu kemajuan atas kondisi Dana yang sudah dua minggu ini terbaring manis di atas ranjang dengan beberapa selang yang menancap di tubuhnya.

Pintu terbuka. Nada bergegas masuk menghampiri Sumandra yang setia menunggui putranya.

"Ayah," ucap Nada dengan tergesa. Ia tidak sabar mendengar penjelasan dari Sumandra.

"Alhamdulillah, Bang Dana ada kemajuan, Sayang." Lelaki itu langsung memeluk putrinya. "Bang Dana udah gerakin jarinya. Kata dokter, itu pertanda bagus."

Nada melepaskan pelukannya. Air mata kebahagiaan itu lolos begitu saja. Ia lalu beralih menatap Dana, meraih tangan kirinya dan menggenggamnya. "Bang Dana, Nada kangen. Bang Dana bangun, yuk." Suara Nada terdengar pelan, namun penuh harap. Air matanya ia usap pelan.

Di sampingnya, Sumandra masih berdiri. Dirinya memang merasa lega dan bahagia ketika Dana sudah menunjukkan kemajuan. Tetapi di sisi lain, ia bingung. Ia bingung memikirkan bagaimana nantinya saat Dana terbangun dan bertanya mengenai Irma. Hatinya mungkin akan hancur saat mengetahui bahwa Irma telah tiada.

Ruangan ini kembali hening dengan doa-doa yang tidak pernah berhenti diucap dalam hati, hanya suara dari monitor di samping ranjang Dana yang memecah keheningan.

"Ayah!"

Sumandra mengerjap, lamunannya buyar. Pandangannya langsung beralih ke Dana. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana kelopak mata putranya itu bergetar.

"Dana ...."

"Bang Dana ...."

Pemuda yang masih terbaring di ranjang itu masih berusaha untuk membuka mata. Kelopak matanya yang bergetar semakin memberikan pengharapan pada Sumandra dan Nada.

Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit kedua mata Dana mulai terbuka hingga pada akhirnya terbuka lebar. Dokter yang sudah datang langsung mengecek kondisi Dana secara singkat. "Alhamdulillah," ucapnya memberikan senyuman pada Sumandra dan Nada. "Ini sebuah keajaiban," ucapnya singkat, lalu pergi meninggalkan ruangan.

Mata Nada sungguh berkaca-kaca melihat kondisi Dana yang sudah mulai bisa membuka mata. Walau belum ada sepatah kata yang diucapkan kakak laki-lakinya itu, tetap saja melihat Dana membuka mata adalah hal yang sangat dinantikan Nada dan Sumandra.

"Bang Dana?" Nada berusaha memanggil Dana. Saat manik mata Dana menatap Nada, saat itulah senyum haru Nada kembali terukir.

"Alhamdulillah kamu sudah sadar, Dana." Kini giliran Sumandra yang berkata. Lelaki itu mengusap puncak kepala putranya. "Maafin Ayah ya, Dana." Air mata Sumandra kemudian lolos.

Sedangkan Dana masih terdiam menatap dua manusia yang ada di hadapannya. Tidak. Dana tidak mengalami gegar otak seperti yang ditakutkan, amnesia, atau semacamnya. Dana ingat semua kejadian yang ia lalui. Mulai dari dirinya yang kalut saat mengendarai motor, hingga tubuhnya terlempar ke jalanan setelah motor yang ia kendarai menghantam truk dari arah yang berlawanan. Selanjutnya, hanya ada suara riuh yang ia dengar sebelum semuanya menghitam.

Dan tiba-tiba saja, saat ini Dana sudah terbaring di ranjang dengan selang infus yang menancap di punggung tangannya. Dengan beberapa alat medis di sampingnya, dan juga suasana ruangan yang dominan putih, sama sekali bukan kamarnya.

Dana sadar. Ia tidak sedang berada di rumah atau di rumah saudara atau semacamnya. Dana sangat sadar jika ia sedang berada di rumah sakit, mengalami koma, dan menolak untuk siuman selama beberapa hari terakhir.

Endless Origami [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang