BAB 22 (Tangisan Pangeran)

126 22 18
                                    

"Cowok juga harus nangis kalau pengen nangis. Jangan ditahan. Nangis itu manusiawi."

[Endless Origami]

***

Dana masih meringkuk di dalam kamar. Setelah insiden Ayahnya menampar tadi, Dana tidak keluar dari kamar sama sekali setelah Sumandra keluar dari rumah.

Ini sudah hampir sore, tetapi Dana masih saja meringkuk dalam selimutnya, membusuk dalam kamar, tidak ingin bergerak sedikitpun.

Drrtt ... drttt ....

Ponsel yang tepat di atas bantal Dana itu bergetar, Dana masih diam memejamkan matanya, lelap dalam tidur yang dibuat-buat.

Drrtt ... drttt ....

Ponselnya terus bergetar berkali-kali, membuat pemuda itu kesal bukan main. Dana terpaksa membuka matanya, membuka selimut lalu meraih ponselnya. Jika saja dia tahan dengan kebisingan tidak akan tangannya itu meraih ponsel, lebih baik melanjutkan tidur, melanjutkan kebusukan yang ia ingin.

"Ya?" ujar Dana begitu mengarahkan ponselnya ke telinga.

"DAN LO DI MANA SIH? KENAPA NGGAK MASUK KULIAH? HARI INI KAN PENGUMPULAN TUGAS STATISTIKA! BUKANNYA LO KEMARIN SEMANGAT BANGET NGERJAIN?! LO DIMANA?!"

Dana menjauhkan ponselnya dari telinga, suara Dandi dari seberang sana sangat kencang dan memekikkan telinga. "Biasa aja kali, nggak usah teriak-teriak!" sahutnya dengan kesal.

"Lo di mana? Dosennya udah ngasih keringanan nih, terakhir ngumpul malam ini! Cepetan sini ke kampus!"

"Gue lagi membusuk di kamar!"

Suara helaan napas Dandi terdengar begitu jelas. "Mulai lagi deh lo! Kenapa lagi? Dimarahin Ayah lo?"

Teman dekat Dana itu memang tahu betul apa yang sering terjadi pada temannya.

"Cepetan sini ke kampus! Jangan lupa bawa tugas statistik!"

Dana mematikan ponselnya. Menarik napas berkali-kali. Dan tiba-tiba saja pikirannya menemukan sebuah ide. "Kesempatan buat kabur," ujarnya lalu beranjak dari kasur menuju kamar mandi.

***

"Gara-gara Makarel nih! Nada tadi jadi dihukum kan, pingsan pula!" seru Refina yang kali ini tidak sedang memegang ponsel.

"Iya iya maaf ye gaes," ujar karel sambil menggaruk tengkuknya.

Nada beserta teman-temannya itu sudah siap untuk pulang sekolah mengingat sudah berakhirnya kegiatan belajar-mengajar pada hari ini.

"Tuh Rel, wajah Nada jadi pucat tuh!" seru Reno lagi kembali menyalakan kompor di sana.

"Iya kan gua juga nggak tahu Nada bakal pingsan!" tambah Karel yang juga kelihatan sedih dan merasa bersalah di sana.

"Iya kan gua juga nggak tahu Nada bakal pingsan!" tambah Karel yang juga kelihatan sedih dan merasa bersalah di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Endless Origami [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang