Malam itu hujan.
Seungwoo menyesal karena tadi pagi ia sempat ngotot tidak mau membawa mobil ke rumah sakit tempat ia bekerja, dan malah naik motor, hanya karena ia malas ditebengi Hangyul, adik kelas dan teman satu kontrakannya, yang minta diantarkan ke kampus.
Bodoh memang si Hangyul. Sudah tahu kampusnya dan rumah sakit arahnya berlawanan, mana Seungwoo bangun kesiangan dan hampir terlambat kerja. Eunsang pula, malah ikut-ikutan Hangyul, kakak sepupunya—satu kontrakan dengan Seungwoo juga—ingin diantarkan ke kampus.
"Hehehe hehehe. Kan Eunsang maba, Bang. Anterin sekali aja dong hehehehe."
"Apa hubungannya prikiiiiii. Udah sana, numpang motornya Hangyul, kalian satu kampus kan? Dasar Hangyul, kalo males bawa motor sini itu motor gue sumbangin ke pasien kecelakaan motor di rumah sakit, kasian mereka udah kecelakaan, motornya rusak lagi."
"Ya biar kating pembimbing ospek takut sama Eunsang gitu lah, punya kenalan seorang dokter anak keluarga Han. Bang Hangyul dulu katanya juga gitu, habis dianterin Bang Seungwoo ke kampus, kating langsung pada takut sama dia."
"Gak, kamu gak usah ikut-ikutan Hangyul. Tengok lah itu, dia sok jadi preman kampus sekarang. Lagian Abang udah telat nih."
Kini Seungwoo terpaksa hujan-hujanan dalam perjalanan pulang karena ia baru ingat jas hujannya dipinjam Eunsang dan belum kembali.
Hah... Seungwoo hanya ingin cepat pulang, mandi dan langsung tidur.
Namun dari ujung matanya ia melihat sesosok lelaki mungil sedang berjalan di trotoar, sendirian di tengah hujan.
Yang membuat Seungwoo langsung menghampiri cowok itu adalah luka-luka di tubuhnya. Nggak, itu bukan luka karena terjatuh. Lebih seperti luka bekas dipukuli—atau malah dicambuk? Seram juga membayangkan masih ada orang yang tega mencambuk orang lain seperti budak jaman dahulu, Seungwoo pikir.
"Permisi... kamu nggak apa-apa?" Seungwoo memberanikan diri menghampiri cowok itu.
"Nggak apa-apa. Udah, tinggal aja..." yang ditanya hanya menjawab lirih.
"Tapi kamu berdarah, harus diobati," kata Seungwoo lagi.
"Aku bener-bener nggak kenapa-napa."
"Jangan ngotot, setidaknya kamu harus ke rumah sakit!" Insting Seungwoo sebagai seorang dokter langsung dengan sigap bertindak.
Tapi begitu Seungwoo menyebut rumah sakit, ekspresi lelaki mungil itu berubah menjadi aneh.
"Nggak, jangan ke rumah sakit."
"Eh, kenapa?? Kita memang belum kenal, tapi aku ini dokter. Aku nggak bisa meninggalkan orang terluka jalan sendirian di tengah hujan begini!"
"Udah kubilang nggak apa-apa!" lelaki itu malah membentaknya.
"Tapi—!" Seungwoo meraih tangan cowok itu—yang agak terlalu kurus kalau menurut Seungwoo—mencegahnya pergi.
Seungwoo pernah menghadapi yang seperti ini, kok. Seorang remaja korban bullying yang terlalu takut untuk bercerita kepada orang tuanya dan memilih untuk menahan rasa sakit. Bedanya, lelaki yang ada di hadapannya sekarang ini sepertinya terjerat masalah yang lebih rumit dari sekedar bullying di sekolah.
"... aku cuma butuh tempat berteduh sebentar. Mengeringkan baju dan rambutku." cowok itu berkata pelan.
"Kalau itu maumu," balas Seungwoo. "Kamu bisa ke rumahku. Nggak jauh kok dari sini."
Walaupun awalnya ragu, cowok itu akhirnya naik juga ke atas motor Seungwoo.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy Days and Fridays || Seuncat
Fanfiction"Bunga tumbuh di tempat yang banyak terkena hujan dan sinar matahari. Sama halnya dengan benih-benih cinta, mereka bisa tumbuh di hati yang sering terkena hujan dan sinar matahari. Namun siapa pula yang ingin menjadi matahari untuk mengimbangi hujan...