1

393 55 0
                                    

Wooseok benci hari Jumat. Walaupun banyak orang menyukai hari yang menandai awal mula akhir pekan tersebut, sumpah, Wooseok benar-benar benci hari Jumat.

Entah kenapa, di hari Jumat dia selalu ditimpa kesialan. Hari Jumat tiga minggu yang lalu, bosnya menyuruhnya kerja lembur tanpa dibayar lebih. Hari Jumat dua minggu yang lalu, dia dan ibunya harus memohon-mohon kepada pemilik kontrakan rumah yang mereka tinggali, karena mereka belum sanggup membayar uang kontrakan yang sudah menunggak dua bulan lamanya. Dan Jumat minggu lalu, dia dicakar plus digigit oleh kucing liar yang ia temui di jalan. ("Kanibalisme itu Kak. Masa kucing gigit sesama kucing."Eunsang 2k19, teman baik Wooseok yang selalu menyamakan dirinya dengan kucing)

Dan Jumat minggu ini—hari ini—mungkin akan sama sialnya seperti hari-hari Jumat lainnya. Malam itu hujan deras. Wooseok hanya ingin tidur cantik di ranjangnya. Ya walaupun ranjangnya tidak senyaman atau seindah milik orang-orang kaya—bahkan mungkin sedikit lebih jelek dari standar, setidaknya masih lebih baik daripada harus tidur di lantai.

Tapi, yah, namanya juga hari Jumat. Pasti ada sesuatu yang akan menghalangi Wooseok mendapatkan kenyamanan. Walaupun dia ingin tetap di rumah dan bersantai, dia tahu dia tidak bisa. Dia masih harus pergi ke suatu tempat.

Wooseok menghela napas panjang ketika dirinya membuka pintu. Selain hari Jumat, hujan juga salah satu musuh terbesarnya. Masa bodoh dengan payung atau jas hujan, pasti ujung-ujungnya baju dan kaos kakinya akan basah. Wooseok melihat sepatunya—bukan, bukan sepatu mahal, kok. Hanya sneakers putih yang sudah tidak berwarna putih lagi, dengan sol sepatu yang sudah mulai copot, serta bolong di beberapa bagian. Tapi sumpah, itu sepatu paling bagus yang dia miliki. Wooseok menghela napas lagi. Malam ini sepertinya bakal menyusahkan.

"Seok-ah, tunggu..." Wooseok bisa mendengar ibunya memanggilnya dari belakang. "Ini, jangan lupa bawa payung. Nanti kamu basah kuyup lagi kayak kemarin," kata ibunya sambil menyodorkan sebuah payung yang sudah agak rusak.

Wooseok sebisa mungkin tersenyum. "Ya, Eomma... tenang, aku bakal dapetin uang dari mereka, terus langsung pulang secepatnya."

Yumi menatap anak satu-satunya itu sambil mendesah pelan.

"Seok-ah... kamu tau kamu gak perlu sampai gantiin Eomma kayak gini... uhuk uhuk... biar Eomma aja yang ke tempat Aboji-mu..." kata Yumi lagi, suaranya serak.

"Gak, gak, Eomma istirahat aja di rumah. Biar aku aja. Aku gak apa-apa," Wooseok menenangkan ibunya.

Yumi memegang tangan anaknya, yang semakin hari semakin kurus itu. "Kamu yang sopan sama mereka—uhuk uhuk! Y-ya? Bilang juga... kita perlu bayar kontrakan... uhuk! Perlu beli bahan untuk masak... uhuk! Uhuk! Kamu perlu sepatu baru juga..."

Wooseok tersenyum lagi. "Aku berangkat."

.

.

Wooseok berjalan di sepanjang trotoar yang basah menuju tempat tujuannya. Sepatunya dari tadi sudah basah terendam genangan air, payung yang dia bawa juga tidak bisa benar-benar melindunginya dari hujan.

Sialnya lagi, tiba-tiba saja angin berhembus kencang, membuat payungnya yang sudah rusak itu menjadi tambah rusak lagi. Wooseok pun akhirnya basah kuyup juga. Tapi cobaan Wooseok tidak berhenti sampai di situ, beberapa detik kemudian ada sebuah mobil lewat di sampingnya dan dia terkena cipratan dari roda mobil itu.

Dia kira aku tanaman yang perlu disiram apa? Batin Wooseok. Kenapa sih aku selalu sial di hari Jumat saat hujan. Wooseok terus berjalan, tidak peduli lagi pada baju, sepatu maupun payungnya yang sudah tidak berbentuk.

Rainy Days and Fridays || SeuncatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang