Si mungil yang duduk di sebrang Seungwoo memberikan tatapan tidak sabar padanya. Padahal belum ada lima menit sejak ia masuk ke ruang praktek Seungwoo untuk check-up.
Hari ini sepertinya ia datang seorang diri. Ibunya yang minggu lalu menemaninya tidak tampak batang hidungnya.
"Jadi? Kapan aku bisa mulai kerja lagi?" tanya si mungil dengan ketus. Entah kenapa Seungwoo mulai terbiasa dengan cara bicara Kim Wooseok yang seperti ini. Padahal baru seminggu sejak bertemu dengannya pertama kali, namun Seungwoo sudah mulai hafal tingkah laku cowok itu.
"Aku tahu lukamu sudah baikan. Tapi itu nggak berarti kamu sudah bisa beraktivitas sesuka hati. Kamu mau lukamu yang sudah mulai menutup itu terbuka lagi?"
Wooseok mendengus. "Maaf saja Pak Dokter, aku bukan orang yang bisa mendapatkan penghasilan hanya dengan duduk diam sepanjang hari."
"... Yah, kecuali kalau memang itu maumu dan kamu mau berurusan denganku lagi," lanjut si dokter sambil tersenyum.
"Yak, mulus sekali Han Seungwoo. Petrus jakandoorrrr" Seungsik atau Sejun pasti akan berkata begitu jika mereka ada di sini.
"Siapa juga yang mau bertemu denganmu lagi," Wooseok memalingkan wajahnya. "Lebih baik aku kerja daripada menghabiskan waktuku di sini."
"Baiklah, baiklah. Aku akan menuliskan resep baru untukmu. Lalu pergilah ke administrasi, dan berikan resep ini beserta bukti pembayaran pada resepsionis apotek kami seperti minggu lalu. Aku sudah menjelaskannya pada staff administrasi mengenai kondisimu—tidak perlu khawatir mereka akan menagih biaya. Atau kamu mau kutemani lagi ke sana?" dokter muda itu kembali bercanda.
"Sudah kubilang aku bukan anak kecil!" telinga Wooseok tampak memerah.
Seungwoo tersenyum kembali melihat reaksi cowok mungil itu. Ia memang berumur 22 tahun, namun dengan perawakan imutnya itu ia pun masih cocok mengenakan seragam SMA.
Ketika Seungwoo hendak menyerahkan resep yang baru saja selesai ia tulis, tiba-tiba telepon yang ada di meja kerjanya berbunyi.
"Halo?"
[Kak, emergency room. Sekarang.]
Itu suara Sejun, juniornya yang baru saja menyelesaikan koass dan mendapatkan ijin praktek beberapa bulan yang lalu.
"Siapa lagi sekarang, Jun?" Seungwoo yang mendengar nada bicara Sejun yang kurang enak, berusaha untuk tetap tenang walau merasa sedikit khawatir.
[Song Hyeongjun, Kak. Pasiennya Dr. Seokhoon. Tapi Dr. Seokhoon-nya masih di ruang operasi. Kak Seungsik lagi ada urusan juga, gak bisa bantu. Cuma Kakak yang bisa kutelpon sekarang.]
"Oke, aku ke sana." Seungwoo segera menutup telepon.
"Maaf, Wooseok-ssi. Sepertinya aku tidak bisa menemanimu hari ini. Ada urusan mendadak," kata Seungwoo pada pasiennya, sambil menyerahkan resep dokter yang baru.
Wooseok cepat-cepat mengambil resep itu. "Memang nggak usah. Aku bisa sendiri," cibirnya. Ia pun langsung meninggalkan ruang praktek itu.
Segera setelah Wooseok pergi, Seungwoo langsung melesat menuju emergency room.
Hyeongjun-ah... Bertahanlah...
.
.
Pagi itu, Yumi sedang menyapu teras rumah. Sambil sesekali menengokkan kepalanya ke luar pagar, siapa tahu Wooseok sudah pulang.
Kegiatannya terhenti ketika seorang pria paruh baya datang menghampirinya.
"Lama tak jumpa, Nyonya Yumi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainy Days and Fridays || Seuncat
Fanfic"Bunga tumbuh di tempat yang banyak terkena hujan dan sinar matahari. Sama halnya dengan benih-benih cinta, mereka bisa tumbuh di hati yang sering terkena hujan dan sinar matahari. Namun siapa pula yang ingin menjadi matahari untuk mengimbangi hujan...