02.Half of me

20 7 1
                                    

"sampai jumpa lain waktu,aku pergi...."

***


Clarissa merasakan pusing luar biasa, ia terbangun saat fajar mulai melakukan tugasnya. Setengah sadar Clarissa bangkit, ia tak menyangka bahwa ia kelelahan dan berakhir pingsan di dada pria tampan ini. Perasaan tenang menyelusup di bagian terdalam hati Clarissa. Ia senang saat melihat nafas pria itu normal, tidak seperti baru pertama kali ia temukan.

"Apa kekuatan ku bekerja" ucap Clarissa memeriksa jantung pria itu dengan tangan kanan nya.

"Wah!, dia sangat tenang, apa lukanya sudah sembuh?"

Clarissa membuka baju pria itu di bagian perutnya, tertutup oleh kaos putih yang telah berubah warna menjadi merah karna terkena darah.

"Lukanya belum tertutup, lalu bagaimana mungkin?" Monolog Clarissa lagi.

"Tuan!!"

Clarissa tersentak, mendengar suara teriakan yang tak jahu dari tempatnya.

"Hah!,siapa lagi yang datang ke sini sih" umpat Clarissa marah, pasalnya ia sudah terlalu lelah untuk bersembunyi, apa lagi ada seseorang yang tengah terluka bersamanya.

Ia bahkan tak sanggup meninggalkan pria itu sendirian, apa lagi harus kabur menghindari seseorang.

"Tuan... Pak BOS galak!"

Astaga. Suara itu makin dekat, terjadilah kepanikan luar biasa. Di samping Clarisa kepanikan, pria tampan itu sadar namun belum sepenuhnya. Clarissa yang menyadari pun turut menghambur memastikan keadaan pria itu.

"Kau sudah Sadar?" Senang Clarissa tersenyum.

Pria itu mencoba membuka mata perlahan-lahan walau sulit di rasanya. Pandangannya buram menatap teduh seorang gadis yang kepanikan, namun wajahnya tidak jelas terlihat. Kabur dan buram.

"Devan....!"
"Pak boss gila!!!!!!!"

Oh astaga. Clarissa semakin panik, suara itu. Suaranya semakin dekat.

Tunggu. Apa pria ini yang bernama Devan? nama yang bagus untuk orang yang bagus juga. Clarissa masih menimang-nimang semuanya. Lari atau bertahan. Oh ya ampun kenapa harus kembali di posisi ini lagi pikir Clarissa sebal setengah mati.

"Apa kau baik?" Tanya Clarissa pada pria tampan itu. Astaga dia Devan.

Baik lah dia juga TAMPAN ingat itu. Ntah Devan atau siapa pun itu satu kata kuncinya T-A-M-P-A-N itu wajib. Ya karena memang tampan.

"Semoga kau baik. Aku sangat senang bisa bertemu dengan kamu. Aku pergi dulu ya...." ucap Clarissa tersenyum di depan Devan yang masih setengah sadar.

Sudahlah. Clarissa derdecak sebal, sudah tidak ada waktu lagi untuk berpikir, secepat kilat ia lari menjauh. Namun di hati terdalamnya menyiratkan kepedulian, banyak pertanyaan di benak nya. Apa kah pria itu akan baik baik saja? Apa orang yang memanggil itu orang yang baik? Sangkin banyak nya pertanyaan di benak Clarissa sampai sampai ia tak menyadari kaki kirinya berdarah tertusuk duri.

Akh...

Rintihan kecil keluar dari bibir mungil nya. Sudah berulang kali ia terluka, rasanya semenjak ia berpijak di bumi Clarissa selalu mendapat luka. Memang ini yang harus dilakukan Clarissa untuk menghindar dari pernikahan konyol keluarga kerajaan.

Clarissa terduduk di bawah pohon besar, ia mengistirahatkan badan nya sejenak sembari melihat luka kakinya.

"Akh... Mengapa sesakit ini" guman Clarissa sendiri.

"Apa sebaiknya aku pulang ke kerajaan saja" pikirnya konyol.

"Ah tidak! Buat apa aku pulang ke sana lagi, sudah cukup dengan kekonyolan itu. Tidak.... Aku lelah" guman Clarissa menyemangati dirinya.

Memang seharusnya seperti itu, buat apa perjuangan nya melarikan diri hingga sampai di sini, sia-sia?  Malahan dengan semua luka yang di alami seharusnya ia lebih kuat, jangan biarkan semua rasa sakit dari luka ini tidak berarti.

Setelah menyembuhkan kakinya Clarissa berjalan kembali menyusuri hutan mencari jalan keluar. Tak mungkin menggunakan kekuatan lagi untuk keluar dari hutan ini, setelah ia menguras semua kekuatannya semalam, di tambah lagi tadi untuk menghilangkan lukanya. Bisa-bisa ia pingsan lagi seperti semalam.

Ys A

"Pak bos!!!! Devan lu di mana!"

Suara itu semakin dekat, Devan yang setengah sadar mendengar suara itu sayup-sayup. Matanya masih berat untuk terbuka di tambah kepalanya seperti mau meledak. Devan mencoba sekeras tenaga untuk bisa sadar sepenuhnya namun sulit. Dia masih lemah.

Srek srek srek

"Devan" teriak seorang pria muda dan mungkin seumuran dengan Devan.

Pria itu berlari ke arah Devan terbaring, air mukanya menyiratkan kekhawatiran mendalam. Bagaimana tidak? Ia menemukan Devan terbaring dengan banyak Darah kering di pakaian nya.

Tanpa pikir panjang pria itu mengambil telepon genggam nya dari saku dan langsung menekan nomor lalu mulai menyambungkan. Ia meminta bantuan dari anak buah nya yang tengah menyebar untuk mencari Devan tadi.

"Dev! Bangun Dev" ucap pria itu menggerak-gerakan lengan Devan supaya tersadar.

Devan yang setengah sadar merespon dengan sedikit gerakan jarinya, lukanya memang tidak mengeluarkan darah lagi, namun luka itu masih menganga lebar. Sakit dan terasa nyeri di sana sini.

"Tahan Dev, sebentar lagi bantuan datang okey!"

Hanya anggukan kecil yang menjadi balasan.

"Kemana kau!!, kenapa kau menghilang dari sini?"Devan bergumam dalam hatinya.

Ys A

Sudah lelah berputar putar, berlarian seperti anak ayam kehilangan induknya. Clarissa merasa letih dengan semua ini, terasa semua usahanya sia sia. Cuman hanya membuatnya lelah tanpa ada jalan keluar.

Kekesalan memuncak saat Clarissa hanya melihat hal yang serupa berulangkali, pohon itu lagi, jalan ini lagi. Maka di putuskan nya untuk beristirahat sejenak di bawah pohon besar.

Setelah berpikir sangat keras Clarissa menemukan jalan keluar satu-satunya. Kekuatannya. Ia harus gunakan itu untuk bisa keluar dari hutan ini.

Ia memfokuskan jiwa dan pikiran nya supaya selaras. Setelah itu perlahan lahan jari tangan kanannya naik ke atas sembari ia memikirkan sebuah tempat yang lebih baik dari tempat ini.

Ya.... Clarissa gagal di sesi percobaan pertamanya, namun Clarissa tidak kecil hati ia mencoba lagi untuk kali kedua dan ketiga. Namun apa yang di dapat? nihil. Tidak ada yang terjadi.

Dengan wajah kusut nya Clarissa ingin menangis sekarang juga, siapa yang bisa membantunya di sini?

Tangan kanan Clarissa naik ke lehernya, ingin rasanya menenang kan diri lewat dua kalung sayap miliknya.
Ia mulai menggenggam kalungnya itu sambil menceritakan segala keluh serta sedihnya.

Clarissa sering melakukan itu, kegiatannya sedikit membantu meski hanya beberapa persen saja. Namun itu lebih baik dari pada tidak sama sekali.

Sekitar lima menitan ia menggenggam kalungnya. Terasa ada sesuatu yang kurang dari kalungnya.

"Kemana satu nya?"

"Oh astaga di mana kalung sayap yang lain, kenapa hanya satu?"
Clarissa panik sembari melihat ke arah kalungnya.

"Itu sebagian dari diri ku, jika itu hilang..." Clarissa menutup mulutnya agar berhenti mengkhawatirkan hal yang buruk.

"...Ah tidak-tidak gak mungkin hilang! Tapi kemana?" racau ia panik untuk kedua kalinya.

To
Be
Continue

PematangSiantar,
Medan 24 Des 2019

Salam manis❤️
Jangan lupa vote,comen ya😘

Your AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang