20

641 61 19
                                    

Tin menatap layar komputer di depannya dengan sedikit kesal. Deretan huruf yang ada di sana seperti deretan huruf yang tidak ada artinya. Suasana hatinya sedang benar-benar buruk.

Sudah tiga hari ini sang istri' tidak mau berbicara padanya. Pasalnya tiga hari yang lalu tin melarang pete untuk menggendong 'bayi mereka' yang kini sudah memasuki bulan ke dua dalam kondisi kehamilan pete yang mulai memasuki bulan ke delapan. Ya,tin melarang pete menggendong son,bayi yang mereka asuh selama hampir dua bulan ini. Efek dari itu semua adalah aksi mogok bicara pete terhadap tin.

Tin sudah berusaha minta maaf pada istri cantiknya itu,namun selama tiga hari ini tin hanya melihat wajah masam pete.

Tok..tok

"Aw..kenapa wajah mu sangat tidak enak di pandang tuan besar tin?!" ejek kit pada sahabat sekaligus patner bisnisnya.

"Pete tidak mau bicara padaku"

"Kenapa lagi?? Apa yang kini kau lakukan?? Tidak bisakah kau mengalah saja tin?"

"Aku tidak melakukan apa-apa phi.." jawab tin kesal. Sahabatnya sendiri justru menyudutkannya.

"Lalu..demi Tuhan tidak bisakah kau mengalah sedikit saja,kasihan pete. Kau ini harusnya bersyukur punya istri sebaik pete."

"Aish..phi..aku hanya melarang pete menggendong son, karena aku takut akan terjadi hal yang tidak baik pada kandungan nya. Demi apapun aku hanya tidak ingin penantian kami selama ini sia-sia" papar tin seraya mengusap wajahnya lelah.

"Aku paham,tapi katakan dengan baik agar dia tidak tersinggung na.. Haish..pulang sana,kalau seperti ini dokumen apapun tidak akan kau baca dengan baik." perintah kit.

"Hmm..apa yang harus kulakukan phi..??"

"Pulang,bicara padanya, ajak dia makan malam,jalan jalan, ke taman bermain,bawakan apa yang dia suka..atau apa lah,aku kan tidak tahu kesenangan istrimu"

"Phi gila,dalam kondisi hamil besar malah ke taman bermain. Dia hanya ingin bersama son phi.. Sudah sebulan ini pete tidak datang ke rumah mae dan dady"

"Ya sudah, sana pulang"

Dengan sedikit kesal tin membereskan dokumen di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas kerjanya.

"Stop tin, tinggalkan dokumen itu di sini, pulang, hadapi istrimu"

Mendengar itu tin meninggalkan semua dokumennya di atas meja. Menyambar jas,handphone dan kunci mobilnya,keluar ruangan. Melihat itu kit hanya geleng-geleng kepala.

"Baru mau punya anak satu sudah ribut tiap hari" gumam kit seraya meninggalkan ruangan CEO Mnet.Corp.

.

Selama perjalanan pulang tin berpikir kerasa apa yang akan dia lakukan untuk mendapatkan senyuman di bibir manis pete. Harus tin akui kehadiran son ditengah keluarga kecilnya telah membawa dampak yang besar pada istrinya. Pete lebih memperhatikan son dibandingkan dengan dirinya sendiri.

Beberapa kali tin memergoki pete tengah berdiri memandangi wajah lelap son di dalam box bayinya,di samping ranjang di kamar tidur mereka. Tin tahu jika pete sangat senang dengan kehadiran son diantara mereka, tapi yang tin cemaskan adalah kondisi kesehatan pete.

Sudah seminggu ini kedua kaki pete mengalami bengkak. Dokter bilang itu hal yang biasa. Pete hanya perlu mengurangi aktivitasnya. Tin memang meminta dokter lebih rutin memeriksa istrinya. Bagaimanapun kehamilan pada pria berbeda dari wanita. Dan merunut pada riwayat kesehatan pete selama hamil,tin tidak mau gegabah. Tak terasa mobil tin sudah berhenti di dalam garansi.

Perlahan tin memasuki rumah,tampak beberapa maid yang dia tambahkan untuk membantu pete di rumah.

"Di mana tuan muda?" tanya tin pada salah satu maid yang tengah membersihkan ruang keluarga.

My Koon Chai (HIATUS)Where stories live. Discover now