Beberapa hari setelah itu, aku mencoba untuk lebih terbuka dengan teman - teman sekelilingku aku memulai dari teman - teman sekelompok beberapa kali aku telah menemui mereka dalam beberapa perkumpulan aku mencoba untuk tidak hanya pasif nanmun mengutarakan pendapat.
Dan jika kau bertanya apa yang merubah ku secara drastis dan tiba - tiba maka akan kujawab demikian :
Jika keinginan akan menggerakkan kita untuk selalu bergerak maju dan menghilangkan hampa maka menentukan tujuan yang kau inginkan namun mustahil pada kondisimu sekarang akan dengan ajaib mengubahmu, dalam fase memenuhi keinginan itu tidak ada rasa kehampaan apapun yang kau lakukan dan disini aku menentukan tujuan mustahilku adalah memiliki gadis itu, musthil bukan? Namun seperti gapaian tangan, aahhh namun bukan dalam bidang romansa, aku hanya ingin memilikinya hanya ingin sebagai tujuan,
Lalu bagaimana setelah aku mendapatkanya kau tanya?
Lebih baik tak perlu berfikir sejauh itu dulu.
"Vin, makan yuk..." ajak gadis itu
"Ayo"
Kita memutuskan untuk makan di tempat yang sama dalam kesempatan lalu pertama kali aku menyadari keberadaan gadis ini.
Walau warung itu selalu ramai anehnya selalu saja ada tempat kosong yg tepat untuk makan berdua.
"Ternyata kamu bisa bergaul juga ya vin?"
"Hah? Ya bisalah"
Di sela - sela makan itu kurasakan sebagai sebuah checkpoint dimana aku bisa merasakan bahwa jarak antara kita benar - benar berkurang, bercanda dan tertawa bersama di sela makan, namun tiba - tiba air wajah gadis itu berubah serius kemudian ia bertanya
"Vin, apa itu keajaiban?"
"Keajaiban.." aku menaruh alat makanku sejenak berfikir mencari opini
"Keajaiban menurutku adalah ketika tuhan memberikan sentuhanya, sentuhan tuhan adalah keajaiban"
Gadis itu tersenyum
"Lalu apa itu sentuhan tuhan?"
"Sentuhan tuhan adalah... ketika tuhan menjadikan kemustahilan menjadi mungkin"
"Apa definisi mustahil?"
Aku sedikit terheran, dari perbincangan ringan tiba - tiba ia mengganti gear secara drastis namun aku hanya perlu menjawab
"Mustahil berarti sesuatu yang gila namun suatu saat kelak bisa kita lewati-"
"Seperti mati?"
Aku bergidik, namun anehnya aku merasa tertantang
"Menurutku mati adalah takdir"
"Aahhh bukankah takdir itu salah satu dari kemustahilan?" ia mengambil rokoku dan menyulutnya
"Takdir berbeda dari kemusthilan, takdir... adalah hal yang mutlak adalah suatu sistem yang tuhan ciptakan untuk tak bisa diganggu gugat"
Gadis itu tertawa kecil
"Haha lalu dengan rasional itu, mati adalah suatu kemutlakan?"
"Ya" kujawab dengan tegas
Setelah jawaban itu ada sedikit hening yang aneh, ia melamunkan pikiranya dalam asap
"Yahhh maaf tiba - tiba bertanya hal yg aneh hahaha, kau penjawab yang baik Vin..."
"Maksudnya?"
"Yaaa kebanyakan orang tidak akan langsung menjawab namun balik bertanya, kenapa sih kok tanya kayak gitu? Namun dirimu tidak, kau hanya menjawab apa yang kutanya tanpa tanya balik tanpa hindaran, heemmm menarik..."
Aku terdiam
Sejenak aku berfikir momen yang baru saja terjadi, kusambar rokoku kemudian menyalakanya, aku memikirkan sindiranya, apa aku terlihat seperti kerbau yang dicocok hidungnya? Namun perasaan tertantang tadi apa...
"Vin apa kau percaya tuhan?"
Dikagetkan dengan pertanyaan itu aku menjawab
"Bukankah kita harus percaya?"
"Menarik..., lalu jika aku tidak percaya tuhan, apakah aku akan bebas dari kemutlakan? Contohnya saja... kematian?"
Gila, aku terheran...
"Put...kena-"
"Ahhh maaf, mungkin aku terlalu menekanmu, hanya saja..."
"Hanya saja... hanya saja kupikir kemutlakan adalah hal egois.."
"Kenapa egois?"
"Tidakkah kau pikir tuhan itu egois Vin? Tuhan dan sistemnya, juga dunia ini, kita tak bisa memilih untuk dilahirkan dimana kapan kita mati dan lagi tuhan menjanjikan bahwa kita dapat mengubah nasib kita lewat kerja keras bahwa untuk menjadi apa di dunia adalah pilihan kita..."
Ia mematikan rokoknya
"Namun sampai di dunia kita kembali diatur oleh sesama kita, dari bagaimana kita harus hidup sampai bagaimana kita harus mati, aku muak... mereka itu siapa mengatur hidupku? aku muak!"
Ia menggubrak meja dan seketika sekeliling warung memperhatikan kita
"maaf vin... ayo pulang..." tawar gadis itu
Aku diam seribu kata, namun aku menggerakkan tubuhku dan menuruti perintahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menggapai
Short StoryVincent berkaca pada dirinya, pada interaksi manusianya, pada para maha dan tragis yang bisa terlupakan. Sebuah kisah dimana ketidakpastian akan membuat asa kian putus tak tau arah. Sebuah kisah dimana hasil adalah apa yang harus dipilih untuk bis...