14

234 42 24
                                    

Sehun menatap Jinhwan dengan seksama, telinganya dia pasang baik-baik agar bisa mendengar pejelasan dari Jinhwan secara rinci. Latte panas miliknya sudah menjadi dingin seiring dengan tetesan hujan yang mulai berhenti membasahi bumi. Di hadapannya, Jinhwan masih berceloteh tentang kehidupannya setelah mengenal pemuda bermarga Koo. Sesekali Jinhwan akan memasukkan potongan kue ke dalam mulutnya disela-sela ia berbicara.

Jinhwan ini, kenapa bisa sampai semenggemaskan begini?

Sehun mendesah prihatin akan dirinya sendiri. Kenapa dulu dia begitu tega menyakiti anak semanis Jinhwan? Kini Sehun mengeluh pada Tuhan, kenapa dia tidak dipertemukan dengan Jinhwan lebih awal? Kenapa dia harus bertemu dengan Jinhwan setelah bertahun-tahun pernikahannya dengan Luhan?

Jika saja dia lebih dulu mengenal Jinhwan daripada Luhan, mungkin saja saat ini hubungan mereka tidak akan serumit ini. Sehun mencintai Jinhwan, tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Luhan yang sudah bertahun-tahun menemaninya. Disatu sisi dia begitu tidak tega untuk melepas Jinhwan sendirian di dunia yang kejam ini, tapi disisi lain ada Luhan yang juga membutuhkannya.

Dia tidak menyembunyikan apapun dari Luhan. Luhan tau semuanya, perihal Jinhwan, perihal kepergiannya ke Korea secara mendadak, perihal semuanya. Dan gilanya, Luhan tidak marah. Sehun tidak mengerti, sebenarnya terbuat dari apa hati Luhan? Pria asli berdarah Tiongkok itu justru amat sangat menyayangi Jinhwan dan malah menganggap Jinhwan seperti anak sulung mereka berdua. Luhan selalu bertanya keadaan Jinhwan melalui dirinya, Sehun sempat memberikan nomor ponsel Jinhwan padanya, tapi Luhan bilang itu akan terasa canggung bila dia sendiri yang menghubungi Jinhwan.

"Luhan merindukanmu, Jinani." tuturnya tiba-tiba, membuat Jinhwan yang sedang mengunyah sepotong kue menjadi tersedak. Sehun meraih gelas susu milik Jinhwan dan memberikannya pada pemuda itu. Dia berpindah duduk menjadi di samping Jinhwan dan menepuk-nepuk lembut punggung sempitnya.

Setelah berhasil mengendalikan napasnya dan meloloskan potongan kue yang menghambat saluran napasnya, Jinhwan berusaha menjawab -atau lebih tepatnya bertanya- pada Sehun, "Maksud daddy?"

"Luhan bilang dia merindukanmu. Ikutlah denganku ke China, kau akan tinggal bersamaku dan juga Luhan." ujar Sehun langsung pada intinya.

Jinhwan menggeleng, dia tidak bisa ikut dengan Sehun karena masih ada Junhoe yang mampu menemaninya, "Daddy, aku tidak bisa. Aku hanya akan menyebabkan rumah kalian menjadi penuh benci, aku tidak ingin menyakiti Tuan Lu lebih jauh."

"Jinhwan," Sehun meraih tangan mungil Jinhwan dan menggenggamnya lembut, "Luhan tidak seperti itu, aku pun sama. Kau sudah kami anggap sebagai anak sulung kami, Jinhwan. Kau tidak akan menyakiti Luhan begitupun aku." sedikit meremas tangan Jinhwan, Sehun mencoba untuk melanjutkan kata-katanya, "Ikutlah denganku, Jinhwan. Aku akan membahagiakanmu, aku janji."

Jinhwan terlihat bingung, dia tidak menyangka bahwa Sehun akan berbuat seperti ini. Harus bagaimana dia kali ini? Sambil meremas balik tangan Sehun, akhirnya Jinhwan membuat keputusan yang akan sangat berdampak besar pada kehidupannya.

"Daddy..."




...






Junhoe tidak menyangka bahwa dia harus menetap lebih lama di Jepang. Dia tidak menghubungi Jinhwan sama sekali. Panggilan dari pria itupun tidak dia jawab. Dia hanya sedang butuh sebuah ketenangan. Sendiri. Dan merenungi semua apa yang telah dia perbuat.

Menyesal pun tidak berguna lagi saat ini. Dia hanya tidak percaya, kenapa dia bisa sebodoh ini untuk melakukan hal berdosa itu?

Junhoe mengacak rambutnya kasar, pusing kembali menyerang kepalanya. Mulut pemuda Koo itu tidak berhenti mengumpat, dia merasa ada yang salah dengan dirinya. Ah tidak, tapi dengan wanita sialan itu. Dia tidak mungkin menghamili wanita itu, mereka hanya tidur satu kali dan mana mungkin bayi itu bisa langsung ada dalam perut wanita sialan itu?

JUNHWAN -APOLOGY[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang