EPILOG

447 39 42
                                    

"Ziyu jangan berlari!" seruan itu menggema di rumah megah keluarga Oh. Ziyu; si putra bungsu sedang berlarian mengelilingi meja makan kemudian berlari ke arah dapur dan terakhir menuju ruang tamu.

"Viviiii..." dan si bungsu malah membalas dengan teriakan. Astaga.

Hari masih pagi tapi kediaman Oh sudah begitu ramai dengan suara-suara yang saling bersahutan. Seekor anjing berbulu lebat warna putih terus berlarian mengikuti si putra bungsu.

Bruk.

"Huwaaa mommy.... Vivi nakal..." kini bahkan suara tangisan yang memenuhi seisi rumah.

Putra bungsu keluarga Oh; yang sebenarnya adalah putra tunggal, berusia lima tahun lewat beberapa bulan. Sangat hiperaktif dan cerewet, benar-benar meniru sang mommy.

Mendengar sang putra menangis, Sehun segera menghampiri putranya yang ternyata sudah dalam posisi terkurap akibat tertabrak oleh anjing peliharaan mereka. Ziyu menangis dan vivi; si anjing, masih berlarian kesana kemari.

"Ziyu, kan mommy sudah bilang jangan berlari. Sudah, jangan menangis." Sehun mengangkat tubuh anaknya dan membawanya dalam gendongan. Kaki jenjang pria itu melangkah menuju meja makan dan setelahnya mendudukan sang putra bungsu di kursi meja makan. "Mana Jinhwan?" tanyanya pada pria yang kini sibuk dengan mesin pembuat kopi.

"Ku rasa semalam dia tidak pulang, menginap di rumah Tao." jawab Luhan; pria yang sedang sibuk dengan mesin pembuat kopi.

"Kenapa tidak pulang? Apa pestanya sampai pagi?" Sehun kembali bertanya, sebenarnya dia sudah tidak heran kenapa Jinhwan tidak pulang. Anak itu, sejak kepindahannya ke China dua tahun lalu jadi sering keluar bersama Tao dan teman-temannya.

"Tao bilang semalam pestanya selesai jam sebelas," jelas Luhan, dia meletakkan secangkir kopi di hadapan Sehun, "Tapi Jinhwan tidak bisa pulang karena Wu Qian menahannya lebih lama." lanjutnya.

Pria bermata rusa itu mendudukkan dirinya di samping Ziyu yang sedang mengunyah wortel.

"Wu Qian?" Sehun merasa asing dengan nama ini. Seingatnya Jinhwan tidak punya teman bernama Wu Qian.

"Iya, yang ku dengar dari Jinhwan, mereka sedang dekat. Aku tidak tau mereka berpacaran atau tidak. Tapi Wu Qian sangat cantik."

"Wu Qian yang mana, Lu? Kenapa Jinhwan tidak pernah bercerita padaku?" muncul kernyitan di dahi Sehun yang membuat Luhan terkikik geli.

"Jinhwan bilang dia tidak mau memberitaumu, karena nanti kau malah mendatangi temannya itu dan mengancam yang tidak-tidak." balas Luhan dengan nada mengejek. Dia ingat, satu tahun setelah Jinhwan tinggal di China, ada seorang tetangga mereka yang mencoba untuk mendekatinya, tapi Sehun bertindak lebih cepat. Dia mengancam gadis itu hingga ketakutan.

"Ck. Keselamatan Jinhwan adalah tanggung jawabku, Lu. Aku tidak mau kejadian lalu terulang lagi." Sehun membela diri.

"Sehun," Luhan meraih jemari Sehun dan meremasnya lembut, "Itu sudah dua tahun yang lalu. Kau sudah membawanya sangat jauh, kejadian itu tidak akan terulang kembali. Pria itu tidak akan pernah bisa mengusik hidup Jinhwan lagi." terang Luhan. Tapi Sehun tetap pada pendiriannya, dia sangat keras kepala.

"Lu.."

"Percaya padaku. Tidakkah kau lihat bahwa Jinhwan sudah jauh lebih baik sekarang? Teman-temannya sangat baik, mereka menyayangi Jinhwan begitu tulus. Mereka tidak akan menyakiti Jinhwan, Sehun."

Saat Sehun hendak mengeluarkan suaranya, suara pintu terbuka dan teriakan -lagi- sudah lebih dahulu terdengar.

"Aku pulang~" anak sulung keluarga Oh sudah berada di rumah.

JUNHWAN -APOLOGY[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang