5

452 58 55
                                    

"Saranghae.."

"Nado saranghae.."

Bruk.

Sebuah bantal melayang dengan indah menuju televisi yang kini tengah menayangkan sebuah drama. Si pelaku pelemparan hanya mendengus, sialan sekali adegan di depannya itu. Apa-apaan itu saranghae saranghae? Berniat mengejek, huh?

Seorang pria baru saja keluar dari dapur dengan membawa dua gelas berisi minuman dingin. Tatapannya jatuh pada sebuah bantal yang tergeletak begitu saja di lantai. Sialan pria itu, selalu saja melempar bantal ke arah televisi bila acara yang ditayangkan adalah adegan romatis sebuah drama. Sudah berapa kali diberi tau pun tetap saja dia melakukan hal yang sama.

Bisa rusak televisinya bila terus menerus dilempari bantal. Itu televisi mahal omong-omong.

"Bukankah sudah berjuta-juta kali aku bilang untuk tidak melemparkan bantal?" pria itu bertanya dengan nada dingin, lelah sekali menghadapi sikap kekanakan si pelaku pelemparan. "Bagaimana kalau televisinya rusak? Kau mau menggantinya dengan yang baru?" lanjutnya sembari mendudukannya dirinya di samping si pelaku.

Si pelaku hanya memutar bola mata malas, "Tapi aku kesal karena adegan romantis itu terus diputar, Junhoe."

Junhoe; si pemilik televisi balas memutar bola mata, "Matikan tivinya bukannya malah kau lempar dengan bantal."

"Tidak usah ikut campur."

Junhoe mendengus jengkel, yang punya rumah siapa, yang berkuasa siapa.

"Pergi angkat bokong malasmu itu, bukankah kau harus bekerja?" sungut Junhoe. Pria penggila dunia fotografi itu sudah sangat dibuat kesal oleh seseorang yang kini sedang menatapnya dengan pandangan sendu. "Tidak perlu merajuk." lanjutnya.

"Hanbin akan kecewa kalau tau tujuanmu ke Korea hanya untuk malas-malasan." Junhoe menasehati.

Orang yang dinasehati hanya diam, tidak sudi untuk menjawab.

"Pikirkan tentang Hanbin yang membutuhkan uang sekolah, uang jajan dan uang bulanannya. Kau mau dia kelaparan di Amerika sana?"

"Masih ada Chanwoo."

Beberapa hari yang lalu, Junhoe kedatangan tamu tak diundang dari daratan Amerika. Siapa lagi kalau bukan Bobby. Pria itu dengan tiba-tiba datang mengetuk pintu apartement miliknya dan masuk tanpa permisi. Junhoe selaku tuan rumah hanya mematung.

Bobby menceritakan semuanya -setelah dipaksa oleh Junhoe. Dia bilang alasannya ke Korea adalah untuk bekerja di salah satu anak perusahaan milik ayahnya. Sebenarnya dia juga tidak mau untuk kembali ke Korea karena Hanbin belum menyelesaikan studinya.

Tuhan mungkin sedang berbahagia saat meniupkan ruh pada manusia mungil bernama Bobby. Entah kebaikan macam apa yang orang tuanya lakukan di masa lalu, Bobby tumbuh menjadi anak yang bermurah hati.

Dia dengan suka rela menampung Hanbin yang kala itu hanya anak sebatang kara. Dia memberi Hanbin makan, pakaian, bahkan pendidikan. Dia dengan tulus memberinya kasih sayang. Memenuhi semua kebutuhan Hanbin.

Dia juga tidak segan-segan untuk menolong Junhoe yang notabene adalah anak pembangkang. Bobby beralasan semua orang punya hak dan kewajiban yang sama, hak untuk disayangi dan kewajiban untuk saling tolong menolong.

Junhoe tau, tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Tapi jika boleh dia berlebihan, dia akan berteriak pada dunia bahwa Bobby adalah manusia sempurna dengan segala kemurahan hatinya.

Menyandang marga Kim dan tumbuh di dalam keluarga yang terbilang kaya tidak membuatnya lupa daratan, dia tetap bekerja keras untuk membiayai hidupnya juga Hanbin. Orang tuanya sudah dengan suka rela untuk membantu, tapi Bobby ingin membangun jati dirinya sebagai sosok yang bertanggung jawab.

JUNHWAN -APOLOGY[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang