hana.

114 14 2
                                    

Pagi itu seorang guru disalah satu sekolah menengah atas yang cukup elit melangkah ke lorong-lorong kelas X tanpa secuil buku sekalipun ditangannya. Berbeda dari hari biasanya, ia akan membawa bertumpuk-tumpuk buku sejarah yang sangat tebal.

Namanya Johnny Ringo namun sering dipanggil dengan Pak Djoni oleh anak didiknya. Seorang guru sejarah asal perbatasan Tombstone, Cochise County, Wilayah Arizona, Amerika Serikat dengan berkewarganegaraan USA.

Murid-murid yang sedang bersenda gurau disepanjang lorong maupun depan ruang kelas seketika lari berbondong-bondong melihat kedatangan Johnny Ringo.

"Pak Djoni dateng Pak Djoni dateng"

"Kabur woy ada pakle"

"Njir ngapain tuh tiang listrik"

"Udah woy kabur"

Johnny hanya mampu tersenyum melihat kelakuan anak didiknya. Tapi ada sesosok murid yang menarik perhatiannya. Bukan karena gayanya yang nyeleneh atau apa, karena sungguh bila bisa dikatakan anak muridnya yang satu ini nampak berbeda. Bukan dalam artian buruk, tapi lebih menjurus ke gaya pembawaannya yang keren memukau itu. Wajahnya tampan dengan pahatan tulang pipi yang tegas dan hidung runcing nan mancung. Walaupun hanya menggunakan sragam sekolah pun ia nampak terlalu menonjol dengan rambut coklat terang dan bola matanya yang cerah keabu-abuan. Apakah muridnya ini memiliki darah campuran dari luar?

Johnny perlahan menghampiri sesosok muridnya ini yang sedang duduk dengan santainya dibangku depan kelas tanpa memperdulikan teman-temannya yang sudah lari pontang-panting karena kehadiran dirinya.

"Kamu kenapa masih duduk-duduk santai disini? "

"Lagi ngadem Pak, capek habis basket" Pembawaannya tenang pun suaranya yang tegas dan husky. Membuat siapa saja akan dengan mudahnya terjatuh ke dalam pesona bak putra Dewi Aprodit. Begitupun dengan Johnny yang merasa terpesona, tetapi ia harus bersikap biasa saja. Ia harus menjaga sikap di depan muridnya ini.

Johnny melihat murid tersebut dengan datar. "Sekarang kamu masuk kelas sana! Memang tidak ada guru yang mengajar? "

"Udah dibilang masih capek Pak, lagi pula hari ini jamkos Pak"

"Tetap saja kamu harus masuk ke kelas, ini masih jam pelajaran. Teman-teman sekelasmu saja sudah pada pergi masuk ke kelas"

"Lah temen sekelas saya? Mana Pak? Kok saya gak liat ya"

Johnny menghela nafas kasar "Itu yang tadi. Yang langsung pada kabur lihat saya datang, cuma kamu yang masih betah disini" Johnny merubah ekspresinya menjadi sedikit tersenyum.

"Itu mah bukan temen sekelas saya Pak"

"Terus?"

"Nabrak hahaha"

Walaupum dimata Johnny, murid ini menawan. Johnny dibuat sedikit kesal oleh tingkah lakunya.

"Biasa aja dong Pak, jangan ditekuk gitu mukanya nanti cepet tua loh hahaha"

Johnny tersenyum menanggapi humoran kelewat tak berbobot ini.

"Lagian ya Pak ngapain saya ngikutin mereka masuk, orang kelas saya bukan disini kok hahaha"

"Hah? "

"Saya kan kelas sebelas Pak"

"Hah? " Johnny merespon informasi muridnya tersebut dengan kerutan diwajahnya.

"Kelas saya itu yang wali kelasnya pacar Pak Joni" Dengan senyuman menggoda ia suguhkan.

"Hah?" Johnny melongo.

"Baru tau ternyata pekerjaaan sampingan Pak Joni jadi tukang keong"

"Maksudnya? Kamu menghina saya?"

"Idih Pak Joni mah gak bisa diajak bercanda. Gini loh Pak, saya itu udah kelas sebelas, ngapain masuk kelas sepuluh. Wali kelas saya juga pacar Pak Joni loh, perlu saya sebutin namanya? Gak usah lah ya. Yang tadi itu anak kelas sepuluh bukan temen sekelas saya Pak" Akhirnya murid tersebut menjelaskan lebih rinci, karena capek juga ditanya-tanya Johnny.

Johnny mencermati penjelasan yang dilontarkan muridnya ini yang ia kira salah satu anak kelas X, tapi ternyata ia kelas XI. Makanya Johnny agak merasa asing melihat murid tersebut.

"Terus kenapa kamu di gedung kelas sepuluh? Gedung kelas sebelas kan bukan disini?"

"Aduh capek deh ngomong sama Bapak daritadi gak ngerti ngerti"

Johnny mengerutkan kening, tak mengerti apa yang dimaksudkan oleh muridnya ini.

"Udah deh lebih baik Bapak pergi aja"

Wajah Johnny seketika muram mendengarnya. Tetapi ia tetap akan pergi meninggalkan murid tersebut, karena ia juga masih punya pekerjaan lain yang lebih penting daripada mengurus sesosok murid ini yang agak menyebalkan menurutnya.

Sebelum beranjak Johnny sempat melirik nama badge yang tertera di sragam bagian dada kiri murid ini, murid yang tidak ada takut-takutnya dengan Johnny. Bukannya Johnny ingin agar ia ditakuti, tapi karena akibat dari interaksi singkat ini, Johnny jadi penasaran siapa sebenarnya sosok muridnya ini yang kelewat santai saat berbicara padanya.

Raden Mas Mbak Beli Gado-gado

"Hah?" Johnny dibuat tercengang seketika, akibat nama badge muridnya ini yang kelewat sangat sangat aneh dan begitu kontras dengan paras menawannya.

"Ada apa pak Joni?" Johnny sampai tak kuasa mengeluarkan suaranya. Ia hanya menunjuk kearah nama badge muridnya itu.

"Oalah ini toh. Kenapa Pak? Keren kan?" Sambil menaik turunkan sebelah alisnya murid ber nametag Raden Mas Mbak Beli Gado-gado ini tertawa receh melihat respon Johnny yang sampai membatu saking tercengangnya. Walaupun begitu ia masih terlihat tampan.

"Hahahahaha Pak Pak mau aja kena tipu hahaha ini mah bukan nama saya Pak hahahahaha"

Melihat Raden Mas Mbak Beli Gado-gado tertawa geli sampai guling-guling dilantai, Johnny jadi merasa sedikit terhina seperti wibawanya mengurang tertiup angin.

"Ekhem" Satu deheman untuk merebut afeksi muridnya yang agak gila(?) ini. Secara reflek murid tersebut berhenti guling-guling tapi masih terduduk di lantai.

"Terus ini nama aneh milik siapa? Kalau bukan milikmu?" Johnny mencoba mengalihkan perhatian.

"Ini biar gampang Pak kalo pesen makanan dikantin. Hari ini saya pesen gado-gado besoknya kalo ganti menu saya tulis di nametag jadi Raden Mas Mbak Beli Soto atau bisa Beli Somay, Beli Bubur Ayam, Beli Geprek, pokoknya masih banyak deh Pak. Tapi yang paling saya suka itu Raden Mas Mbak Beli Yang Gratisan hahahahaha keren kan Pak hahaha " Serunya heboh diiringi tawa receh, sedangkan Johnny mengernyit ada gitu murid kaya begini waktu emaknya hamil ngidam apaan ya?

"Lalu nama kamu siapa?"

"Loh Bapak Djoni yang terhormat gak tau nama saya?" Murid tersebut geleng-geleng kepalanya. Lalu ia berdiri tegak menghadap Johnny dengan sikap siap ala tentara.

"SIAP PAK NAMA SAYA LETNAN KOLONEL JENDRAL RADEN MAS 24karat AKSENA TEJA DININGRAT PUTRA MAHKOTA KERAJAAN SEA WORLD SIAP MELAPOR!!!" Serunya sangat bersemangat dengan diakhiri hormat ala prajurit.

Johnny sudah menutup kedua telinganya akibat polusi suara yang memekakkan telinga, bisa jadi setelah ini Johnny harus melakukan pemeriksaan THT.

Johnny menghela nafas berat, bisa-bisa ia cepat tua bila menghadapi murid modelnya begini.

Johnny mengusap usap telinganya. Sedangkan Aksena atau yang lebih sering dipanggil Aksa hanya tertawa tanpa beban.

"Kalau begitu saya pamit undur diri, Raden Mas" Wajah Johnny berubah masam. "Baiklah Bapak" Serunya dengan menahan tawa.

Setelah kepergian Johnny, Aksena sudah siap mengeluarkan tawa mengudaranya kembali.

Sambil berjalan meninggal murid gilanya itu Johnny berfikir, ia seperti merasa familiar dengan nama muridnya dari itu. Atau karena pacar Johnny adalah wali kelas Raden Mas Aksena Teja Diningrat sehingga ia pernah beberapa kali mendengar nama Raden Mas disebut. Terserah, yang penting Johnny akan terus mengingat nama Raden Mas dalam pikirannya.

______________________________________










TBC

Raden Mas and his friendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang