5

19 6 0
                                    

Guys, gak ada salahnya loh untuk tekan vote. Jangan jadi siders, ya? Maaf kalau aku agak agresif atau menuntut untuk di beri vote atau komen, tapi itu karena aku masih amatiran. Jadi, vote dan komen kalian sangat berharga sekali, teman teman. 부탁해요 여러분.

Maksudnya Azra bilang maaf tadi apa, ya? Atau gue ketinggalan sesuatu? Hmmm... Mari dipikir pikir.

“Woy! Lo denger gue gak, sih? Gak sopan tau! orang bicara, terus lo nya malah bengong gitu!” Gue seketika menunduk waktu Regi melemparkan susu kotak kosong ke arah gue.

Sedari tadi, hmm bentar gue liat jam dulu. Oh! Dari sekitar 13 menit yang lalu, Regi dari tadi sudah duduk di depan gue memberi wejangan yang sama sekali tidak gue dengar. Paling-paling dia ceramahin gue karena insiden waktu di sekolah.

“Eh, Gi, kalau misalkan nih, ya, lo punya temen terus temen lo itu tiba tiba minta maaf tanpa sebab, kira-kira itu maksudnya apa, ya?”

"Lah? Mana gue tau." Regi mengedikkan bahu. "Yaelah emang siapa, sih yang mau minta maaf sama curut pecicilan kayak lo, hah? Mana ada." Gue memutar bola mata jengah waktu dengar penuturan Regi.

Gue ketawa kecil. Dia mah gak mungkin banget minta maaf sama gue. Yang ada, gue nya yang harus minta maaf sama dia. Haha.

" Terserah lo, deh, Gi."

Gue menyandarkan punggung gue di sofa. Dari sini, gue bisa lihat Regi lagi gelisah, entah apa yang lagi dia pikirkan.

"Gi, lo kenapa, sih? Sakit? Atau gimana?" adalah kalimat tanya yang gue ucapkan. Respon Regi membuat gue makin curiga, kalau sebenarnya ada yang tidak beres.

"Emm... Ya', anu... emmm... Itu...” Gue berdecak kesal. Sejak kapan Regi jadi gagap begini coba?!

"Apasih? Kalau bicara tuh yang jelas! Jangan kayak anak kecil deh, bicaranya gagap mulu, gak jelas. "

"Levin kirim pesan gak sama lo?" Gue mengejutkan dahi bingung.

"Levin? Enggak, tuh. Emang kenapa?" Tanya gue. Wajah Regi kelihatan panik waktu gue tanya. Aneh.

"Loㅡ" Gue tunjuk regi yang kelihatan makin panik. "Lo sembunyiin sesuatu, ya, dari gue? Ngaku lo!" Sambung gue.

Gue tambah curiga waktu wajah Regi berubah menjadi pucat waktu pesan di ponsel gue masuk, dan itu dari Levin. Mata gue memicing ke arah Regi penuh selidik. Sebenarnya ada apa, sih?

Levinx
Leya, gimana keadaan lo? Udah lebih baik, gak dari sebelumnya?

Udah mendingan.

Levinx
Emm gue mau klarifikasi sesuatu nih, Ya'. Tapi jangan marah, ya?

Apaan?

Levinx
Sejak kapan?

Apanya?

Levinx
Lo suka sama gue?

Hah?

Levinx
Tuh kan! Regi mah sukanya bercanda doang. Yang gue tanyain tadi, lupain aja, ya?
Read

Pesan terakhir Levin, cuman gue baca. Karena mata gue sibuk melotot ke arah Regi yang cengar cengir gak jelas di depan gue. Asli, pengen banget gue meledak kayak gas elpiji.

"Regiㅡ"Gue senyum, sambil melambai ke arah Regi agar dia mendekat." Gi, sini deh. Bentar doang, kok. Gak bakal gue apa-apain, suerrr. Paling-paling juga gue mutilasi. "Ucap gue yang membuat Regi kelihatan bergidik ngeri.

"Leya, maafin gue, ya? Plis lah. Ya yaㅡ ANJIRRR ampun woyy. Gila sakit bet! AAAaa... Lepasin, Gila!" Teriak Regi.

Gue gak peduli. Gue masih aja jambak rambut Regi sampai gue puas. Tapi kayaknya, gue gak bakalan puas, deh. Mueheheheee...

°
°
°

"Lain kali jangan begitu. Gak baik. Kalau rambut Regi rontok semua, gimana? Memang ya Leya mau tanggung jawab?" Gue menunduk.

Yang ceramah ini nenek. Beberapa menit yang lalu, nenek datang dan lihat aksi jambak gue. Dan hasilnya, gue diceramahin dan Regi sibuk pegang rambutnya biar nenek ceramahin gue. Gue tahu, Regi cuman pura-pura.

Awas lo!

Dua kata itu gue ucapkan untuk Regi yang sibuk ejek gue di depan sana. Coba aja nenek gak ada, mulutnya dari tadi mungkin gue copot dari tempatnya. Asli, pengen banget gue tendang keluar.

"Dengarkan apa kata nenek?" Gue tatap nenek lalu mengangguk singkat.

"Lain kali jangan diulang, oke?" Lagi-lagi gue mengangguk singkat. Gue mencebik waktu liat Regi mengulang kata-kata nenek tanpa suara.

Bener-bener, ya!

"Oke, kalian mau makan apa? Biar nenek yang masak." ucap nenek sambil beranjak.

"Apa aja, nek. Kan masakan nenek enak semua." Gue memutar bola mata malas waktu dengar ucapan Regi. Halah kentara banget modusnya biar bisa makan masakan nenek. Hilihh.

"Pulang sono! Rumah lo tepat di samping rumah gue, jadi gak ada alasan kalau lo gak bisa pulang karena hujan." Ucap gue sambil tendang-tendang kaki Regi.

"Nah! Karena itu gue gak mau pulang. Soalnya deket. Kapanpun gue mau kesini, ya terserah gue."

"Lo kata rumah gue toilet umum, seenaknya main numpang doang? Enak aja, lo. Gak! Sana pulang!" Ucap gue sambil tendang-tendang kaki Regi, lagi.

"LEYA. GAK BOLEH GITU SAMA REGI." Gue menghela napas pasrah dengar nenek teriak dari dapur.

Iya, sekuat itu nenek gue. Jadi jangan heran, ya.

"Btw, Levin gimana? Dia nanya sesuatu gak tadi?"

Gue melotot dengar pertanyaan Regi. Ini anak emang suka banget kalau gue darah tinggi. Ngomong sama dia tuh butuh tenaga ekstra lebih. Biar gak mati konyol waktu bicara sama dia.

"Plis! Gak usah bahas itu." ucap gue sambil memejamkan mata menahan kesal.

"Kenapa?" pake nanya lagi, nih orang.

"Lama-lama gue mutilasi juga lo, ya!"

How To Tell YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang