Prolog

6.5K 463 36
                                    

Seorang laki-laki berusia 23 tahun terlihat memasuki minimarket setelah memarkirkan sepeda miliknya di depan minimarket itu. Laki-laki berwajah manis bahkan cantik itu mengedarkan pandangannya begitu ia masuk.
Minimarket yang tengah ia kunjungi saat ini termasuk sepi karena hanya ada dirinya sebagai pelanggan dan seorang wanita paruh baya yang berjaga di meja kasir.
Pemilik surai hitam dan iris mata berwarna ungu cerah itu menganggukkan sedikit kepalanya sebagai jawaban saat kasir disana menyapanya.

Laki-laki manis itu -Jiang Cheng, sedikit bergidik ketika dinginnya AC menyapa kulit wajahnya.
Padahal suhu diluar sudah dingin makanya ia kemari memakai jaket tebal berwarna ungu kesayangannya namun pekerja di minimarket ini bahkan menyalakan AC, apa itu sedikit tidak keterlaluan?
Di benaknya ia harus segera membeli apa yang ia butuhkan sekarang kemudian pulang kerumah.

Jiang Cheng meraih keranjang belanjaan di dekatnya kemudian memasukkan beberapa ramen instan kedalamnya.
Beralih membuka freezer, ia mengambil daging dan beberapa sayuran dan kembali memasukannya kedalam keranjang.
Tak lupa, ia mengambil beberapa bawang bombai dan bawang putih di deretan rak bumbu.
Selesai dengan apa yang ia butuhkan, Jiang Cheng berjalan tergesa ke kasir.

Sialan, disini benar-benar dingin! Jiang Cheng mengumpat dalam hati.

Sang kasir menerima keranjang milik Jiang Cheng seraya tersenyum ramah.

Setelah diberitahukan total belanjaan yang harus dibayarnya, laki-laki manis itu segera membayarnya.
Jiang Cheng kembali melangkah keluar begitu ia menerima kembalian di tangannya dan mengantonginya di saku jaket.

Laki-laki yang sebenarnya memiliki perangai galak itu kemudian menaiki sepeda miliknya kembali untuk pulang ke rumah.

Tetapi di tengah perjalanan ia tiba-tiba merasa ingin melihat seseorang.
Walau sebenarnya di dalam hati malas, otaknya berkehendak lain karena kakinya mengayuh sepedanya menuju sebuah universitas terbesar yang ada di Gusu.
Kota yang kini ia tinggali karena sebelumnya ia berasal dari Yunmeng.

Jiang Cheng berhenti mengayuh sepedanya saat ia sampai di jalan masuk menuju parkiran Universitas Gusu yang terletak di basement.
Ia berniat memarkirkan sepedanya disana karena dilarang menggunakan kendaraan apapun untuk dibawa masuk kedalam area gedung universitas.
Tetapi niatnya terhenti saat seseorang memanggil namanya.

"A-Cheng."

Suara itu, suara seseorang yang tadi ia ingin lihat hingga rela datang kemari menaiki sepeda.

Tapi tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, wajah manisnya memerah dan ia merasa ia sedang terpergok melakukan sesuatu yang tidak biasanya ia lakukan.
Bersiap kembali mengayuh sepedanya pergi dari sana tetapi suara itu kembali menghentikannya.

"Aku tahu kau sedang merindukanku makanya kau sengaja datang kemari. Bukankah begitu, A-Cheng?"

Suara lembut laki-laki yang terus memanggil Jiang Cheng dengan sebutan A-Cheng itu semakin terasa mendekati telinga Jiang Cheng karena memang ia berjalan menghampiri laki-laki berjaket ungu itu.

"Aku tidak merindukanmu!" Jiang Cheng membantah, tapi semburat merah di pipinya sama-sekali tidak dapat membohongi laki-laki tampan dengan setelan kemeja berwarna biru itu.

Laki-laki bernama Lan Xichen itu tersenyum, Jiang Cheng tidak akan pernah bisa membohonginya karena ia sudah hafal sifatnya luar dalam.

"A-Cheng, apa kau baru saja belanja tadi?" Xichen bertanya penasaran lalu mendekat pada Jiang Cheng kemudian membuka tas plastik yang ada di keranjang sepeda milik laki-laki manis itu.

"Kau bisa melihatnya sendiri kenapa bertanya?" Jiang Cheng memutar bola-matanya malas.

Pada akhirnya ia tidak berhasil kabur dan sekarang Xichen sibuk mengaduk-ngaduk belanjaannya.

"Ramen." Xichen tidak mempedulikan perkataan menusuk Jiang Cheng padanya, ia lebih tertarik dengan ramen instan yang dibeli laki-laki manis itu.

"Ka-"

"A-Cheng, kau mau masuk kedalam? Aku ingin makan ramen buatanmu dan sebenarnya tadi siang tidak sempat makan." Laki-laki tampan itu memberikan tatapan memohon, jarang-jarang laki-laki yang menyandang status sebagai 'istri'nya itu mau datang ketempat ia bekerja ini.

Jiang Cheng mengerutkan alisnya tidak setuju, enak saja Xichen menyuruhnya membuat ramen disini. Ia sekarang ingin pulang dan suhu diluar semakin dingin.

"Tidak!
Kalau kau lapar tinggal pulang!" Jiang Cheng bersiap mengayuh sepedanya tetapi Xichen kembali menahannya.

"Minggir, jangan menghalangiku!" Jiang Cheng berkata kesal, boleh ia menabok Xichen sekarang? Tangannya sudah gatal ngomong-ngomong.

"A-Cheng, tunggu sebentar!
Kita pulang bersama!
Aku akan mengambil mobil."
Setelah mengatakan itu Lan Xichen berlalu menuju parkiran untuk mengambil mobilnya, ia sebenarnya tadi juga berniat mengambil mobil dan pulang ke rumah tapi kedatangan istrinya yang tiba-tiba itu membuatnya ingin memakan ramen yang dibeli Jiang Cheng dan ternyata istrinya itu menolak membuatkannya ramen disini saat ia tadi memintanya.

Xichen tidak tahu mengapa Jiang Cheng begitu membenci bangunan dimana terdapat aktivitas orang mengajar didalamnya.
Laki-laki manis itu tidak pernah mau menceritakannya dan ia tidak berniat memaksa Jiang Cheng mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.
Lagipula Xichen perlu bersyukur karena istrinya tidak menceraikannya saat tahu suaminya bekerja sebagai professor di sebuah universitas.
Sebelumnya ia mengatakan bahwa ia mengurus perusahaan milik keluarganya yang notabene adalah walikota Gusu secara turun-temurun kepada Jiang Cheng.
Dan sebenarnya yang mengambil alih perusahaan adalah adiknya -Lan Wangji, bukan dirinya.

Lan Xichen menghentikan mobil miliknya di samping Jiang Cheng yang menunggunya dengan wajah bosan. Ia membuka bagasi mobil kemudian memasukkan sepeda Jiang Cheng kedalam setelah Jiang Cheng meraih tas belanjaan dan masuk kedalam mobil.
Setelah memastikan pintu bagasi tertutup sempurna, Xichen segera mengemudikan mobilnya menuju rumahnya.

Butuh sepuluh menit waktu yang ditempuh untuk sampai di rumah dari universitas tempat ia bekerja. Dan untuk Jiang Cheng, istrinya sangat suka bersepeda.
Makanya ia sengaja membelikan Jiang Cheng sepeda, istrinya mengatakan ia biasa bersepeda kemanapun saat masih di Yunmeng. Karena disana banyak danau dan sungai, Jiang Cheng terbiasa bersepeda mengelilingi danau teratai di sore hari sejak ia kecil dan kebiasaan itu terbawa hingga kemari.

...

Lan Xichen memarkirkan mobilnya di garasi begitu mereka sampai di rumah.
Karena ia tinggal terpisah dari orang-tuanya, Xichen sengaja membeli rumah di pinggiran Gusu. Rumah itu hanya memiliki satu lantai tetapi terdapat tiga ruang kamar dengan masing-masing kamar mandi di dalamnya.
Ada pula dapur, ruang santai dan ruang tamu.

Xichen mematikan mesin mobil kemudian menoleh kepada Jiang Cheng yang masih belum beranjak.

"Ada apa?" Xichen bertanya khawatir.

Jiang Cheng menggelengkan kepalanya tanpa menoleh.
Ia akan mengatakan sesuatu tapi terpotong saat Xichen mengangkat dagunya kemudian langsung melumat bibirnya begitu saja.

Dahi Jiang Cheng berkedut kesal, berani sekali suaminya itu memotong ucapannya dua kali hari ini. Tangannya kemudian menggeplak kepala laki-laki tampan itu membuat Xichen melepaskan lumatan di bibirnya kemudian memegangi kepalanya dengan raut bertanya.

"Jangan memotong ucapanku!" Jiang Cheng berkata kesal.
Ia kemudian keluar dan membanting pintu mobil setelah meraih tas belanjaannya.

Lan Xichen menghela nafas, walaupun sudah tahu istrinya galak ia seperti tidak kapok menyulut emosi laki-laki manis itu.
Ayolah, Jiang Cheng kan memang sudah dari lahir seperti itu jadi bukan salahnya kan?
Lagipula istrinya itu memang sangat mudah marah.

Lan WanyinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang