8

2.4K 214 39
                                    

Pagi hari di kediaman keluarga Jiang.

Jiang Cheng bangun pagi-pagi sekali saat kedua orang-tuanya akan berangkat dinas keluar Yunmeng.
Ia sangat antusias untuk ikut sebenarnya tetapi ayahnya tertawa hangat dan mengatakan padanya untuk tetap di rumah karena ada Xichen yang juga sedang berkunjung.
Sementara ibu Jiang Cheng melotot kepada putra bungsunya, ia sangat-sangat tidak setuju atas permintaan Jiang Cheng.

Akhirnya Jiang Cheng mengalah dan membiarkan kedua orang-tuanya pergi dengan alis yang bertaut.
Ia berekspresi masam sepanjang pagi hingga Xichen terbangun dari tidurnya dan melihat istri manisnya sedang duduk selonjoran di ruang keluarga seorang diri dengan kepala disandarkan pada meja.

"A-Cheng, kenapa sendirian?" Xichen bertanya seraya berjalan menghampiri Jiang Cheng yang sama sekali tidak menjawab.

Xichen ikut duduk nyaman beralaskan bantal duduk di samping Jiang Cheng.

Beberapa saat terdiam tanpa suara apapun.
Xichen merasa bosan karena Jiang Cheng tidak menanggapinya.
Dengan mempersiapkan mental dan fisiknya, Xichen mendekat kemudian mencuri satu ciuman di bibir Jiang Cheng.

Jiang Cheng tersadar, dengan spontan menabok wajah tampan Xichen yang bukannya merasa kesakitan malah tertawa senang.

"Xichen!" Jiang Cheng meledak.

"Ya, A-cheng.
Panggil aku Ge ge." Xichen menanggapi santai.
Ia dengan ekspresi tidak bersalah memeluk laki-laki ungu itu dari samping kemudian mengusap perut datar istrinya.

Jiang Cheng tergagap, ia sungguh ingin mengumpat pada Xichen tetapi tadi malam ayahnya mengatakan padanya bahwa tidak boleh mengumpat selama hamil.
Jadi ia lebih memilih untuk menelan seluruh umpatannya kedalam lambung.

"Hah..." Akhirnya menghela nafas.

"Ada apa?
Apa terjadi sesuatu? Ngomong-ngomong dimana ibu dan ayah mertua?
Aku tidak melihat mereka." Xichen bertanya panjang lebar.

Dahi Jiang Cheng berkedut, Xichen memang jadi cerewet!
Ia tidak salah menduga sekarang!
Apa laki-laki ini sudah tertular kecerewetan Wei Wuxian?

Jiang Cheng berdecak, "Lepaskan aku! Aku lapar!
Aku ingin makan ikan yang tadi malam untuk sarapan."

Xichen melepas pelukannya kemudian menatap Jiang Cheng, "Tentu saja!
Biarkan aku membuat sesuatu untuk sarapan, A-Cheng."
Xichen berjalan antusias mencari dapur.

Karena rumah kediaman Jiang adalah rumah tradisional, letak dapur berada lumayan jauh dari ruang keluarga yang ada di depan dan Xichen harus berjalan memutari lorong untuk sampai disana.

Bebeberapa saat kepergian Xichen, Jiang Cheng merasa perutnya bergejolak dan ia buru-buru berjalan ke halaman depan.
Ia kemudian muntah di saluran air kotor yang mengarah ke jalan diluar.

Salah satu pelayan di kediaman Jiang segera menghampiri Jiang Cheng saat melihat salah satu putra majikannya.

"Tuan muda, anda baik-baik saja?" Pelayan itu bertanya cemas.

Jiang Cheng memberikan jawaban dengan anggukan.

Pelayan itu kemudian menuntun Jiang Cheng untuk duduk di anak tangga yang mengarah ke dalam rumah.

"Minta Xichen Ge untuk membuatkan susu untukku!" Jiang Cheng menatap pelayan itu dengan wajah pucat.

"Baik, tuan muda!" Pelayan tersebut segera berlalu untuk mencari suami dari tuan mudanya.

Jiang Cheng duduk lemas kemudian menatapi rumput yang tumbuh terawat di halaman rumah orang-tuanya.
Ia tidak menyangka bahwa dirinya bisa hamil dan akan segera memiliki darah daging sendiri.

Sejak kejadian buruk yang menimpa dirinya, ia bahkan tidak pernah berani berpikir untuk membuat sebuah ikatan dengan seseorang.
Tapi kehadiran Xichen tanpa terduga bisa mengobati rasa kesepiannya. Walaupun menurutnya Xichen termasuk orang aneh, ia berjanji untuk tidak pernah pergi dari sisinya. Ya, itu janji yang ia buat dengan sungguh-sungguh dan tentu saja Xichen tidak perlu mengetahuinya, cukup dirinya sendiri.

Walaupun begitu ia tetap merasa ada sesuatu yang kurang.
Terkadang dirinya akan merasa sangat kesepian saat Xichen pergi bekerja.
Kalau bisa sebenarnya ia ingin Xichen dirumah saja dan tidak pergi kemanapun, tapi ia sadar tidak ingin semakin merepotkan Xichen dengan keinginan egoisnya.
Jadi ia pendam sendiri keinginan itu dalam-dalam.
Oh, jangan sampai rahasia ini bocor!

"A-Cheng." Xichen memanggil Jiang Cheng dengan nada lembut.
Ia tidak berani mengganggu istrinya yang tadi termenung menatap rumput di halaman pada awalnya, tapi karena tidak tahan ia akhirnya memanggilnya.

Xichen mendudukkan dirinya di samping Jiang Cheng dengan segelas susu khusus ibu hamil di tangan.
Ia ingin membawa serta ikan goreng yang sudah susah payah ia masak sebelumnya tetapi salah satu pelayan di kediaman Jiang menawarkan diri untuk membantu Xichen membawa nasi beserta ikan goreng tersebut. Jadilah Xichen hanya membawa segelas susu dan pelayan tadi menaruh nampan kayu berisi nasi dan lauk di samping Xichen kemudian mengundurkan diri setelah membungkuk.

Jiang Cheng menatap wajah laki-laki Lan tersebut dalam diam.
Ia tidak tahu apa yang ia pikirkan tetapi dirinya merasa sedih saat ini.

"Ini, kau tadi mual kan?" Xichen menyodorkan segelas susu ibu hamil rasa vanilla pada Jiang Cheng. "Habiskan supaya tidak mual lagi." Tambahnya.

Jiang Cheng menatap susu di tangan Xichen dan wajah Xichen sendiri.
Ia benar-benar ingin sekali mencakar wajah Xichen kali ini tetapi perhatian laki-laki itu membuat bibirnya bergetar dengan mata yang ikut berkaca-kaca.

"A-Cheng... Dimana yang sakit? Kenapa menangis?
Ah! Tumpah!" Xichen dengan panik menaruh gelas di atas nampan, walau susu di dalamnya tumpah sedikit.
Ia tidak mengerti kenapa tiba-tiba istrinya menangis.

Ia segera merengkuh Jiang Cheng kedalam pelukannya seraya mengelus punggung Jiang Cheng.
Apa ini mood swing yang dikatakan adik Wei padanya kemarin?
Ah, rupanya seperti ini.

Jiang Cheng terisak tetapi tangannya mencubiti tangan Xichen yang melingkar di pinggangnya.

"Hikss, aku ingin melihat danau teratai!
Aku kesal padamu!" Jiang Cheng meracau yang semakin membuat Xichen kebingungan.

"A-Cheng, kau boleh kesal padaku tapi sarapan dulu, ok?" Xichen menatap memelas pada Jiang Cheng yang masih terisak.

"Ummh!" Jiang Cheng mengangguk, ia mengusap pipinya yang basah dengan punggung tangan.

Xichen tersenyum, "Istriku memang manis." Xichen memegang dagu Jiang Cheng dan membuatnya terdongak ke atas.
Ia dengan lembut mengecup bibir Jiang Cheng yang segera membalasnya dengan pelukan di lehernya.

Xichen kembali tersenyum, "A-Cheng, kau yang terbaik!"

Jiang Cheng mengerutkan keningnya, ia tiba-tiba merasa sedikit tersinggung mendengar kalimat Xichen.
Kapan aku melakukan sesuatu yang baik?
Tanpa mengatakan apapun Jiang Cheng mendorong Xichen hingga pelukan mereka terlepas.

"Jangan dekat-dekat denganku, Xichen Ge!" Jiang Cheng mendengus kesal.
Kapan ia melakukan sesuatu yang tidak merepotkan Xichen?
Dasar tukang bohong!
Ia benar-benar kesal sekarang.

Jiang Cheng berjalan menjauh kemudian masuk kedalam rumah meninggalkan Xichen yang masih terdiam dengan wajah gelagapan.

"A-Cheng, jangan tinggalkan akuu!"
Xichen berusaha dengan cepat mengambil nampan dan gelas susu sekaligus untuk kemudian dengan tergesa-gesa berjalan mengejar laki-laki ungu yang sudah tidak terlihat.






Note: Di sini JC gak manggil Huan kaya biasanya, karena dia lagi ada di rumah orang-tuanya jadi dia gak bakalan manggil XC Huan, dia manggil Huan kalo sedang berduaan aja~ :3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lan WanyinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang