5. Tukang Roti

989 121 5
                                    

-o0o-

Lebih banyak teman akan memiliki lebih banyak pengalaman dan ilmu.

-o0o-

Ruina berkunjung ke rumah Ezlan. Ia terlihat merengek pada kakaknya untuk bisa dipindahkan kembali ke rumahnya. Belum apa-apa, Rui serasa menyerah tinggal sendirian. Yang biasanya hidup dengan banyak orang asisten rumah tangga yang siap membantu keperluannya, sekarang ia harus melakukannya sendiri.

Ezlan kekeh. Ia tak mengindahkan apapun permohonan adiknya saat itu. Ezlan berpikir, hal itu memang pantas untuk sang adik walaupun ia selalu diambang kecemasan padanya.

"Rui, dengerin kakak. Ini baru permulaan, kehidupan yang sebenarnya itu belum dimulai."

"Kakaaaaaaaaaaak, aku mohon bilang Papa buat jemput aku. Aku gak betah di sini kak, aku bete." Rui terus mengguncang lengan Ezlan. Ia terlihat bersikap kekanakan untuk memohon pada Ezlan.

Ezlan menghentikan langkahnya. Ia menunjukkan satu jati telunjuknya supaya Rui menghentikan bicaranya. Ia lantas melepaskan tangan Rui perlahan dan bergegas untuk pergi.

"Oke, liat aja. Aku bakalan sanggup hidup di Rusia. Kakak liat aja, beruang kutub juga pasti akan kalah sama Rui!" Rui akhirnya berbalik jengkel. Rui tak habis dengan sang kakak, pria itu bahkan tak peduli dengan permohonan adiknya sendiri.

Ezlan menarik paksa tangan Rui menuju ruang tamunya. Terlihat di penglihatan, dua orang pria tengah terduduk menikmati secangkir teh hangat di ruang tamu rumah Ezlan. Rui mengelak. Ia memilih pergi ke toilet dan izin untuk buang air.

"Hai Lan, lama ya gak ketemu!"

Ezlan terlihat berjabat tangan dengan pria tinggi. Pria itu terlihat berkumis tipis dan tampan.

"Eh, Pak Geri gak bisa datang?" tanya Ezlan pada pria itu.

"Pak Geri sibuk Jadi saya yang harus nemenin dia ke rumah kamu Lan."

Ia mengarahkan pria muda itu untuk berjabat tangan dengan Ezlan.

Mereka saling melempar senyum dan lantas terduduk kembali di sofa. Mereka mulai berbincang hangat. Kedua orang itu tentunya adalah tamu spesial yang sengaja Ezlan undang ke rumahnya.

"Oh jadi ini tuh, keponakannya Pak Geri bukan anaknya? Saya salah dengar dong?"

"Iya, tapi sekarang dia sudah menjadi anak Pak Geri."

Pria berkumis tipis itu adalah teman Ezlan kerja. Namanya Rain. Ia saudara Pak Geri yang Ezlan sebut tadi.

"Dia yatim piatu. Liat, visualnya bikin kamu insecure Lan. Dia dapat beasiswa dan udah hidup di Rusia selama tiga tahun. Dia juga kerja di Moskow. Iya kan? Coba kenalin nama kamu." Rain mengarahkan pria muda itu.

"Salam kak. Saya Deon Cullen. Panggil aja Deon. Saya dari Bandung."

Jabatan tangan seorang Deon terhadap Ezlan membuat Ezlan merasakan sesuatu yang begitu hangat ketika melihat pria itu.

"Bandung juga? Saya kira kamu blasteran mana gitu, nama sama wajah kamu menarik soalnya."

Deon mengangguk pelan dengan ramah.

"Jadi kamu anak angkat Pak Geri? Pak Geri bilang kemarin anaknya itu kayak aktor hollywood. Eh ternyata beneran dong. Pertama kali liat kamu, lah kenapa Rain bawa orang Rusia ke sini? Anak Pak Geri mana?" Ezlan terkekeh tipis depan mereka berdua setelah lontarkan candaan depan mereka.

Tenggorokan Rui terasa kering. Ia turun ke dapur untuk sekedar mencari minuman penghilang dahaganya. Mata Ezlan menangkap sosok adiknya yang sebelumnya melarikan diri karena tak ingin diajak untuk berkenalan dengan Deon. Rui fokus menenggak segelas air mineralnya di dapur.

"Rui!" Panggilan Ezlan membuat Rui menoleh, masih dengan gelas di mulutnya. Mata Rui terbelalak dan secara tiba-tiba ia menyemburkan air dari mulutnya membuat semua orang terkejut.

"Cewek itu!" batin Deon. Ia merasa ada sesuatu yang aneh saat melihat Rui.

"LO!" Rui menaruh gelasnya dengan kasar, ia menghampiri ruang tamu dengan langkah cepatnya.

Sementara, Deon pun ikut berdiri menatap sekaligus menyambut Ruina. Ezlan juga Rain kebingungan. Ezlan menunjuk mereka yang sepertinya sudah saling mengenal.

"Kalian ... udah saling kenal?" Pertanyaan Rain membuat Deon gugup. Ia memutar bola matanya dengan canggung.

"Lo, tukang roti di sebelah kampus. Ngapain lo ada di sini?"

"Rui! Jaga bicara kamu! Dia itu tamu kakak." Ezlan membentak perkataan kasar Rui pada Deon. Ia pun kaget adiknya tiba-tiba menjadi bar-bar. Hal itu membuat malu Ezlan.

"Ini kak, dia pernah ngehina Rui. Katanya, ngapain sekolah jauh-jauh kalau gak mengenal mata uang." Ucapan Rui membuat Ezlan maupun Rain terheran.

"Saya gak pernah ngehina kamu, itu fakta."

Rui semakin membulatkan matanya ketika Deon menanggapi setiap perkataannya tanpa malu.

Mereka akhirnya berbincang dan Ezlan pun sempat melerai Rui yang selalu berkata kasar. Rui terduduk dengan wajah kesalnya. Kakinya ia terlipat, juga tangannya yang ia lipat di dada membuat Ezlan harus menahan rasa malu atas sikap adiknya.

"Jadi gitu ceritanya. Rui, kakak kira kamu ngerti nilai mata uang. Kamu kan bisa buka google, di sini kakak anggap kamu yang salah."

Rui melotot, ia melepas lipatan tangannya tak habis pikir dengan perkataan sang kakak. Dan satu lagi yang membuat Rui penasaran, bagaimana bisa Ezlan mengenal Deon dan menyebut mereka adalah tamunya?

"Saya minta maaf, kalau ada perkataan saya yang membuat kamu gak enak hati."

Seketika, permintaan maaf Deon membuat Rui membuang semua ekspresi kejamnya. Ia menurukan sedikit alis matanya yang sebelumnya terangkat jelas karena kesal.

"Sesekali kamu dengerin kakak kamu Rui." Hesa datang membawakan minuman hangat untuk mereka.

"Lan, saya gak bisa lama-lama di sini. Kebetulan saya mau ngenalin Deon karena kamu minta dikenalkan. Deon juga tinggal di asrama kan? Kamu gak usah khawatir, saya jamin Deon anak baik. Saya kira juga, adik kamu udah mengenal Deon. Itu bahkan lebih baik." Ucapan Rain membingungkan Rui.

"Oh iya Rai, hati-hati ya. Thank you."

Setelah pria bernama Rain itu pergi, Ruina menatap tajam wajah Kak Ezlan. Deon pun terlihat masih berada di sana.

"Maksudnya apa ini?"

"Ini, kakak minta Deon ajari apapun hal atau aktifitas selama kamu berada di Moskow. Kakak mau Deon jadi teman kamu untuk saat ini." Ucapan Ezlan membuat Rui menyeringai. Matanya melotot menatap Ezlan.

"Kak, aku bisa cari teman sendiri."

"Kakak ngerti. Tapi kalau punya lebih banyak teman kamu bakalan dapat lebih banyak pengalaman dan ilmu."

"Aku? Berteman sama tukang roti ini?"

Deon sedikit menaikkan alisnya ketika melihat sikap Rui yang selalu membawa profesinya dalam pembicaraan.

"Rui! Jangan rendahkan profesi orang. Papa ngirim kamu buat bisa bersikap lebih baik. Kalau kamu masih bergaul sama anak-anak suka clubing, suka minum-minum, main gak tau waktu kayak di Indonesia, hidup kamu bakalan hancur! Sekarang, kamu pulang ke asrama sama Deon."

"APA?"

"Kamu naik bus sama Deon. Belajar dari hal yang kecil Rui. Ingatlah, uang bukan segalanya di sini." Ucapan Ezlan membuat Rui menggembungkan mulutnya. Mau tidak mau, ia harus menuruti perkataan Ezlan, karena ancaman Ezlan akan lebih membuatnya menderita jika tak dituruti.

"Ini kenapa sih? Kenapa jadi gini?" Rui membatin kesal karena pertemuannya itu.

"Deon. Makasih banyak udah sempatin waktu ke sini. Saya takut, karena saya tahu kamu orang yang sibuk. Saya titip Ruina sama kamu. Dan, selamat berteman."

Ezlan menepuk perlahan pundak Deon. Ia pun begitu tenang ketika Ruina akhirnya memiliki seorang teman yang bisa mengajarinya hidup lebih baik di kota Moskow. Walaupun ia tahu, Rui pasti akan selalu kesal karenanya.

"Terima kasih kak. Kalau gitu, saya pergi dulu."

Gimana? Masih gak jelas ya? Mon maap. Ayo liat visual tukang roti moskow yang wajahnya beku kayak salju👇

DI BALIK JENDELA MOSCOW Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang