19. Ini Takdir?

622 94 2
                                    

Setelah menginap tiga hari di rumah Ezlan, kini Ruina kembali ke asrama. Kebetulan, ia pulang ke asrama saat malam hampir menghampiri. Ruina melemparkan tasnya ke atas kasur. Tak langsung untuk merebahkan dirinya, Ruina malah pergi ke jendela besar asramanya. Ia membuka jendelanya kembali setelah tiga hari tertutup.

Sungguh, musim semi yang menyenangkan bagi Rui menikmati semilir angin lewat jendelanya. Suara jendela sebelah terdengar terbuka membuat Rui mengalihkan pandangannya yang sebelumnya menatap alam di malam musim semi. Kedua tangan mulai bersandar yang Rui lihat di jendela itu. Iya benar, Deon sore itu muncul di balik jendelanya. Deon memang belum sadar atas pulangnya Ruina ke asrama. Ruina sendiri menatap Deon begitu canggung. Wajahnya mencirikan keseriusan ketika ia melihat Deon di ujung sana. Visual laki-laki itu, jujur saja memang membuat Ruina sesekali terpesona. Namun, segera ia buang pandangannya itu.

"Ekhem!" Deheman Rui membuat Deon menoleh.

Ternyata, Deon sudah tahu bahwa Rui ada di sampingnya sedari tadi. Bahkan sebelum Rui berdehem untuk memanggilnya.

"Hukuman lo menyenangkan?" Pertanyaan Deon tiba-tiba itu membuat Rui mengerutkan dahinya.

Mereka memang selalu tak pernah memulai pembicaraan secara normal seperti kedua orang yang mengobrol satu sama lain. Di antara mereka pasti langsung menuju inti pembicaraan, walau sebelumnya tak pernah ada pertanyaan. Rui tertunduk ketika ia mulai memikirkan pertanyaan Deon. Jujur saja, hati Ruina sedikit tidak nyaman beberapa hari terakhir setelah kedatangan Mamanya ke Rusia.

"Deon?"

Perlahan, sikap Ruina mungkin telah melunak depan Deon walau sebelumnya wajahnya terlihat begitu masam ketika Deon bertanya.

"Emm?" Deon menoleh sekali lagi karena panggilan Rui kali ini sedikit lebih lembut.

"Menurut lo, apa semua orang akan disatukan sesuai status mereka?" Pertanyaan Ruina membuat Deon bergeming menatap Ruina dengan heran.

Jujur saja, ia tak pernah seakrab itu sebelumnya ketika melakukan pembicaraan dengan Ruina. Tapi, wajah Ruina sudah menjawab semua pertanyaan di benak Deon. Ia tahu Rui pasti sedang tidak baik-baik saja.

"Takdir itu udah diatur sama Tuhan. Kalau emang disatukan karena status, dunia bakalan banyak penyimpangan sosial."

"Semua itu karena uang. Kenapa uang begitu berkuasa sih?" Rui bergumam sambil menimpali ucapan Deon.

"Lo salah! Uang emang menguasai dunia, bukan berarti menguasai pikiran maupun hati manusia."

"Masalah bisa diselesaikan dengan uang. Lo bisa sewa pengacara buat nuntasin masalah lo di pengadilan, itu pake uang."

Deon mengernyit menatap Rui pekat membuat Rui canggung karena tatapannya.

"Gak semua masalah bisa diselesaikan dengan uang."

"Contohnya?"

"Perasaan, ketulusan, kasih sayang. Kalau lo bisa membeli ketiga hal itu, gue akui lo hebat."

Deon kembali ke kamarnya. Ia menutup jendelanya selalu lebih dulu dari Rui. Hal itu membuat Rui selalu jengkel. Deon bahkan belum menuntaskan pembicaraan mereka. Walau begitu, ucapan terakhir Deon akhirnya mampu menyadarkan Ruina. Ia bergeming menatap alam. Sesekali matanya melirik lagi jendela Deon yang tertutup.

DI BALIK JENDELA MOSCOW Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang