-Introduce; Bitch Just Looks Like A Shadow-
⊷ ◕ ⊶
Ia ingin lebih condong pada rasa sakit.
Langit-langit sedang gelap-gelapnya, tentu, ruang kamar besar ini telah jadi gelap sejak berjam lalu. Sejuk nian malam ini, kendati begitu rasa dalam tubuhnya menghangat, seperti ada yang mengalir dan bergelombang di dalam tubuhnya. Seolah ada gejolak hangat yang mereguk beda dari sebelumnya. Gelenyar hangat yang selalu dipaksakan masuk tanpa ingin.
Mencengkeram selimut di dadanya terlalu erat, tiba-tiba segukan yang ditahannya mati-matian sedari tadi lolos begitu saja. Sepertinya dirinya sudah lelah sejam terakhir menangis dalam diam, seakan tak sanggup bila airmata hangat itu mengalir tanpa ada seguk yang tersisip di sana.
"Kau belum tidur, Ryu?"
Ia perlu terkejut mendengar suara raspy itu menyapanya di tengah sunyinya malam, suara itu hadir bersama dengan tangan besar yang perlahan melingkari perutnya di balik selimut hangat. Tubuhnya sedikit mengejang ketika Suga berusaha merapatkan tubuh telanjangnya sangat erat di belakang Ryu. Wanita itu ingin menangis tatkala merasai tangan Suga yang melingkari tangannya kini mulai kembali meremas dadanya, bermain juga dengan pucuk. Dia selalu kebiasaan begitu.
Ryu menghapus airmatanya, ia menggeleng. "Belum, Soo."
Didengarnya Suga tertawa pelan, tawa rendah yang menggelitik tengkuk Ryu juga. Sedangkan si wanita hanya memejam erat, tengah coba menahan gemuruh di dadanya. Ia berbalik, alih-alih memeluk Suga. Tangan kirinya menelusup pada tubuh Suga, dirinya merasa merinding kala tubuh bawahnya merasa menabrak sesuatu yang tak ayal membuat dirinya mengejang merinding, namun coba tak dihiraukannya, tampaknya Suga juga merasakan hal yang sama kala Ryu memeluk pria itu. Namun sebenarnya Ryu lakukan ini sebab ia risih akan tangan Suga. Ini lebih tentang sebegitu jijik pada dirinya sendiri.
"Kau kenapa?" Suga mengernyit.
"Tidak, aku hanya lelah." suara setengah parau Ryu sebenarnya sudah cukup menggambarkan yang wanita itu rasakan.
Hening, sementara Ryu tak merasakan hangat apapun ketika memeluk Suga. Pria itu memeluknya juga, namun pelukan hambar yang terasa kosong. Tak ada usapan lembut pada kepalanya.
"Kau lelah karena aku, atau karena bermain lagi malam ini?"
Ryu tertawa, meski sebenarnya kini airmata kembali menggenang. "Karena kamu."
Suga diam. Sejenak tak ada suara. Hanya senyap yang dimakan gelap.
"Aku hanya bercanda, Soo." Ryu kembali melanjutkan dengan kekeh pelan. Takut pria itu marah.
"Tidak perlu bercanda saat bersamaku. Mungkin itu sebabnya kau menangis sedari tadi." begitu ucap Suga terus terang. "Ah, dan juga setiap malam." pria itu kembali menambahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultra-Suga
Fiksi Penggemar𝑩𝒍𝒂𝒄𝒌-ü𝒓𝒂 𝑺𝒆𝒓𝒊𝒆𝒔, 𝑺𝒆𝒗𝒆𝒏 𝑫𝒆𝒂𝒅𝒍𝒚 𝑺𝒊𝒏𝒔: 𝑳𝒖𝒔𝒕 𝑨𝒏𝒅 𝑬𝒏𝒗𝒚 Lulusan sarjana psikologi namun malah berujung bekerja menjadi sekretaris pribadi atas desakan sahabatnya. Sedangkan terlibat one night stand dengan bosnya sen...