04. Janjian

1.5K 297 22
                                    

"Natasha!"

Guru sosiologiku baru saja keluar dari kelasku dan Mingi sudah menampakkan dirinya dari balik pintu kelas. Aku menggelengkan kepalaku, Mingi memang ada-ada saja.

"Yaampun, barusan banget pulang sekolah tapi udah diapelin aja," celetuk teman sebangkuku, Jiwoo.

Aku mengangkat bahuku, "Hari ini kita janjian sama kakaknya Mingi, makanya tiba-tiba semangat banget tuh."

Mingi melangkah tanpa beban masuk ke kelasku, mendekati mejaku. Bukan perkara biasa siswa kelas lain berkeliaran di kelasku, apalagi Mingi yang notabenenya berbeda jurusan denganku. Tetapi, sepertinya hal itu tidak berlaku pada Mingi karena hampir setiap hari ia lalu lalang di kelasku.

"Yuk?" ajak Mingi.

Jiwoo menatapku dengan tatapan meledek, "Natasha semakin di depan banget ya, belom apa-apa udah hang out sama kakak ipar aja."

"Ssst, ngomong apa sih," sahutku. Aku segera menutup resleting tasku dan bangkit dari kursiku, "Gue duluan ya, lo tunggu sini aja, tunggu diapelin Yeosang."

"IDIH APAAN SIH?!" seru Jiwoo.

"Ooh Yeosang, boleh nih gue comblangin," sahut Mingi.

"ALAAH BACOT KALIAN, UDAH SANA PACARAN AJA!!"

Aku dan Mingi tertawa keras dan kabur secepat mungkin meninggalkan kelas. Susah urusannya jika Jiwoo emosi dan berteriak-teriak, bisa-bisa kami harus kena marah kelas sebelah.

"Yaampun, dari dulu aku ke mana aja sih masa baru tau temen kamu suka Yeosang," ucap Mingi.

"Ssst, gak boleh julid," aku mengingatkan.

"Oh ya, kakakku bilang kita ketemuan di toko es krim aja," ucap Mingi.

Jantungku tiba-tiba berdetak kencang. Tadinya aku biasa aja, tetapi mengapa aku tiba-tiba grogi seperti ini?

"Sebenernya kenapa sih kita harus ketemuan sama kakak kamu? I mean, apa hubungannya sama aku?" tanyaku.

Mingi mengangkat bahunya, "Cuma ngobrol-ngobrol ringan paling. Kakakku jarang ngajak orang lain ngobrol, kalo udah diajak ketemu, berarti dia orang penting."

Aku mengerutkan dahiku. "I don't get it," ucapku.

"I'm trying to make you as my last girlfriend, can I?" ucap Mingi penuh teka-teki, "Ah udah lah, masih lama banget bahasin ginian. Pokoknya kita cuma mau ngobrol-ngobrol doang, kakakku yang bayarin, jadi kita abisin aja duitnya."

"Oke. Natasha, jiwa hedon, aktif."

"Mingi, jiwa hedon, aktif juga."

Kami tiba di toko es krim lebih awal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kami tiba di toko es krim lebih awal. Mingi bilang, kakaknya akan datang sekitar pukul setengah lima sedangkan sekarang bahkan belum ada pukul empat. Kami hanya memesan es krim porsi kecil sambil menunggu kakak Mingi, sedangkan es krim porsi besarnya, nanti setelah kakak Mingi datang, hehe.

"Kamu kalo makan kok kayak bayi sih," protesku.

"Apa sih, biasa aja kok," ucap Mingi.

"Ih, ngeyel ya,"

Aku meraih sebuah tisu dan mengelap pelan pipi Mingi yang dipenuhi es krim coklat. Aku menggelengkan kepalaku, bagaimana bisa lelaki itu makan menggunakan mulut, tetapi pipinya ikut kotor juga.

"Kakakmu udah ada pacar?" tanyaku.

Mingi menggeleng, "Belom tuh, makanya sering dikatain sama ayah ibuku, kalah sama aku katanya."

Lonceng di pintu masuk toko berbunyi. Kami kompak menoleh ke arah pintu dan kakak Mingi pun datang.

Sejujurnya aku agak canggung dengan kakak Mingi karena kami jarang bertemu. Maklum, kakak Mingi sibuk sekali, ia bahkan bekerja di luar negeri.

"Woi," sapa kakak Mingi, "Hai, Natasha."

Kakak Mingi menarik kursi di hadapan kami dan menatap gelas-gelas es krim yang sudah kosong. "Ooh, udah pesen ya, berarti gue gak usah traktir lagi,"

"JANGAN GITU DONG ANJIR, KAN UDAH JANJI!!" seru Mingi.

"Ei, ngegas mulu," ucapku.

Kakak Mingi tertawa, "Yaudah, sana pesen lagi."

"Pilih yang mahal, Nath, kita udah janji mau hedon," bisik Mingi.

"Heh jerapah, gue denger ya," sungut kakak Mingi.

Aku menunjuk satu menu dengan stiker best seller. Sebuah es krim berukuran besar dengan berbagai macam topping.

"Ini aja, kita makan bareng-bareng," saranku.

Mingi mengangguk, "Boleh juga. Lo pesen sana kak, gue yang ini ya, yang paling mahal, hehe."

"Apaan anjir, gue yang bayarin, gue juga yang antri. Lo lah, gak guna lo jadi adek," balas kakak Mingi.

"Lah, siapa yang ngajak jajan hayo?" balas Mingi tak mau kalah.

"Ah udah udah, aku yang pesen. Kakak tunggu sini aja ya, aku aja yang antri," ucapku menengahi.

Kakak Mingi memberiku kartu kreditnya dan aku berjalan meninggalkan meja, meninggalkan duo Song yang masih saja beradu argumen. Selagi mengantre, sesekali aku menengok ke belakang dan terkekeh melihat kelakuan dua kakak beradik itu. Mingi yang hobi ngegas, dengan kakaknya yang tidak mau kalah.

Ah, Mingi, Mingi. Bisa saja membuatku gemas.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










maaf frinz tapi chuusang kapalku :(

ganteng banget udah lah ga paham lagi 😭😭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ganteng banget udah lah ga paham lagi 😭😭

[✔] La La Lost You ➖Mingi ATEEZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang