03. Pulang

1.7K 341 13
                                    

"Hoaaam!"

Mataku terasa berat sekali, rasanya aku tidak belajar terlalu keras hari ini. Bahkan jika dibandingkan hari biasanya, aku selalu bisa bertahan sampai jam dua belas malam, tetapi hari ini, atau lebih tepatnya saat ini masih jam enam sore dan aku sudah mengantuk berat.

"Ngantuk, ya?" tanya Mingi.

Aku mengangguk pelan. Mingi menarikku mendekat dan merangkulku. Dalam posisi berdiri menunggu kereta kami datang, aku memeluk Mingi dari samping dan sedikit bersandar padanya. Astaga, aku ingin sekali memejamkan mataku.

"Nath, keretanya dateng," ucap Mingi.

Aku berusaha keras untuk membuka mataku. Baiklah, di kereta nanti aku bisa tidur, walau hanya untuk beberapa menit saja.

Kami berjalan masuk ke dalam kereta. Aku hanya mengekor Mingi sambil menahan diriku agar tidak menguap terlalu lebar, sedangkan laki-laki itu sibuk mencari kursi kosong untuk kami berdua, tanpa melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tanganku.

"Sini," ucap Mingi.

Mingi menarikku ke barisan yang agak kosong dan aku kembali mengantuk berat setelah duduk. Laki-laki itu kembali merentangkan tangannya dan merangkulku mendekat. Juga, Mingi membuat kepalaku bersandar nyaman di bahunya.

"Tidur aja, nanti kalo udah mau sampe aku bangunin," ucap Mingi.

"Gapapa? Emang kamu gak ngantuk?" tanyaku.

Mingi menggeleng, "Tadi aku sempet beli kopi sama Yunho, jadi gak ngantuk. Tidur aja, aku jagain."

Aku mengangguk kecil dan mulai memejamkan mataku. Samar-samar, aku merasakan Mingi membelai lembut rambutku. Ia bahkan sempat bersenandung kecil.

Aku tersenyum. Sungguh, rasanya aku tidak akan pernah bisa jauh-jauh dari Mingi.

"Nath,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nath,"

"Natasha,"

"Udah sampe, sayang. Bangun yuk?"

Aku membuka mataku perlahan dan menggeleng dengan keras. Ayo sadar, Natasha, sebentar lagi kau harus turun!

Aku kembali menguap dan sedikit meregangkan tubuhku. Astaga, rasanya aku baru saja tertidur, tetapi sudah sampai saja di stasiunku.

"Ayo siap-siap turun," ajak Mingi.

Mingi ikut berdiri dan menggenggam tanganku. Lagi-lagi, aku hanya berjalan mengekori langkah Mingi tanpa berpikir sama sekali.

Sebentar, ada sesuatu yang mengganjal.... Mingi tidak seharusnya turun di sini!

"Mingi? Kok kamu ikut turun sih?" tanyaku.

Mingi kembali mengoper tasnya ke depan dan berjongkok di depanku. "Kamu ngantuk berat kayak gitu, masa aku tinggal pulang sendirian? Aku anterin sampe rumah," jawab Mingi.

"Aku bisa jalan kaki ㅡhoaaam!!"

"Kamu suka nyiksa diri ya, ribet nanti kalo kamu tiba-tiba ngantuk berat, terus tidur di pinggir jalan," ucap Mingi, "Ayo sini, aku masih kuat buat gendong kamu. Atau mau digendong di depan sambil tiduran?"

Aku menggelengkan kepalaku, "Enggak ah."

Aku menempel pada punggung Mingi dan kembali mengalungkan kedua lenganku pada leher laki-laki itu, persis seperti tadi pagi. Mingi kembali menggendongku, berjalan kaki sampai ke rumahku. Untungnya jarak antara rumahku dan stasiun tidak terlalu jauh.

"Mingiii," panggilku.

"Hm?"

"Maaf ya, aku ngerepotin kamu," ucapku.

Mingi tertawa kecil, "Ngerepotin apanya sih? Kan aku udah janji sama orangtua kamu kalo aku bakal jagain kamu."

Ah, aku mendadak mengingatnya, sebuah janji yang Mingi ucapkan di depan ayahku saat pertama kali ia bertamu di rumahku sebagai pacarku. Aku bahkan masih ingat muka panik Mingi saat ia berhadapan dengan ayahku.

"Nanti mau aku pijitin dulu gak? Aku pinter mijet loh," ucapku lagi.

"Kamu kalo ngantuk aneh-aneh banget ya. Mumpung masih di luar, mau jajan gak?" tawar Mingi.

"Hoaam, mau jajan apa? Aku ikut kamu aja,"

"Ikut aku, berarti kita pulang ke rumahku ya?"

Aku mencubit pipi Mingi pelan, "Ngaco."

"Beli susu panas yuk, malem-malem dingin gini enak minum yang anget-anget," ajak Mingi.

"Ayo,"

Mingi menepi ke salah satu kios di pinggir jalan. Aku turun dari punggungnya dan menunggu Mingi memesan dengan mendudukkan diri di bangku panjang.

Udara malam tiba-tiba berembus, aku otomatis memeluk diriku sendiri karenanya. Mingi yang sudah selesai memesan pun duduk di sebelahku dan menatapku. Tanpa aba-aba, ia kembali memelukku, merapatkan jarak kami.

"Aku gak bawa jaket, aku peluk aja, ya? Nanti abis minum, pasti anget kok," ucap Mingi.

Aku hanya mengangguk pelan. Tak butuh waktu lama, pemilik warung segera menghidangkan pesanan kami. Kami pun menikmati minuman masing-masing dalam diam.

Ah, rasanya sempurna sekali memiliki Mingi. Dengan menghabiskan waktu berdua di bawah malam dengan taburan bintang, ia benar-benar membuat hari ini terasa sempurna.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


time set ngebut: on ✅

cerita ini cuma 10 chapteran doang kayak not ateez hehehe

[✔] La La Lost You ➖Mingi ATEEZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang