PART 13 - ZANIEL

2 1 0
                                    

•Zaniel pov

Aku, Lissa dan Nasya sedang berjalan jalan di lorong sekolah. Dengan Lissa yang sibuk melihat layar hpnya sambil tersenyum senyum melihat oppa oppa ganteng di instagram "ya tuhan kok ada makhluk seindah ini.. itu muka ngapa bersih amat.. mark kuuu sayangggg kok imut banget gimana iniii gue ga sangguppp, syaa zann tolong gue mau pingsan" serunya sambil meloncat loncat kecil dan menunjukan layar hp nya ke arah ku dan Nasya.
"Masih gantengan gue ini" balasku dengan pedenya
"Ih amit amit." Jawab Lissa dan wajah girangnya langsung asem lagi, "nahh itu baru di bilang ganteng" wajah girangnya kembali lagi dengan seketika sambil menunjuk cowok yang berjalan ke arah kita, dan benar itu Noah.
Aku dengar banyak tentang Noah dari Lissa, dia bilang Noah adalah cowok idaman Nasya dan calon pacar Nasya. Nasya sendiri ga pernah cerita apa apa tentang Noah, mungkin dia tau itu akan membuatku sakit hati. Aku juga tidak mau bertanya soal ini karena ini bukan urusanku. Jika Nasya tidak ingin cerita, berarti dia tidak mau aku tau, tidak penting berapa kali aku tanya, tidak ada gunanya.
Saat Noah datang dia mengajak bicara Nasya, sementara Lissa menarik ku ke kantin untuk menunggu Nasya. Tidak lama kemudian, Nasya datang, aku melihat ke arahnya dengan wajah cemas, dan begitu pun dengan Nasya. Seperti ada sesuatu yang mau dia sampaikan tetapi takut dengan reaksiku. Setelah di tanya oleh Lissa dia mengaku sudah berpacaran dengan Noah.

Saat aku dengar itu, rasanya seperti ada pukulan keras di dada. Sakit rasanya, ingin menangis tapi tidak mungkin aku bisa menangis didepan Nasya. Inginku luapkan semua emosi yang ada dalam diriku, masih banyak pertanyaan tapi tidak berani bertanya.
Kenapa Noah? Kenapa ga gue? Bukannya gue yang selalu ada buat lo sya? Kenapa lo lebih milih dia dari pada gue??
Aku masih terdiam, sudah jelas Nasya tidak suka denganku. Tidak pantas rasanya untuk marah.

**********

Waktu berjalan hubunganku dengan Nasya semakin renggang, seolah olah aku tergantikan oleh kehadiran Noah. Dan kondisi mentalku semakin buruk, dulu Nasya yang selalu ada kalau tiba tiba aku panik tidak jelas. Seringkali aku tidak masuk kelas karena harus cari tempat sepi untuk nenangin diri sendiri saat panic attack. Ke psikiater juga rasanya seperti tidak ada gunanya. I feel like something is missing, dan aku tau jelas apa itu.

Hari ini hari rabu, hari dimana aku harus nemuin psikiaterku untuk cerita tentang kejadian seminggu ini, dan kapan panic attack ku datang. Dan tugasnya hanya memberi advice dan bertanya beberapa pertanyaan.
"Bagaimana hari ini?"
"Bagaimana di sekolah tadi?"
"Apa saja yang terjadi seminggu ini?"
"Masih sering mendapat panic attack?"
Dan yang terakhir dia selalu bertanya
"Bagaimana Nasya?"
Dan selalu ku jawab dengan
"Baik, dia baik baik saja"
Karena benar dia baik baik saja, aku yang tidak.
Kehilangan Nasya rasanya seperti semua itu terulang lagi. Rasa sakit bertahun tahun lalu datang lagi, sakit itu sempat hilang saat dia ada di hidup ku. Sosok ayah, dia dulu adalah bagian besar dalam hidupku. Untuk ku ayah ku hebat, tapi mungkin tidak untuk ibu ku. Dan itu terlihat jelas dari teriakan dan pertengkaran mereka setiap malam yang dapat ku dengar di balik selimut ku saat aku berusaha untuk tidur. Ini terjadi 5 tahun yang lalu. Dan berakhir dengan ayah ku pergi meninggalkan aku dan ibuku. Aku kecewa, seperti di khianati rasanya. Dia tidak perduli tentang ku, jika dia perduli dia tidak akan pergi ninggalin aku dan ibu. Sama seperti Nasya. Rasa sakit itu datang saat ayahku pergi dan hilang perlahan saat Nasya datang, dan kembali lagi saat Nasya pergi. Rasanya seperti dikhianati untuk kedua kalinya. Ini mungkin terdengar bodoh, dan tidak adil untukku menyalahkan Nasya. Tapi kau tidak tau seberapa pentingnya seseorang di hidup orang lain.

Aku tidak baik baik saja.
Aku tidak baik baik saja saat melihatnya. Ingin aku bertanya padanya
'kenapa??'
'Kenapa lo ninggalin gue?'
Aku tidak baik baik saja saat melihatnya dengan Noah. Bohong jika aku bilang aku bahagia melihatnya bahagia dengan orang lain.
Karena itu tidak benar, aku tidak bahagia, tidak sama sekali.

Ku ceritakan semua itu pada psikiater ku sama seperti hari hari rabu sebelumnya.
"Jangan pernah takut untuk bercerita padaku. Datang lagi rabu depan ya" katanya mengakhiri sesi curhat hari ini tepat pada pukul 4 sore. Dia memberikan ku beberapa obat karena stok obatku sudah habis. Seringkali aku tidak meminumnya atau bahkan membuang sebagian dari obatku karena meminumnya membuat ku mual dan merasa ngantuk setiap saat. Panic attack ku masih tetap datang, jadi ku pikir apa gunanya mengkonsumsi obat itu, jika bukan karena ibuku tidak akan aku pergi ke psikiater.

Aku berjalan keluar dari ruangan itu, menuju pintu keluar aku harus melewati ruang tunggu, saat aku melewati ruang tunggu aku melihat laki laki tua yang aku ingat jelas wajahnya. Dia menyadari keberadaan ku, lalu bangkit dari kursinya dan menghampiri ku
"Zaniel, apa kabar mu nak?" Tanyanya seolah dia perduli dengan kabar ku, tapi dimana dia selama ini. Tidak sekalipun dia pernah menemui ku. Kenapa baru sekarang
"Mau apa lo disini?" Tanyaku balik, bahkan tak sudi untuk memanggilnya ayah
"Maaf ayah baru bisa nemuin kamu sekarang, selama ini ayah selalu memikirkan kabar kamu dan ibumu. Tapi ayah belum berani untuk nemuin kamu karena ayah tau kamu pasti akan sangat marah" jawabnya menjelaskan pertanyaanku
"Kalau lo tau, ga usah dateng sama sekali. Gue ga mau liat muka lo" setelah mengatakan itu aku pergi meninggalkannya. Jantungku berdetak kencang, tidak bisa dikontrol. Aku berlari keluar rumah sakit dengan tubuhku bergetar sambil ku pegang dadaku yang terasi sakit. Kenapa orang orang ini terlihat seperti tidak perduli, seolah tidak menyadari aku kesakitan. Ibu ku seharusnya ada disini, seperti biasanya dia selalu menjemput ku tepat saat aku selesai dengan sesi ku. Dimana dia.
Tepat setelah ku bertanya itu pada diriku sendiri, kulihat mobil hitam milik ibu ku datang dan berhenti didepan ku. Langsung ku buka pintu mobil itu masih dalam keadaan yang sama. Aku duduk dan menunduk sampil memegang kepala ku dengan kedua tanganku. Ibuku yang menyadari itu langsung menanyakan "kamu kenapa nak?" Tidak sempat ku jawab, ibuku melihat keluar jendela dan menyadari keberadaan ayah ku lalu langsung menginjakan gas dan pergi keluar dari sana.

Sepanjang perjalanan ibuku bertanya banyak pertanyaan walaupun keadaanku masih belum tenang.
"Bagaimana dia bisa ada disitu?"
"Mau apa dia?"
"Apa yang dia katakan padamu?"
"Bagaimana dia bisa tau kamau disitu?"
"Apa kalian masih sering berbicara selama ini?"
Aku tidak bisa memproses pertanyaan pertanyaan itu, semakin pusing rasanya. Aku butuh ketenangan
"Ma!!.." teriakku yang membuat ibuku langsung menghentikan mobilnya dan memarkirnya di pinggir jalan dan memelukku sambil bilang
"Maaf, maafin mama"

•The end of Zaniel pov

——————————————————————
HAIIII
IF YOU ENJOY THIS PART
PLEASE VOTE AND COMMENT
THANK YOU
❤️❤️

Part 14 is coming soon. I promise im working on it😬😬

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang