Rangga melangkah perlahan-lahan menghampiri sebongkah batu yang tidak begitu besar, namun cukup datar untuk diduduki. Di samping batu itu berdiri sebatang pohon rindang, cukup nyaman untuk berlindung dari sengatan matahari. Rangga duduk bersila di atas batu itu, sedangkan Panglima Bayan Sudira hanya berdiri dengan kepala tertunduk.
"Mendekatlah kemari, Paman," pinta Rangga.
"Hamba, Gusti."
Panglima Bayan Sudira memberi hormat, kemudian melangkah menghampiri. Dia duduk bersila di depan Pendekar Rajawali Sakti. Kepalanya tetap tertunduk menekun rerumputan di depannya. Sementara Rangga menatap tidak berkedip.
"Paman, aku ingin penje lasan yang lengkap. Kuharap kau berterus terang dan berkata jujur," kata Rangga tegas dan berwibawa.
"Ampun, Gusti. Semua yang dikatakan Macan Gunung Sumbing sama sekali Tidak benar. Pusaka Karang Setra benar-benar hilang dicuri. Sampai sekarang belum jelas, siapa pencurinya dan di mana pusaka itu berada,” kata Panglima Bayan Sudira setelah memberi hormat.
"Benarkah yang kau katakan itu, Paman?" tanya Rangga bernada tidak percaya.
“Dewata di Swargaloka menjadi saksi Gusti" sumpah Panglima Bayan Sudira.
"Baiklah. Aku percaya padamu, Paman. Hanya saja...,” Rangga memutuskan ucapannya
"Hanya apa, Gusti?" desak Panglima Bayan Sudira.
"Dari mana Macan Gunung Sumbing tahu tentang pusaka itu? Dan kenapa menuduh bahwa kau yang mengambilnya...?" Rangga seperti bertanya pada dirinya sendiri."Gusti, dia hanya ingin memfitnah saja. Yang diinginkan sebenarnya pusaka itu, seperti halnya tokoh-tokoh lain. Berbagai cara pasti ditempuh untuk memperolehnya," jelas Panglima Bayan Sudira.
Tatapan Rangga semakin tajam ke arah laki-laki hampir setengah baya di depannya. Sinar matanya memancarkan ketidakpercayaan terhadap keterangan Panglima Bayan Sudira. Terlalu mudah rasanya untuk alasan seperti itu. Macan Gunung Sumbing bukanlah tokoh yang suka berbuat sekeji itu, meskipun sepak terjangnya selalu merugikan dan mencelakakan orang lain. Tapi untuk memfitnah, memecah belah dan berlaku keji seperti ini..., rasanya hal itu tidak pernah dilakukan Macan Gunung Sumbing. Setahunya tokoh itu selalu bertindak jantan, meskipun seluruh tokoh rimba persilatan menggolongkannya dalam aliran hitam. Tindak tanduknya yang liar dan kejam tanpa mengenal belas kasihan pada siapa pun, sangat memungkinkan dia ada di golongan hitam.
"Gusti, percayalah! Hamba tidak mungkin berkhianat. Justru hamba sekarang berada di sini karena mencari pusaka itu, selain untuk mengabarkan kepada Gusti," kata Panglima Bayan Sudira berusaha meyakinkan junjungannya.
"Hhh... !" Rangga menarik napas panjang.
Sebentar kemudian Pendekar Rajawali Sakti itu bangkit berdiri dan melangkah menghampiri kudanya yang tengah asyik merumput. Tanpa berkata-kata lagi, Rangga melompat naik ke punggung kudanya. Kuda hitam bernama Dewa Bayu itu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya.
Sedangkan Panglima Bayan Sudira masih tetap duduk bersila dengan kepala tertunduk. Dia tahu kalau Rangga tidak mempercayai keterangannya. Rasa curiga dan ketidakpercayaan kini sudah terselip di hati Raja Karang Setra itu.
"Tunjukkan kesetiaanmu, Paman. Jangan temui aku sebelum bisa menunjukkan kesetiaanmu" kata Rangga tegas dan berwibawa.
"Gusti...!" Panglima Bayan Sudira tersentak kaget
"Aku benar-benar kecewa jika kau berkhianat, Paman. Selama ini kau selalu kupercaya, dan kuberikan kekuasaan penuh menangani seluruh prajurit Karang Setra. Aku tidak ingin kejadian ini menyebar dan membuat malu dirimu sendiri. Kau kuberi kesempatan untuk membuktikan kejujuranmu padaku," kata Rangga lagi.
"Gusti, ampunkan hamba.... Hamba tidak berkhianat," rintih Panglima Bayan Sudira memohon."Aku percaya padamu, Paman. Tapi saat ini harus kau tunjukkan dan perlihatkan kepercayaan yang telah kuberikan padamu. Tunjukkanlah kalau kau seorang abdi setia yang patut dipercaya.”
"Oh, Gusti..,. Hukumlah hamba, Gusti. Hukumlah seberat-beratnya bila memang hamba berkhianat," rintih Panglima Bayan Sudira.
"Hukuman tetap akan dijalankan bila kau bersalah."
"Oh...."
Lemas seluruh tubuh Panglima Bayan Sudira. Walaupun dengan merintih dan memohon ampun, tapi keputusan Rangga tidak bisa dicabut kembali. Pendekar Rajawali Sakti itu menggebah kudanya dengan cepat meninggalkan Panglima Bayan Sudira yang berlutut sambil merintih lirih.
Rangga sudah tidak terlihat lagi bersama Kuda Dewa Bayu. Laki-laki dari Karang Setra itu bangkit berdiri setelah bisa menghilangkan kegundahan hatinya. Perlahan-lahan dia melangkah menghampiri kudanya, lalu melompat naik ke punggung kuda itu.
"Oh, Dewata Yang Agung.... Begitu berat cobaan yang Kau timpakan padaku," rintih Panglima Bayan Sudira.
Kuda itu melangkah perlahan-lahan membawa Panglima Bayan Sudira di punggungnya. Laki-laki hampir separuh baya itu tidak peduli ke mana kudanya akan membawa. Seluruh gairah hidupnya sudah hilang dengan hilangnya kepercayaan Rangga padanya. Dan semua itu akibat kemunculan si Macan Gunung Sumbing. Panglima Bayan Sudira benar-benar mendendam pada tokoh hitam itu yang telah menghancurkan segala-galanya dengan memfitnahnya langsung di depan junjungannya itu.
Hanya, Panglima Bayan Sudira memang tidak bisa menyalahkan Pendekar Rajawali Sakti yang juga junjungannya di Kerajaan Karang Setra. Memang tidak bisa dibantah semua yang dituduhkan Macan Gunung Sumbing padanya. Meskipun tuduhan itu tanpa bukti yang nyata. Dan kini harus ditunjukkan kalau dirinya tidak bersalah sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
24. Pendekar Rajawali Sakti : Kemelut Pusaka Leluhur
AksiSerial ke 24. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.