BAGIAN 2

1K 37 0
                                    

Hati Prabu Duta Nitiyasa diliputi berbagai macam tanda tanya ketika menerima Panglima Bayan Sudira. Namun dia masih bisa tersenyum cerah. Diterimanya tamunya itu di ruangan Bangsal Pendopo Agung. Sebuah ruangan yang cukup besar, dengan hiasan dinding indah dan berlantaikan batu pualam putih yang berkilat. Tampak sedap dipandang mata.

"Apakah maksud Tuan Panglima datang mengunjungi kerajaan kecil ini?" tanya Prabu Duta Nitiyasa ramah.
"Ampun, Gusti Prabu. Kedatangan hamba memang sengaja, karena mendapat berita kalau raja hamba berada di kerajaan ini," sahut Panglima Bayan Sudira penuh hormat.
"Rajamu...?!" Prabu Duta Nitiyasa terperanjat
"Benar, Gusti," Panglima Bayan Sudira meyakinkan.
Prabu Duta Nitiyasa menatap Patih Raksajunta yang menemaninya di ruangan ini. Sungguh tidak diduga kalau Karang Setra kini sudah menjadi sebuah kerajaan. Tapi yang membuatnya lebih terkejut adalah berita tentang Raja Karang Setra yang kini berada di Kerajaan Jiwanala. Padahal Tidak ada seorang raja pun yang menjadi tamu di sini.
"Siapa nama Raja Karang Setra?" tanya Prabu Duta Nitiyasa setelah hilang rasa terkejutnya.
"Gusti Prabu Rangga Pati Permadi," jawab Panglima Bayan Sudira.
"Rangga..," desis Prabu Duta Nitiyasa hampir tidak percaya dengan pendengarannya. Padahal dia baru saja membicarakan tentang putra kakaknya yang menjadi adipati di Karang Setra dua puluh tahun silam. Dan kini didengar keterangan kalau putra adipati itu masih hidup, bahkan menjadi raja di tanah kelahirannya. Sungguh suatu kabar yang sangat mengejutkan, di samping menggembirakan.
Dua puluh tahun lebih Prabu Duta Nitiyasa tidak pernah lagi mendengar kabar tentang Karang Setra, tempatnya dilahirkan. Dan sekarang datang seorang panglima dari Kerajaan Karang Setra yang dulu hanya sebuah kadipaten. Pikiran Prabu Duta Nitiyasa jadi berputar kembali, karena beberapa hari yang lalu memang ada seorang pemuda yang mengaku bernama Rangga. Tapi pemuda itu dari kalangan rimba persilatan yang bergelar Pendekar Rajawali Sakti. Dan kini Panglima Bayan Sudira datang untuk mencari rajanya yang juga bernama Rangga.

"Tuan Panglima, bagaimana ceritanya sampai rajamu pergi tanpa kabar berita yang pasti?" tanya Prabu Duta Nitiyasa.
"Prabu  Rangga  meninggalkan  istana  karena  ada kepentingan yang tidak hamba ketahui dengan pasti,  Gusti Prabu. Memang sudah dipesan agar tidak perlu mencarinya. Tapi sudah lama beliau tidak kembali, dan terakhir kami mendapat berita kalau Gusti Prabu Rangga berada di kerajaan ini," Panglima Bayan Sudira mencoba menjelaskan dengan singkat.

"Apakah Gusti Prabu Rangga itu seorang pendekar?" tanya Patih Raksajunta yang sejak tadi diam saja.
"Benar, Paman Patih. Gusti Prabu Rangga juga dikenal dengan nama Pendekar Rajawali Sakti."
Bagaikan mendengar guntur di siang bolong, Prabu Duta Nitiyasa dan Patih Raksajunta terlonjak kaget.   Mereka menatap tajam Panglima Bayan Sudira yang juga terperanjat, karena tidak mengerti akan sikap tuan rumah ini. Untuk beberapa saat lamanya suasana jadi hening. Prabu Duta Nitiyasa bangkit berdiri, lalu melangkah menuju ke jendela besar yang terbuka lebar. Saat itu sudah menjelang malam. Di luar sana, kegelapan menyelimuti sekitarnya. Kabar berita yang dibawa Panglima Bayan Sudira benar-benar membuatnya terkejut setengah mati. Perasaan batin yang selama ini mengganggu pikirannya ternyata terbukti.  Tapi tidak diduga kalau akan sampai sejauh itu.
"Tuan Panglima, tentunya perjalanan jauhmu sangat melelahkan. Sebaiknya beristirahatlah dahulu,” ujar Prabu Duta Nitiyasa tetap memandang ke luar melalui jendela.
"Hamba, Gusti Prabu," sahut Panglima Bayan Sudira. Dengan diantar Patih Raksajunta, Panglima Bayan Sudira meninggalkan ruangan Bangsal Pendopo Agung Ini. Sementara Prabu Duta Nitiyasa masih berdiri memandang langit kelam tanpa satu bintang pun terlihat menggantung. Angin malam yang dingin begitu keras menerpa wajahnya. Tapi Prabu Duta Nitiyasa tidak memperdulikannya. Pikirannya semakin tidak menentu saat ini.
Cukup lama juga Prabu Duta Nitiyasa berdiri mematung di depan jendela Bangsal Pendopo Agung ini.  Sampai-sampai tidak tahu kalau Patih Raksajunta sudah berada di belakangnya. Ragu-ragu laki-laki tua itu menegur, tapi akhirnya memberanikan diri juga untuk menegur. Prabu Duta Nitiyasa membalikkan tubuhnya.   Patih Raksajunta membungkuk memberi hormat.
"Perkataan batinku benar, Paman," tegas Prabu Duta Nitiyasa pelan.
"Hamba kira ini bukan malapetaka, Gusti," kata Patih Raksajunta.
"Mudah-mudahan demikian," desah Prabu Duta Nitiyasa pelan.
Prabu Duta Nitiyasa melangkah perlahan-lahan meninggalkan ruangan besar itu. Sedangkan Patih Raksajunta masih tetap berdiri, meskipun junjungannya itu sudah tidak terlihat lagi. Laki-laki tua itu kelihatan resah, entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini.
"Hhh...,”  Patih Raksajunta  menarik  napas  panjang kemudian berjalan perlahan meninggalkan ruangan ini.
Dua orang prajurit penjaga menghampiri  jendela setelah Patih Raksajunta menghilang di balik pintu, lalu menutupnya rapat-rapat. Saat itu seorang wanita bertubuh gemuk masuk. Dibereskan meja dan kursi yang tadi diduduki Prabu Duta Nitiyasa, Patih Raksajunta, dan Panglima Bayan Sudira. Tidak ada kata-kata yang terucapkan, semuanya bekerja tanpa membuka mulut. Seakan-akan keresahan hati Prabu Duta Nitiyasa sudah merambat pada semua orang di lingkungan istana ini.

24. Pendekar Rajawali Sakti : Kemelut Pusaka LeluhurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang