"Keparat! Rupanya kalian berkomplot!" seru Patih Raksajunta geram.
"Ha ha ha...'" Kakek Pesolek Pemetik Bunga tertawa terbahak-bahak.
Tawa itu pun langsung disambung si Kumbang Merah yang membuat Patih Raksajunta tadi terguling sejauh tiga batang tombak. Belum lagi hilang suara tawa itu, muncul pula dua orang muda memakai baju kuning gading dari dalam puri Teratai Emas. Jelas, mereka adalah Sepasang Naga Hitam. Tidak lama kemudian satu raungan keras terdengar, disusul munculnya si Macan Gunung Sumbing bersama binatang peliharaannya berupa seekor harimau besar.
Patih Raksajunta yang mengenali orang-orang itu, menggeser kakinya mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Sementara itu. Tokoh-tokoh sakti rimba persilatan yang kini bergabung hanya untuk menguasai Pusaka Karang Setra berdiri berjajar menghadapi Rangga.
"Kalian dengar tadi. Bocah edan ini mengaku dirinya putra Adipati Karang Setra! Lucu..., heh! Meskipun kau kini seorang raja di Karang Setra, belum berarti kau pewaris tunggal! Kau hanya bocah edan yang gila kekuasaan!" Kakek Pesolek Pemetik Bunga menghina dengan suara lantang.
"Ha ha ha...!" empat orang lainnya tertawa terbahak- bahak.
“Tapi dia tampan sekali," celetuk Andini yang sejak tadi tidak lepas memandangi Pendekar Rajawali Sakti.
"Kendalikan dirimu, Andini!" rungut Macan Gunung Sumbing.
"Maaf. Kalau bisa jangan lukai dia sebelum...," Andini tersenyum-senyum dengan mata mengerling pada Rangga.
"Itu urusan nanti, Andini, " sergah Andika.
"Baik, aku akan bersabar. Dan kau juga harus bersabar, Pemuda Tampan," lagi-lagi Andini mengerlingi Rangga.Sikap Andini menambah kebencian dan kemuakan terhadap diri Pendekar Rajawali Sakti. Tapi kemarahannya harus bisa ditahan. Menghadapi tokoh-tokoh tingkat tinggi seperti ini, harus bisa menahan kemarahan dan luapan emosi yang akan membuat diri menjadi lupa dan lengah. Jelas ini sangat berbahaya.
Rangga berusaha keras agar dirinya tetap tenang, meskipun hatinya diliputi perasaan marah dan kebencian yang memuncak.
"Kau dengar, Pendekar Rajawali Sakti. Mereka tidak percaya bualanmu, jadi sebaiknya angkat kaki saja dari sini dan lupakan semua tentang Pusaka Karang Setra. Kau tidak berhak memilikinya, meskipun sekarang kau raja di sana!" kata Kakek Pesolek Pemetik Bunga lagi.
"Apa pun yang kalian katakan, pusaka itu tetap akan kukembalikan pada tempatnya!” balas Rangga tidak kalah lantangnya.
“Ha ha ha...!” Kakek Pesolek Pemetik Bunga tertawa terbahak-bahak.
“Dan kalian semua lebih tidak berhak memilikinya!" sambung Rangga lebih tegas.
“Kalian semua dengar itu? Lucu sekali! Semua orang berhak memiliki benda tidak bertuan, lebih-lebih sebuah benda pusaka. Tapi...,” Kakek Pesolek Pemetik Bunga berhenti sebentar, lalu memandang pada yang lainnya satu persatu.
"Biar aku dulu!" potong Andini yang mengerti maksud pandangan laki-laki tua pesolek itu.
"Bagus. Tapi hati-hati, Andini. Aku tidak ingin wajahmu yang cantik itu tergores. Jangan biarkan tangannya menyentuh tubuhmu yang menggiurkan itu," goda Kakek Pesolek Pemetik Bunga.
“Jangankan dia! Kau sendiri tidak mungkin bisa menjamahku, tua bangka," ejek Andini.
"Setan betina...! Kau membuatku jadi bergairah," balas Kakek Pesolek Pemetik Bunga mengerling genit.
"Baik, kita taruhan!" tantang Andini jumawa.
"Taruhan apa?” balas Kakek Pesolek Pemetik Bunga bergairah.
"Siapa di antara kalian yang menang melawan Si Tampan itu, boleh bersenang-senang bersamaku. Bagaimana?" Andini tersenyum-senyum seraya mengerling pada kakaknya. Sedangkan Andika membalas hanya dengan senyuman tipis saja. Sudah dimengerti maksud adik seperguruannya itu.
"He he he.... Kau cerdik sekali, setan betina. Baiklah, banyak saksi di sini," Kakek Pesolek Pemetik Bunga menyanggupi tawaran wanita cantik itu.Sementara Rangga yang mendengar semua percakapan itu semakin sulit menahan kemarahannya. Dirasakan dirinya begitu direndahkan. Belum pernah dirinya dijadikan taruhan seperti ini. Rangga benar-benar muak. Ingin rasanya menyumpal mulut mereka yang begitu kotor, tidak tahu tata krama. Bicara seenaknya sehingga membuat telinga jadi sakit mendengarnya.
Kakek Pesolek Pemetik Bunga mengerling pada Andini, kemudian me langkah ke depan mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Langkahnya begitu ringan, dan sikapnya begitu meremehkan. Sementara Rangga merentangkan sebelah tangannya, memberi isyarat pada Patih Raksajunta untuk menyingkir. Laki-laki tua itu mengerti, dan segera melangkah mundur menjauhi Pendekar Rajawali Sakti.
"Bagaimana, bocah? Bisa kita mulai?" tantang Kakek Pesolek Pemetik Bunga sinis.
Rangga merentangkan tangannya lebar-lebar. Memang, tidak perlu dijawab tantangan itu. Dijawab atau tidak, harus dihadapi semua orang yang berada di halaman Puri Teratai Emas ini. Dan itu sudah diperhitungkan sejak kakinya menginjak tempat ini.
“Bersiaplah, bocah! Hiyaaat...!”
Sambil berteriak keras, Kakek Pesolek Pemetik Bunga melompat sambil mengirimkan dua pukulan beruntun ke arah dada Rangga. Namun dengan mantap sekali Pendekar Rajawali Sakti itu menghindari dengan memiringkan tubuh ke kanan sedikit. Dan pada saat itu dengan cepat dikibaskan tangan kirinya ke arah perut Kakek Pesolek Pemetik Bunga yang meremehkan pemuda itu jadi terkejut bukan main. Buru-buru ditarik mundur tubuhnya begitu dua serangannya gagal.
Bahkan kini harus menghindari kibasan tangan kiri lawan. Tapi belum juga sempurna menghindar, kaki kanan Rangga sudah melayang ke arah perut. Begitu cepatnya tendangan Pendekar Rajawali Sakti itu sehingga Kakek Pesolek Pemetik Bunga tidak sempat lagi menghindar. Dan tendangan Rangga telak mendarat di perutnya.
“Hugh...!” Kakek Pesolek Pemetik Bunga mengeluh tertahan.
Selagi tubuhnya membungkuk, Rangga cepat menyarangkan satu pukulan telak dan tepat bersarang di wajah laki-laki tua pesolek itu. Satu raungan keras terdengar bersama terdongaknya kepala laki-laki tua itu. Tidak hanya sampai di situ saja. Rangga kini juga mengirimkan satu pukulan telak bertenaga dalam penuh ke dadanya. Akibatnya, laki-laki tua itu terjengkang jauh ke belakang.
Rangga berdiri tegak memandangi lawannya yang menggelepar di tanah. Hanya sebentar Kakek Pesolek Pemetik Bunga menggelepar, namun sesaat kemudian sudah melompat bangkit kembali. Wajahnya merah padam menahan kemarahan yang memuncak. Lebih-lebih saat melihat senyuman sinis Andini yang bernada mengejek. Laki-laki tua pesolek yang masih suka wanita cantik ini menggeram dahsyat, kemudian berlari cepat menerjang Pendekar Rajawali Sakti.
“Yaaa...!”
“Hup, hup!”
Rangga menanti serangan itu sambil mempersiapkan satu jurus yang ampuh, ‘Pukulan Maut Paruh Rajawali’. Dan begitu kakek pesolek menerjang disertai pengerahan tenaga dalam penuh, dengan sigap Rangga melompat sambil menghantamkan pukulannya ke arah kepala laki-laki tua itu. Namun Kakek Pesolek Pemetik Bunga lebih cepat lagi merunduk sehingga pukulan Pendekar Rajawali Sakti mengenai bagian kosong. Pada saat itu tangan kanan Kakek Pesolek Pemetik Bunga menghentak ke atas, dan menangkap tangan Rangga.
“Hih!”
Hanya sekali hentakan saja tubuh Rangga terbanting keras ke tanah. Hebatnya, Pendekar Rajawali Sakti malah meminjam tenaga hentakan tadi untuk menarik tubuh laki-laki tua itu, sehingga sama-sama terjungkal ke tanah. Pada saat yang sama, kaki kanan Rangga melayang deras dan tepat menghantam dada Kakek Pesolek Pemetik Bunga.
"Akh..” Kakek Pesolek Pemetik Bunga terpekik tertahan.
"Modar...!" seru Rangga keras.
Sukar sekali pertarungan itu dilihat dengan mata biasa. Namun semua orang yang ada di halaman depan Puri Teratai Emas, dapat melihatnya meskipun harus menajamkan mata. Sementara itu dengan gerakan cepat, Rangga menghentakkan tangannya ke depan menghajar kepala Kakek Pesolek Pemetik Bunga. Satu pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' dan mengandung tenaga dalam sempurna, telak menemui sasaran.
"Aaa...!" jerit Kakek Pesolek Pemetik Bunga keras.
Darah langsung muncrat keluar dari kepala yang hancur terhantam jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Satu jurus maut dari rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti'. Rangga bangkit berdiri dan menendang tubuh laki-laki tua yang sudah tidak bernyawa lagi. Tubuh itu melayang deras, dan jatuh tepat di depan Andini.
"Hebat, aku suka itu. Pertunjukan yang sangat menarik," kata Andini dengan bola mata berbinar. Diberikannya senyum manis Pada Rangga.
"Andini, apakah pertaruhan itu masih berlaku?" tanya si Macan Gunung Sumbing.
"Bagaimana, Kakang?" Andini bertanya pada Andika.
"Kau yang menentukan," sahut Andika kalem.
"Baiklah. Tapi kalau kau menang, harus bertarung melawan kakakku," Andini memberi syarat.
Memang, laki-laki mana yang tidak tertarik akan kecantikan Andini? Wanita itu memiliki daya pesona tersendiri, dan mampu memikat pria hanya dengan kerlingan matanya saja. Tidak heran kalau taruhan yang dibuat Andini begitu menggiurkan! Tapi baru saja Macan Gunung Sumbing melangkah maju, terdengar suara bentakan keras.
“Tunggu!”
Semua mata tertuju pada sumber suara bentakan itu. Kumbang Merah yang sejak tadi diam saja melangkah maju ke depan, dan berdiri di tengah-tengah antara Rangga dan Macan Gunung Sumbing. Sebentar dipandangi semua orang yang berada di tempat itu satu persatu.
"Hentikan lelucon ini!" dengus Kumbang Merah dingin.
"Apa...? Hentikan!? Kumbang Merah, apa kau tidak sadar dengan ucapanmu itu?" bentak Macan Gunung Sumbing.
"Kalian semua bodoh! Untuk apa membuang-buang nyawa percuma hanya untuk memperebutkan yang tidak ada?" lantang suara Kumbang Merah.
"Kumbang Merah, menyingkirlah!" sergah Andini kesal.
"Kau yang harus menyingkir, Andini. Sudah kuketahui semua akal busukmu. Sengaja kau tiupkan kabar bohong hanya untuk melenyapkan satu orang. Kau tidak sadar kalau ulahmu dapat memecah-belah orang-orang rimba persilatan. Mengumbar nyawa dan darah hanya untuk memenuhi ambisimu!" tetap lantang suara Kumbang Merah.
“Tutup mulutmu, Kumbang Merah!" bentak Andini gusar.
"Setelah begitu banyak korban berjatuhan? Tidak, Andini! Meskipun selalu bergelimang darah dan dosa, aku tidak pernah berbuat licik dan keji seperti ini. Sayang, Panglima Bayan Sudira tidak pernah mendengar peringatanku. Dia tewas akibat kelicikanmu, Andini," tetap lantang suara Kumbang Merah.
"Aku bilang, tutup mulutmu!" Andini semakin gusar. Kumbang Merah tidak mempedulikan bentakan keras Andini, dan malah berbalik dan menghadap pada Pendekar Rajawali Sakti. Matanya sempat melirik pada Macan Gunung Sumbing.
"Kau pasti sudah pernah mendengar namaku, Rangga. Aku memang bukanlah orang yang bersih dan patut dipercaya. Tapi kali ini, ku harap kau mempercayaiku," kata Kumbang Merah serius.
"Hm..., " Rangga menatap tajam tokoh hitam yang begitu kondang namanya dan sangat disegani lawan maupun kawan. Seorang yang selalu bertindak berdasarkan kejantanan meskipun dapat dikatakan kejam.
"Siasat apa lagi yang akan kau gunakan, Kumbang Merah?" dengus Patih Raksajunta yang sudah berada kembali di samping Rangga
"Bukan siasat! Tapi, aku hanya ingin menjelaskan semua kebohongan ini," jawab Kumbang Merah tegas.
"Kebohongan...!? Apa maksudmu?" tanya Rangga jadi penasaran juga.
![](https://img.wattpad.com/cover/205010328-288-k738903.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
24. Pendekar Rajawali Sakti : Kemelut Pusaka Leluhur
אקשןSerial ke 24. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.