CHAPTER 2

81 19 13
                                    

Yoga berjalan mondar-mandir seperti setrikaan. Dia menunggu dokter yang tak kunjung keluar sedaritadi, membuat Yoga khawatir akan kondisi Lita. Ya, Yoga sedang berada dirumah sakit, karna tadi pagi sebelum ia berangkat sekolah, ia mendapat kabar dari ibu Lita bahwa penyakit Lita kambuh lagi. Yoga tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi pada kondisi Lita. Penyakit Lita yang bisa dibilang semakin parah, membuat Yoga frustasi.

~~~~~

Yoga masuk kedalam ruang inap dimana Lita tergeletak disana, dan Yoga mendapati Lita yang sudah sadar.

"Gimana kondisi kamu? Udah baikan?" Tanyanya.

"Udah kok, makasih ya Yoga, kamu selalu ada buat aku." Ucap Lita menatap Yoga.

"Aku selalu ada buat kamu Lit, jangan khawatir."

"Aku hanya khawatir, jika suatu saat ada yang membuatmu nyaman, dan kamu pergi ninggalin aku." Ujar Lita.

"Makan dulu ya, aku suapin," ucap Yoga.

~~~~~

Hari sudah sore, Yoga melajukan motornya menuju rumah Zaki, karena ia berjanji pada sahabatnya untuk bermain PS bersama.

Tak terasa, ia sudah sampai dihalaman rumah Zaki.

"Napa muka lo kusut gitu?" Tanya Zaki.

"Gue bingung,"

"Bingung napa? Cerita aja elah,"
"Lo tau kan, gue sayang Lita," ujarnya.

"Trus napa bege! Mau nembak dia, tapi lo g tau caranya? Okelah gue sebagai sahabat yang baek bakal kasih tutornya, ni ya dengerin," ucap Zaki.

"Bukan gitu Ki! Dengerin gue dulu napa?" Ucap Yoga emosi.

"Ya terus apa dong, ga da masalah kan?" Ujar Zaki santai.

"Kenapa gue ga bisa cinta sama dia ya? Apa gue itu cuman kasian sama Lita?"

"Mungkin ada orang lain yang bikin lo nyaman selain Lita Ga." Ucap Zaki yang kali ini serius.

"Perasaan ga ada tu,"

"Makanya jangan pake perasaan!," ucap Zaki.

Lalu mereka bermain PS dengan asyiknya, membuat Yoga melupakan masalahnya sejenak.

Setelah 2 jam berada dirumah Zaki, Yoga memutuskan untuk pulang ke rumah. Saat di jalan, ia melihat Shei yang sedang berjalan di trotoar dengan tatapan kosong. Ia memberhentikan motornya disamping Shei.

"Shei," sapa Yoga membuyarkan lamunannya.

"Ee-eeh iyaa, ha? Siapa?" Ujar Shei gelagapan.

"Mau kemana lo?" Tanya Yoga.

"Kemana aja asal ga dirumah." Jawabnya sedih.

"Yok ikut gue." Ajak Yoga.

"Kemana?"

"Kemana aja asal lo ga sedih lagi," ujar Yoga membuat Shei bersemangat.

"Kasian gue liat muka lo itu hahahaha" ucapan Yoga membuat Shei murung.

Ternyata Yoga hanya kasihan. Tanpa pikir panjang, Shei menyetujui ajakan Yoga, karena sejujurnya Shei sedang ingin jalan-jalan mencari udara segar.

Motor Yoga berhenti disebuah taman yang sangat indah dengan banyak lampu-lampu hias. Mereka duduk disalah satu kursi taman. Taman itu sepi, membuat Shei larut dalam pikirannya.

"Jangan suka ngelamun, ntar kesambet, mampus gue." Ucap Yoga. Shei hanya melirik kearah Yoga.

"Cerita aja apa yang mau diceritain, gue siap kok jadi pendengar yang baik, sebagai sahabat yang baik pula ahahaha," ujar Yoga sambil tertawa.

"Sebagai sahabat yang baik pula..." Kata-kata yang membuat Shei berpikir.

"Biasalah masalah mama sama papa," ujar Shei.

Flashback on.

"Akhirnya papa sama mama pulang juga," ujar Shei gembira sambil menjabat tangan ke mama papanya yang baru saja pulang kerja.

"Baru 2 minggu ditinggal, dasar anak manja," ucap mama Shei yang bernama Nasya.

"Shei kan rindu sama mama papa," Shei berusaha tersenyum walau hatinya sakit.

Mereka berjalan menuju ruang tamu.

"Contoh itu kakak kamu, dia selalu buat mama sama papa bangga, bisa sekolah diluar negri dengan beasiswanya, ga manja kayak kamu Shei, dia mandiri, cerdas. Pokoknya kamu harus contoh kak Shean." Ujar papa Shei dengan nada ketus.

Hati Shei seperti ditusuk beribu pedang. Sakit sekali.

"Ma, Pa, Shei pergi keluar sebentar ya, ada urusan." Ucap Shei menahan tangisnya.

"Lama juga gapapa, terserah kamu. Sulit sekali diatur, tidak seperti kakaknya yang selalu nurut." Ucap mamanya.

Flashback off.

"Gimana si rasanya dapet kasih sayang dari orang tua? Pasti seneng banget ya kak?" Tanya Shei memulai cerita.

"Maksud lo? Kan bokap nyokap lo masih ada kan?" Tanya Yoga.

"Ada, tapi kehadiran gue gak diinginkan." Ujar Shei.

Memang, Yoga belum mengetahui masalah keluarga Shei, karna Shei meminta Agam untuk tidak menceritakannya.

"Kasian hidup Shei, pasti sakit." Batin Yoga.

"Makan yok, gue yang traktir." Ajak Yoga yang diangguki oleh Shei.

Saat sudah didalam rumah makan, Shei dan Yoga bercerita sengan sangat akrab. Jujur, Yoga nyaman dengan pembicaraan dan lelucon yang Shei katakan. Ia segera mengalihkan pikirannya, karna menurut Yoga, Shei hanyalah seorang sahabat yang baik dan selalu ceria, seakan-akan hidupnya sangat bahagia, padahal sebaliknya.

~~~~~

Saat Shei sampai dirumah, Shei menghubungi Tara, teman Shei dikelas.

"Halo Shei," sapa Tara.

"Ra, lo ada waktu kan, gue pengen cerita ni tentang kak Yoga."

"Ada kok, cerita aja Shei."

"Besok aja lah ya, ga enak kalo ga cerita langsung tu. Gue mau tidur. Bye,"

Shei menutup sambungan secara sepihak.

"Dasar anak orang, maen asal tutup telepon ga jelas," ucap Tara dilain tempat.

Terik matahari mulai terasa. Shei membuka matanya dengan kondisi masih ngantuk. Shei bersiap-siap berangkat sekolah. Saat sudah merasa rapi, ia turun ke bawah untuk sarapan bersama kedua orang tuanya.

"Pagi mama, papa," ucap Shei sambil mengecup kening mamanya.

"Ga usah kayak anak kecil deh Shei. Kamu ini sudah SMA kelas 10, tapi kelakuan kayak anak SD." Ucap mama Shei.

"Kan jarang-jarang papa sama mama pulang,"

"Papa sama mama jarang pulang juga karna mau biayai kehidupan kamu. Coba kalo kamu seperti kakakmu, papa sama mama ga bakal pergi kerja terus-terusan," ujar papa Shei yang bernama Kevin.

"Iya Ma, Pa, maafin Shei." Ucapnya sedih lalu Shei mengambil nasi dan lauknya.

"Pa, anterin Shei sekolah ya," pinta Shei.

"Papa sibuk, berangkat sendiri aja, biasanya juga gitu kan?" Jawab mama Shei.

"Ya udah deh, Shei berangkat ya Pa, Ma."

Akhirnya Shei berangkat menggunakan angkutan umum.

Permintaan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang