Matahari mulai muncul dari peraduannya. Membangunkan seorang wanita yang sudah mulai membuka mata indahnya.
Di sampingnya, nampak seorang anak perempuan kecil yang masih nampak nyenyak tidur dengan ibu jari yang di masukan kedalam mulut mungilnya. Wanita itu melirik ke arah jam bulat yang tergantung di dinding dengan cat yang sudah pudar di kontrakan yang ia tempati.
Matanya membulat "Astaga, aku kesiangan" Jarum jam menunjukan jam 06.15. Meski rasanya jam segitu masih sangat pagi, tapi berbanding dengan wanita yang saat ini nampak sudah berlarian ke arah dapur kecil yang menyambung dengan kamar mandi.
Wanita itu menatap bahan-bahan untuk membuat kue yang selama ini menjadi salah satu penolong keuangannya.
"Ini sudah siang, waktunya tidak akan cukup untuk membuat kue" Lirihnya pelan.
Menghela nafas. Akhirnya wanita itu memutuskan untuk membangunkan anaknya yang nampak masih nyenyak di atas kasur kerasnya.
"Sayang, ayo bangun" Tangan putihnya tampak menepuk-nepuk pelan pipi gembil anak perempuannya. "Sudah pagi, ayo kita mandi" Lanjutnya lagi.
Anak perempuan itu nampak mengucek satu matanya. Mencoba membiasakan dengan terangnya sinar matahari.
"Ini sudah pagi bunda ?" Tanya anak perempuan kecil itu. Pipi gembil putihnya sedikit kemerah-merahan. Matanya bulat bersinar.
Sang bunda tersenyum "Iya sayang" Tangannya mengelus rambut sang anak. "Rara mandi dulu yuk sayang, habis itu kita sarapan terus langsung siap-siap pergi ke cafe mbak Dera" lanjutnya lagi.
Anak kecil itu menggangguk. Setelah turun dari kasur tanpa ranjang itu, mereka langsung berjalan ke arah kamar mandi yang berada di dalam kontrakannya.
Setelah mandi bersama, mereka tampak sudah siap "Rara sarapan dulu ya, biar gak lemes nungguin bunda kerjanya" Titah sang bunda.
"Iya bunda" Jawab Rara dengan senyumnya.
Saat ini mereka sedang berada di ruang tengah kontrakannya. Memang di dalam kontrakan ini hanya terdapat satu ruang tengah, dua kamar, dapur kecil dan kamar mandi yang sempit.
Di depan mereka, tampak sebuah nasi uduk yang baru saja di belinya. Setiap pagi memang pasti ada yang berjualan uduk keliling, sehingga mereka hanya perlu menunggu tanpa harus berjalan dulu untuk mendapatkannya.
Dengan duduk di lapisi tikar yang tipis. Mereka begitu menikmati sarapan tersebut. Satu porsi uduk dan dua goreng bakwan. Memang terasa sangat sederhana.
"Bunda makan aja, Rara bisa sendiri bunda" Protes Rara pelan saat sang bunda terus saja menyuapinya. Padahalkan Rara sudah bisa makan sendiri. Tapi tetap saja bunda selalu menyuapinya.
Vanesa tersenyum "Iya-iya, ya udah Rara makannya yang banyak dong jangan sedikit-sedikit mulu" Ujar sang bunda
"Iikh bunda, Rara kan masih kecil. Perut Rara juga kecil, jadi makannya juga harus kecil. Kalo makannya besar entar perut Rara bisa meledak" Jawab Rara terkikik.
Vanesa geleng-geleng kepala mendengar penuturan anaknya. Ada saja jawabannya jika sang bunda bicara. Tapi di samping itu Nessa sangat bersyukur. Walaupun hidup serba sederhana dan pas-pasan, anaknya tak pernah mengeluh. Selalu mengerti keadaannya.
Meski di samping itu, ia merasa tidak bisa menjadi ibu yang baik untuknya. Ia tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk malaikat kecilnya.
Namun, Nessa akan terus berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Sebisa yang Nesa bisa, dan ia akan terus berusaha.
☁☁☁
Cerita baru walau lapak sebelah belum tamat wkwk..
Ceritanya dikit2 bae, aku gak suka bertele-tele. Maklum akumah suka kurang sabaran..09/11/19
KAMU SEDANG MEMBACA
Faded
RomanceHampir enam tahun lamanya ia pergi. Membawa seorang malaikat kecil yang saat itu masih berada dalam perut mungilnya. Meninggalkan mereka semua yang membuangnya. Hidup sendiri dengan rasa luka yang entah ada atau tidak obat penawarnya. Lalu, bagaima...