#CHAPTER 8

25K 1.2K 14
                                    


Setelah makan malam selesai. Nesa mulai merapihkan bekas makanan mereka. Ia juga langsung membawa piring, teko dan gelas bekas mereka ke dapur. Untuk piring, sendok dan gelas langsung ia bersihkan di kamar mandi. Sedangkan teko tadi, ia simpan diatas meja yang berada di dapur. Karena memang masih berisi air sisa makan tadi.

Jangan tanyakan dimana Rara. Karena sampai sekarang si kecil itu masih merajuk pada bundanya. Selepas makan tadi. Ia langsung ingin menjatuhkan badannya ke kasur. Namun dengan lembut Nesa membujuk anaknya agar selepas makan tidak langsung tiduran. Ia menyuruh anaknya untuk berjalan-jalan sebentar di dalam rumahnya saja. Karena Nesa tau dalam dunia kesehatan memang tidak memperbolehkan langsung tiduran selepas makan. Karena itu dapat mengganggu sistem pencernaan.

Selesai mencuci piring dan lainnya. Ia langsung melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Dapat ia lihat, jika anaknya sudah kembali pada posisi semula. Apalagi jika bukan tidur sambil menghadap tembok.

"Rara sudah ngantuk ya ?" Tanya Nesa yang saat ini sudah duduk di dekat putrinya. Satu tangannya ia gunakan untuk mengelus surai hitam anaknya. Meski dari belakang ia dapat melihat jika mata bulat anaknya masih terbuka dan bibir kecilnya sedang mengerucut. Meski dalam keadaan yang sedang marah. Ternyata anaknya tetap sangat menggemaskan.

Sedangkan Rara yang sedari tadi ditanya tetap dalam mode diamnya. Ia cukup kecewa dengan keputusan bundanya sore tadi. Ia rindu dengan kaka cantiknya. Selain itu, ia juga ingin kembali mencurahkan isi hatinya pada Rindu. Dalam hatinya ia menggerutu melihat ketidakpekaan bundanya.

Padahal sebenarnya, Nesa tau jika Rara marah karena ia tidak menepati janjinya untuk menjenguk Rindu sore tadi. Namun, Nesa menyuruhnya mandi dan makan terlebih dahulu. Setelah itu ia akan meminta maaf pada Rara seperti sekarang.

Nesa menghela nafasnya "Maafin bunda ya sayang, maafin bunda karna gak nepatin janji bunda tadi sore" Dengan tangan yang terus mengusap rambut anaknya. Nesa mencoba menjelaskannya secara baik-baik.

"Tadi itukan udah sore banget. Bunda juga baru pulang kerja dan belum bersih-bersih. Masa kita bertamu dengan penampilan kaya gitu, kan gak enak sayang"

Nesa kembali menghela nafasnya saat permintaan maafnya tidak mendapat tanggapan maupun jawaban. Akhirnya ia coba untuk mengerti. Karena memang sikap seperti ini merupakan sifat alamiah untuk anak sekecil Rara. Melihat anaknya yang selama ini selalu mengerti keadaannya yang pas-pasan saja Nesa sudah bersyukur.

"Rara masih marah ya sama bunda ?" Tanya Nesa sendu.

"Ya udah, kalo Rara gak mau maafin bunda sekarang nggak pa-pa kok. Bunda ngerti, Rara pasti masih kecewa sama bunda" Lanjutnya lagi.

Sedari tadi Rara terdiam mendengar ungkapan maaf bundanya. Entah kenapa jika tadi ia merasa kesal dan Kecewa pada bundanya, tapi sekarang rasa kesal itu malah terganti dengan rasa bersalah.

"Sekarang udah jam 7, bunda harus bikin adonan kue dulu buat besok. Rara langsung tidur aja yah. Nanti kalau ada apa-apa langsung panggil bunda aja di ruang tengah" Pesan Nesa yang di iringi dengan sebuah kecupan di puncak kepala Rara yang masih saja diam. Nesa tak bisa memungkiri. Rasa sedih dan kecewa itu telah hinggap pada dirinya.

Ia kecewa bukan pada Rara, melainkan pada dirinya sendiri. Ia merasa tidak bisa membahagiakan putrinya. Bahkan, keinginan putrinya yang sederhana pun tak sanggup ia kabulkan.

Seharusnya tadi ia tahan saja rasa pegal di kakinya. Karna pada kenyataannya. Melihat anaknya yang bersedih seperti ini, jauh lebih menyakitkan dari pada sakit yang ia rasa pada kakinya.

                          ☁☁☁

Satu tetes air mata jatuh di ujung mata Nesa. Tak dapat di cegah, rasa sesak itu semakin meluap di dalam hatinya.

Saat ini ia sedang duduk di ruang tengah dengan berbagai macam bahan kue yang ada di depannya. Ia duduk menyamping supaya kakinya bisa ia selonjorkan.

Nesa mencampur semua bahan kue. Setiap malam ia memang hanya membuat adonannya saja. Subuh nanti baru ia akan membuat kuenya.

Selesai membuat adonan kue, ia tidak langsung masuk kembali kedalam kamar. Ia masih terduduk di ruang tengah sambil memijit kedua kakinya. Sesekali satu tangannya ia gunakan untuk mengusap setiap tetesan air yang jatuh dari matanya. Ya, Nesa sedang menangis saat ini. Pandangan matanya terasa kosong. Mengingat jika selama ini ia belum bisa menjadi ibu yang baik untuk anaknya.

Dan tanpa Nesa sadari. Sedari tadi Rara melihat apa yang ia lakukan. Hati anak berusia 4 tahun itu seperti dihantam sesuatu yang keras saat melihat ujung mata bundanya mengeluarkan air mata. Lalu mata  bulatnya menatap kearah tangan bundanya yang sedang memijit kedua kakinya. Sontak saja kedua mata bulat Rara sudah di kabuti oleh air mata.

"Maafkan Rara bunda"  

                             ☁☁☁

Jangan lupa vote dan komen ya ❤❤
Sorry kalau ada typo.. Hihi

29/11/19

Tbc

Faded Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang