#CHAPTER 4

32.3K 1.7K 17
                                    

Malam kembali menyapa. Menghidupkan lampu-lampu setiap rumah. Kepadatan yang terjadi di ibu kota membuat kedipan lampu itu tampak begitu indah jika dilihat dari atas gedung yang tinggi. Belum lagi ramainya kendaraan yang menyala karena malam gelap. Bagaikan semut kecil dengan cahaya terang yang merayap.

Nesa dan Rara sedang merasakan semua itu. Saat ini mereka sedang berada di salah satu gedung tinggi ibu kota. Gedung tua yang sudah cukup usang di telan usia. Yang sebenarnya, menyimpan sejuta kenangan bagi seorang Vanesa Arrabela.

Di tempat ini ia pernah tertawa dengan begitu kencangnya, tersenyum dengan begitu lebarnya dengan hati yang begitu sangat bahagia. Namun, semua itu hilang setelah luka menyapa.

Tidak ada lagi tawa, karna yang ada hanya air mata.

Tidak ada lagi senyuman, karna yang ada hanyalah sebuah kerinduan.

Kerinduan yang nyata. Yang entah kapan akan terobati walau ia sudah berputus asa. Ia putus asa akan obat dari rindu yang ia rasa.

Rara yang tadinya sibuk mengaggumi jakarta malam di atas ketinggian mulai mengerutkan keningnya saat melihat ekspresi bundanya yang nampak murung dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.

Rara menyentuh pundak sang bunda yang berada tepat di sampingnya "Bunda kenapa bersedih ?" Nesa nampak mengerjap saat tersadar dari lamunan masalalunya.

Ia menoleh ke arah Rara. Tangan kanannya mengusap lembut puncak kepala anaknya dengan penuh kasih sayang. Tak lupa dengan bibirnya yang melukiskan sebuah senyum penuh ketulusan.

"Tidak Nak, bunda baik-baik saja" Jawab Nesa

Namun sepertinya Rara kurang puas dengan jawaban sang bunda "Tapi kenapa wajah bunda seperti sedang bersedih ?" Kekeuh Rara dengan wajah keingintahuan-nya.

Nesa tidak menjawab. Ia hanya diam sambil memandang wajah Rara yang slalu mengingatkannya pada seseorang.

"Rara, bunda ingin bertanya" Ungkap Nesa dengan mata yang tak pernah lepas dari wajah sang anak. Rara dengan wajah lucunya terus menatap bundanya. Menunggu pertanyaan sang bunda.

Tanpa menunggu persetujuan Rara. Nesa langsung mengungkapkan apa yang saat ini mengganggu pikirannya.
"Apa Rara rindu ayah ?" Tanya Nesa pelan namun spontan dengan wajah yang kentara dengan duka.

Rara diam. Ia tidak tau harus menjawab apa. Namun, ia tidak memungkiri jika selama ini ia sangat merindukan sang ayah yang belum pernah ia lihat dalam hidupnya.

Ia ingin berkata jika ia memang merindukannya. Namun, Rara tidak ingin membuat bundanya bersedih seperti dulu. Seperti pada saat Rara mendengar teman tetangganya menceritakan tentang dirinya yang selalu di belikan es krim setiap ayahnya pulang bekerja. Lalu dengan rasa penasarannya, ia bertanya pada sang bunda. Pertanyaan yang saat itu membuat Nesa terdiam tanpa menjawab. Dan di tengah malam, ia menemukan bundanya menangis sambil mengusap kepalanya.

Awalnya, Rara terus bertanya dengan topik yang sama.

"Bunda ayah itu apa ?"

"Bunda apa Rara punya ayah ?"

Dan seputar tentang ayah yang ingin ia ketahui keberadaannya. Namun setelah malam itu. Setelah ia melihat bundanya menangis. Ia tidak lagi bertanya perihal sang ayah. Ia mengubur rasa keingintahuannya itu, karena tak ingin melihat bundanya kembali menangis.

"Rara" Panggil Nesa saat pertanyaannya hanya di balas oleh kesunyian. Namun, Rara tak kunjung menjawab. Ia hanya menundukan kepalanya. Menghindar dari tatapan mata indah sang bunda.

"Rara kenapa diam saja ? Tadikan bunda bertanya pada Rara"  Ujar Nesa saat melihat Rara yang hanya terdiam.

Rara bingung harus menjawab apa "Jika Rara menjawab, Rara takut bunda sedih lagi seperti dulu. Rara tidak mau melihat bunda bersedih" Ungkap Rara dengan kepala tertunduk.

Nesa menarik nafasnya dalam. Ia akan menerima apapun jawaban anaknya nanti. Meski rasanya, iapun sudah tau jawabannya. Namun, ia ingin mendengarnya secara langsung.

"Tidak pa-pa sayang, jawab saja pertanyaan bunda tadi. Bunda janji, bunda tidak akan bersedih jika mendengar jawaban dari Rara" Meski ia tidak yakin akan janjinya itu. Karena jujur saja, di dalam hatinya. Nesa sudah sangat ingin menangis menanti jawaban anaknya.

Rara memberanikan diri menatap tepat di wajah sang bunda. Wajah yang selalu menyambutnya di pagi hati dengan senyuman kasih sayangnya.

"Rara rindu ayah, Rara ingin bertemu dengan ayah. Rara ingin seperti teman-teman Rara yang punya ayah. Rara tidak pa-pa jika ayah tidak membelikan Rara es krim sepulang ia bekerja. Cukup ayah ada di setiap hari saja Rara bahagia. Rara rindu ayah bunda, Rara rindu ayah" Rara mengeluarkan apa yang selama ini pendam. Mengeluarkan segala pertanyaan yang selama ini membuat ia sesak. Matanya berkaca-kaca. Pipi gembilnya memerah menahan tangis.

Nesa terluka, itu sudah pasti. Ia sangat terluka dan kecewa. Kecewa pada dirinya sendiri yang egois. Ia merasa begitu egois tidak mengertikan malaikat kecilnya yang merindukan sosok ayah dalam hidupnya.

Tanpa jeda lagi. Nesa langsung membawa Rara kedalam pelukannya. Bahunya berguncang hebat. Mengeluarkan segala penat yang ia rasa bertahun-tahun lamanya.

Jika dulu, ia slalu menghindar setiap kali Rara menyinggung perihal ayahnya. Namun, sekarang ia yang memulainya. Dan saat itu juga ia sadar, bahwa selama ini. Anaknya tidak baik-baik saja. Rara butuh sosok ayah dalam hidupnya.

"Maafkan bunda sayang, maafkan bunda" Isak Nesa tak terbendung lagi. Ia bahkan tidak mampu berkata apa-apa lagi. Ia hanya bisa diam sambil memeluk Rara erat dalam tangisnya.

Rara yang berada dalam pelukan Nesapun ikut meneteskan air matanya. Mata bulatnya itu sudah berkaca-kaca sedari tadi "Kenapa bunda menangis. Bukannya tadi bunda sudah janji pada Rara kalau bunda tidak akan bersedih lagi" Ujar Rara yang ikut menangis dalam dekapan bundanya.

Ia sedih, melihat bundanya menangis seperti ini. Ia tidak suka melihat bundanya meneteskan air mata.

Nesa tidak mampu membalas lagi ucapan Rara. Tenggorokannya terasa tercekat. Menahan agar tangis itu tidak menambah keras. Ia hanya diam sambil terus mengungkapkan ucapan kasihnya pada Rara. Pada malaikat kecil yang selama ini menjadi penguatnya.

Malam itu, di bawah jutaan bintang. Dengan angin yang berhembus tidak terlalu kencang. Di sana, sepasang ibu dan anak menangis. Mereka memendam perasaan yang sama, juga merindukan sosok yang sama.

Seorang wanita yang merindukan lelakinya dan seorang anak yang merindukan ayahnya.

Malam tolong sampaikanlah
Pada tuan, yang saat ini sedang kami rindukan..
Tolong katakan padanya
Jika disini, ada hati yang mendamba hadirnya..

☁☁☁

Alhamdulillah up lagi aku.. 😊
Tidak akan bosannya aku mau ngucapin terima kasih sama kalian yang udah mau baca ceritaku ini.

16/11/19

                             Tbc

Faded Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang