Hanbin melajukan sepeda motor sport merahnya membelah jalanan kota seoul dengan kecepatan sedang, meski begitu cuaca seoul yang berangin karena sudah memasuki penghujung musim gugur membuat hawa terasa lebih lembab dan agak dingin untuk Jinhwan yang duduk di jok belakang, apalagi gadis itu bisa dibilang hampir tidak pernah menaiki sepeda motor sebelumnya.
Gadis itu biasa kemanapun dengan angkutan umum, hanya sesekali menaiki mobil sang ayah.
Seingatnya dia pernah sekali membonceng skuter milik sepupu nya tapi itu dulu... Dulu sekali, ketika ia di bangku sekolah dasar saat masih di jeju sana.
Dan saat ini, sekarang jelas jauh berbeda dengan kenyataan bahwa yang melajukan motor adalah Hanbin.Laju motor terasa melamban kemudian berhenti seiring terlihat lampu merah yang menyala di depan sana.
Entah apa yang Hanbin pikirkan, hingga kemudian dia berani mengambil langkah yang sama sekali tak pernah terbesit niat sedikitpun muncul di benaknya.
Hanbin melepas pegangan pada stang motor beralih meraih jemari Jinhwan yang sejak tadi meremat ujung hoodie yang Hanbin pakai sebagai pegangan.
Ditariknya kedua tangan Jinhwan kedepan lalu menyilangkannya untuk memeluk pinggang pemuda itu. Tanpa tau, ah, tidak. Hanbin tidak mau tau kali ini, Hanbin tak ingin tau tindakannya itu membuat Jinhwan benar-benar lupa cara bernafas untuk sesaat dengan kedua bola matanya membulat sempurna dari balik kaca helm yang dipakai.
Karena dia sendiri pun merasakan buncahan itu juga, euphoria singkat efek tindakannya sendiri.Jinhwan menelan ludah dengan susah payah , memejamkan mata mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dia tidak berani menempelkan tubuhnya merapat pada Hanbin, karena bagaimanapun detak jantungnya sekarang kacau, sangat kacau tak beraturan dan Jinhwan tak ingin Hanbin menyadarinya.
Jinhwan mencoba menarik mundur kedua tangannya, tapi naas Hanbin justru mengeratkan kedua tangan Jinhwan untuk lebih erat melingkari tubuhnya yang artinya membuat tubuh depan Jinhwan mau tidak mau juga terseret semakin merapat pada punggung kokohnya. Sekali lagi Hanbin tidak tahu dorongan darimana yang membuatnya seberani ini, Hanbin menepuk-nepuk pelan tangan mungil itu memberi tanda untuk Jinhwan tetap seperti itu sebelum tangannya kembali menggenggam kendali sepeda motor karena lampu sudah berganti hijau.
Apa ada yang bisa bertahan setelah mendapat serangan jantung terus menerus?.
Jinhwan menggerakkan bibirnya serupa membaca mantra untuk menguatkan dirinya sendiri, juga berdoa Hanbin tak mendengar detak jantungnya yang menggila, meski jelas itu tidak terkabul sebab Hanbin kini tengah mengukir senyuman di bibir plum nya merasakan tubuh hangat Jinhwan di punggungnya menghantarkan getaran yang memberitahu bahwa bukan hanya jantungnya yang hampir tak terkendali, bahwa kemungkinan dia tidak merasakan perasaan ini sendirian.
Bisakah dia berharap?
Bisa kah?Ku mohon.
Mereka masih melaju sampai beberapa waktu kemudian, Jinhwan tidak tahu akan kemana mereka, yang dia tahu Hanbin mengendarai motor itu membawa mereka ke sisi utara seoul.
Jinhwan menghela nafas, mungkin tidak ada salahnya kalau dia sekali ini saja berpikir ini tidak akan apa-apa. Gadis itu tersenyum samar, memilih menyerah mengikuti pada hati kecilnya, dengan perlahan menyamankan posisi duduknya.
Hanbin bisa merasakan itu, beban di punggungnya terasa lebih rileks, pun dengan kedua tangan Jinhwan yang tadi terasa kaku memeluknya itu kini lebih tenang, Jinhwan tak terasa berusaha menarik tangannya lagi.Tidak apa apa Jinhwan, kau bisa pura-pura amnesia setelah ini.
Tidak apa-apa.Jinhwan tidak pernah ada niatan untuk ini, sungguh.
Gadis itu bersumpah walaupun setiap hari melihat pemuda itu mengendarai sepeda motornya pulang-pergi sekolah, tak pernah sekalipun muncul keinginan di hati Jinhwan untuk duduk di jok belakang motor merah yang selalunya kosong itu -Hanbin hanya terlihat beberapa kali memberi tumpangan untuk temannya-.
Tidak, Jinhwan sangat menikmati melihat Hanbin dari kejauhan diluar interaksi intens mereka ketika bertemu untuk latihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT SUNBAE
FanfictionDia yang entah sejak kapan kehadiran serta nama nya di sekitarku menjadi seperti hal normal yang memang seperti sudah seharusnya begitu.