Chapter 3

13.9K 629 58
                                    

Malam itu pun acara perpisahan terlaksana, sudah banyak anak-anak berdatangan namun belum terlihat banyak. Beberapa yang datang, adalah anak-anak yang pem-bully yang berada di salah satu ruangan, berkumpul menikmati minuman dan makanan yang ada.

"Jadi, lo punya rencana apa, nih, buat ngerjain si bab*?" tanya perempuan itu, menyesap jusnya.

Ia kemudian berperaga seakan berpikir. "Apa, ya?"

Sang gadis berdecak. "Alvaro, jangan bilang lo asal jeblak aja tadi gak pake rencana buat ngerjain si bab*?"

Ia hanya tertawa. "Santai aja kali! Masih banyak waktu buat nyari mainan yang pas buat tu bab*!" Alvaro menatap sekitaran sejenak sebelum akhirnya berdiri.

"Lo mau ke mana?"

"Ngecek di luar!" Alvaro melangkah keluar, menyembulkan kepalanya di pintu bersama teman-temannya yang lain termasuk gadis itu. Menemukan Agustus yang menuntun berjalan seseorang berkostum burung flamingo membuat ia berdecak. "Anjir, masih tahan aja tu satpam udah dibikin kesambet ampe demam!"

"Iya, anjir! Duh, dasar satpam sialan!" gumam yang lain.

"Kita susah, dong, ngerjain si babi, nih?" Mereka saling menatap dengan wajah sebal, sampai akhirnya Alvaro tersenyum lebar.

"Gue punya ide." Dan bertepatan itu, ia mengintruksi teman-temannya mengekorinya menuju keluar, semakin mereka tersenyum puas melihat Sonya yang keluar dari mobil yang baru datang.

Gadis berpakaian ala kasual yang hampir sama dengan yang lain itu menenggak saliva, gugup.

"Woi!" seru Alvaro, dengan kaget Sonya menoleh ke arahnya. "Ikut gua!"

Mau tak mau, Sonya mengekori Alvaro yang membawanya masuk ke dalam pesta, dan rasa gugupnya sejenak menghilang menemukan pangerannya, Agustus, baik-baik saja bersama seseorang yang memakai kostum flamingo.

"Syukurlah Om kamu enggak kenapa-napa," gumamnya pelan, dan ia berharap seterusnya mereka baik-baik saja.

Kini, memasuki ruangan, keriuhan suara musik dan orang-orang di luar agak teredam karena pintu yang ditutup. Rasa takut, gugup, gelisah, di diri Sonya campur aduk. Ia tahu ia baru saja memasuki kandang singa ....

"Gue pengin lo nyuruh Pak Satpam ke sini, seterusnya nanti gue intruksi!"

Mata Sonya membula sempurna. "Gi-gimana caranya?"

"Gue gak mau tau caranya apaan, yang penting dia ke sini! Oke?" Sonya menenggak saliva, bagaimana ia bisa melakukan itu?

Ia takut mereka mengapa-apakan pria yang baru sembuh dari sakitnya itu, dan Agustus ... ia tak akan memaafkannya jika tahu ia menarik sang paman memasuki masalah mengancam nyawa ini.

"Gak kami apa-apain, kok! Percaya, deh! Lo mau kami mainin Agus, ya?" Mendengar itu, Sonya menggeleng. "Ya udah, bawa ke sini!" Alvaro bersikeras.

Salah satu teman Alvaro membukakannya pintu, dan kemudian Sonya keluar dengan wajah lesu dan langkah gontai. Matanya menatap sekitaran dan ditemukanlah sang satpam di balik kostum flamingonya dan sang pangerannya, Agustus.

"Ya sudah, kami boleh tinggalin saya!" kata seseorang di balik kostum itu.

"Iya, Pak. Maaf kalau kurang nyaman, kalau ada apa-apa langsung hubungi saya!" ungkap Agustus, yang dibalas gumaman saja oleh si pria. Pemuda itu pun beranjak pergi menuju keluar, membuat Sonya sedikit bingung dan ia sempat ingin menghentikan langkahnya.

Akan tetapi, ia menarik tangannya kembali.

Kini, matanya menatap pria berkostum flamingo, paman dari Alvaro yang ditakuti karena keseramannya dan kegalakannya termasuk oleh Sonya sendiri, meski kostum yang ia pakai sedikit mengurangi kegentaran itu. Dengan segenap keberaniannya, Sonya menghampirinya yang kelihatan susah payah berjalan.

Jarak terus tersapu hingga kini keduanya saling membelakangi.

Sonya mengangkat tangannya, sempat ragu ingin menepuk punggung itu namun ketika menoleh ke belakang, menemukan Alvaro dan kawan-kawannya yang berwajah mengancam, ia mau tak mau.

Namun, tampaknya tak perlu, karena sang satpam kini berhadap-hadapan dengannya, Sonya menarik napas dan sempat memekik pelan karena kaget.

Sang satpam mengangkat kepalanya, bergestur seakan mempertanyakan apa maksud Sonya menghadapnya.

"Pak Satpam, mau ikut saya sebentar, gak?" tanyanya, merasa bodoh karena ia tak bisa berbohong lebih baik.

Di balik kostum, pria itu, Pak Ian, sang kepala sekolah, mengerutkan keningnya. Sampai, matanya menemukan Sonya yang tampak ketakutan, dan sempat melirik ke belakang ... ke arah anak-anak nakal itu.

"Kali ini ... kalian enggak bakal lolos," bisiknya pelan pada diri sendiri.

Kembali, kepala pria itu bergerak, seakan mempersilakan Sonya membawanya ke mana saja.

"Ah?" Sonya bingung sendiri.

"Ayo!" Hanya sepatah kata yang keluar, Sonya sempat terkejut karena suara yang berbeda itu meski demikian ia memilih tak terlalu memikirkannya ... mungkin saja karena pengaruh demam.

Kini, dengan ketakutan setengah mati, ia menuntun Pak Ian yang ia sangka Pak Satpam memasuki ruangan tempat Alvaro dan teman-temannya berada. Dan baru masuk, pintu langsung ditutup keras oleh mereka, sebelum akhirnya tangan Pak Ian dikekang oleh beberapa teman Alvaro.

"Astaga, anak-anak sialan!" Pak Ian berdesis sebal. Ia meronta namun kostum kebesaran yang ia pakai menyusahkannya bergerak. Tubuh pria itu berkeringat sekalipun di balik sana ia hanya memakai celana jin saja.

Berbeda dengan Sonya yang panik, teman-teman Alvaro tertawa. Bahkan seorang perempuan dari mereka menyalakan kameranya untuk merekam.

"Nah, Sonya ... gue, kan, udah janji gak bakal nyakitin kalian, asalkan ... lo cium Pak Satpam!"

Mata Sonya melingkar sempurna begitupun Pak Ian di balik kostumnya.

"Lo gak mau, kan, gue bikin Agustus sama elo menderita terus-terusan, huh? Ini satu-satunya cara, lagian Pak Satpam bakal ngerti, ya gak, Pak? Calon istrinya keponakan Bapak, kok, ini!" Alvaro tertawa.

Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991

KISS GONE WRONG [B.U. Series - I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang