Chapter 2

17.1K 638 86
                                    

Tak ada guru yang masuk, hal itu membuat Sonya tersenyum seraya berkutat dengan ponselnya, membaca novel via aplikasi berwarna jingga yang populer saat ini. Cengiran tak lepas dari wajah gadis manis bertubuh berisi itu, membayangkan adegan romantis yang amat manis di sana.

Ia membayangkan dirinya ... dan pangeran berkacamata berambut ikalnya.

Mereka berpakaian ala raja ratu, menari di tengah-tengah kerumunan pada malam kelulusan kakak kelas malam ini.

Namun, khayalannya buyar karena suara sirene yang terdengar, hal tersebut membuat beberapa anak keluar kelas untuk memperhatikan apa yang terjadi, termasuk Sonya meski ia hanya melihat melalui jendela kecil yang ada di samping pintu.

Matanya melingkar sempurna melihat pangerannya ada di sana.

"Eh, Om! Om! Om saya kenapa, Pak?" tanya si pemuda ikal berkacamata itu pada pria dewasa yang menahan pergerakannya.

"Dia sakit," jawabnya singkat, kemudian merangkul bahu pemuda tersebut. "Saya mau bicara sama kamu!"

Sonya memperhatikan pria dewasa itu, kepala sekolahnya, yang menuntun sang pangeran entah ke mana. Ia menatap khawatir mengetahui paman pangerannya itu mengalami masalah ....

"Moga paman kamu enggak kenapa-napa, ya, Pangeran." Gadis itu kemudian kembali duduk di kursinya, terdiam di sana tak berselera lagi melakukan apa pun karena kejadian tadi.

Ia hanya menunggu hingga akhirnya pulang sekolah yang lebih awal sebelum istirahat kedua, dengan sedikit berlari Sonya menuju kelas pangerannya.

"Agustus!" sapa Sonya dengan wajah khawatir, pemuda yang ia panggil Agustus, yang awalnya wajahnya menekuk mendongak menatap gadis itu. "Kamu baik-baik aja?"

"Aku baik ... kenapa kamu nanya begitu?" Agustus bertanya balik, tersenyum hampa.

"Aku liat tadi om kamu ...." Agustus menghela napas panjang.

"Dia sakit, dan ...." Agustus menggantung kalimatnya sesaat, ia menatap sekitaran. "Ah, iya, aku harus pulang! Dah!"

"Dah!" Sonya melambaikan tangan ke arah Agustus yang berjalan cepat menjauhinya, wajahnya merengut. Meski ia kemudian menghela napas pasrah, membenarkan tasnya, dan mulai berjalan.

Akan tetapi, baru beberapa langkah, seseorang merampas tasnya itu dan memainkannya di udara, Sonya mendongak menatap tasnya yang dijunjung tinggi pemuda tinggi tersebut. Ia pria yang sama yang ada di kantin, kawanannya pun sama.

"Ayo, Bab*, ambil!" katanya dengan tertawa. "Ayo ambil, cuy! Cepet atau gue buang, nih!" tegasnya.

Sonya menatap sekitaran, seakan meminta bantuan namun terlihat tak ada yang peduli dan beberapa hanya mengejeknya. Kini, ia mendongak menatap tasnya sekali lagi.

"Ini juga bisa buat latihan ngurusin elu! Ayo!"

Sonya pun mulai melompat, sayang beban dan tubuhnya yang mungil hanya bisa membuatnya melompat pendek. Yang ada, gadis itu bahkan langsung kelelahan setelah beberapa kali lompatan.

Dengan napas terengah, ia menatap sekitaran, berharap pangerannya Agustus membantunya ....

"Ayo! Yang semangat, dong, olahraganya, Bab*!" ejek perempuan yang ada di sampingnya, dibalas tawa oleh kawanan mereka.

Kembali, Sonya melompat-lompat.

Dan akhirnya, dengan begitu lelah, ia bisa menghentikan aksinya karena sebuah tangan langsung merampas tas miliknya dari tangan pemuda tinggi itu. Tampak seorang pria yang lebih tinggi lagi menatap tajam para anak nakal tersebut bergantian.

"Ngapain kalian? Pem-bully-an?" Tak ada yang berani menjawab pertanyaan dengan nada monoton, serak dan dalam tersebut. "Minta maaf!" tegasnya.

"Ada apa ini, Pak?" Seorang pria berjas menghampiri mereka, seketika senyum muncul di bibir pemuda itu.

"Anak Anda, pelajaran tata krama dan moral. Dia melakukan pem-bully-an—"

Ungkapan pria itu seketika diputus. "Bully? Ah, Bapak mesti salah arti. Kami ini ... lagi ngajarin si Ba—eh, Sonya olahraga, buat kurus!" kata sang perempuan, mata-mata mereka menatap Sonya malang yang terlihat langsung tertekan.

"Sonya, itu bener?" tanya pria itu memastikan.

Sonya, menunduk takut, mengangguk pelan.

"Nah, anak-anak, biasalah, Pak Ian!" Si pria dewasa di antara mereka tertawa pelan. "Ya sudah, saya banyak urusan! Ayo, pulang!" Ia dan anak-anak itupun beranjak meninggalkan Sonya dan Pak Ian di sana.

Pak Ian menyerahkan tas Sonya ke pemiliknya. "Sebenarnya enggak masalah jujur, kamu jangan takut, saya lindungin kamu." Sonya hanya melirik sekilas, tak berani berkata apa pun. "Sudah, kamu pulang sana, dan lain kali jika bermasalah dengan mereka laporkan ke Bapak, oke?"

Sonya mengangguk. "I-iya, Pak ...."

Sang kepala sekolah pun berbalik pergi, meninggalkan Sonya yang masih syok seraya memeluk tasnya. Terlebih, ketika ponselnya berdering, kemudian muncul notifikasi pesan yang ketika ia buka ....

Babi, beruntung lo, ya, hari ini!

Awas lo pas malem nanti!

Ancaman itu seketika membuat Sonya gemetaran, kedua matanya terasa memanas dan seperdetik kemudian basah.

Eh, gak papa, gak papa!

Pesan berikutnya membuat Sonya membingung.

Malem ini, lo harus ke acara perpisahan kakak kelas!

Gue sama yang lain punya kesepakatan buat lo.

Gak susah, kok!

Kalau lo mau kami enggak gangguin elo lagi, lo dateng ke sana, terus temuin kami.

Kalau enggak, gue dan yang lain bakalan lakuin lebih parah, dan bukan sama lo tapi sama si culun itu. Lo suka sama dia, kan?

Mata Sonya melingkar sempurna, dan ia tahu ia tak punya pilihan lain. Lagipun, ia ingin bebas, dan ia mewanti semoga bukan hal aneh yang mereka lakukan padanya.

Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991

KISS GONE WRONG [B.U. Series - I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang