Chapter 4

12.5K 626 48
                                    

"Kenapa, Pak, diem aja daritadi? Oh, iya, masih sakit, kan, ya." Pak Ian diam dengan sengaja, ia membawa tape recorder yang merekam suara mereka untuk berbagai bukti, dan ia harus tetap menyamar. Meski samar-samar tak terlalu melihat mereka, Pak Ian berusaha setenang mungkin.

"Cepet!" bentak seorang perempuan, mendorong Sonya mendekati Pak Ian.

Dengan langkah pelan, ia menghampiri mereka, sembari memegang bibirnya ....

Bibirnya yang tak pernah disentuh siapa pun, hanya ibunya yang pernah melakukan itu padanya. Kini, ia harus mencium seorang pria tua yang notabenenya paman dari pangerannya sendiri, tetapi ... pengorbanan ini ... Pak Satpam pasti mengerti, kan?

"Maafin saya, Pak," gumam Sonya lirih, menutup matanya kemudian, sementara kawanan Alvaro yang memegangi Pak Ian merendahkan badan tinggi pria itu agar kepalanya setinggi Sonya.

Pak Ian tak menyangka gadis polos ini benar-benar melakukannya tanpa berpikir panjang, membuka kostumnya kemudian menyatukan bibir dengannya. Semua orang sempat tertawa, memotret bahkan, namun terdiam karena isinya tak sesuai dengan ekspektasi mereka.

Ciuman itu singkat, Sonya langsung melepaskan tautan bibir dan mengusap bibirnya. Jijik ....

"Maafin Sonya, Mah! Maafin Sonya, Agus! Maafin Sonya, Pak ... Ian?" Mata Sonya membulat sempurna melihat sosok yang ada di hadapannya, yang badannya merupakan kostum flamingo sementara kepalanya adalah pria berahang keras, mata cokelat tajam serta rambut cokelat berantakan.

Kepala sekolahnya sendiri ....

Ia memegang bibirnya, matanya berkaca-kaca melihat pria itu yang menatapnya tajam. Anak-anak yang memegangi Pak Ian melepaskan tangan mereka dari badan pria itu dengan wajah takut, tak ada suara yang keluar.

"Kamu harusnya berpikir lebih panjang sampai berani melakukan semua ini," kata Pak Ian, nada suaranya yang monoton membuat siapa pun takut mendengarnya. Terlebih, tak ada senyuman, mata itu begitu menusuk, bahkan semuanya menunduk ketika Pak Ian menatap mereka satu persatu.

"Maaf!" Sonya menangis keras, ia berbalik dan berlari meninggalkan mereka, hanya menyisakan air mata yang berjatuhan di tiap langkah yang diambilnya.

"Sonya ...." Pak Ian ingin menahan, tangannya sudah berada ke depan, namun ia menariknya kembali seraya menghela napas. Dilepaskannya kostumnya sebelum akhirnya menatap anak-anak itu bergantian.

Anak-anak yang kini menatap takjub, terutama para perempuan melihat badan pria itu, dadanya berbentuk dengan otot yang diidam-idamkan banyak pria.

"Masa sialan ini berakhir ...."

Sonya terus berlari, tanpa peduli orang-orang menatapnya heran atau mengejeknya, ia hanya terus berlari sampai menuju luar gedung, terus-menerus berlari walau akhirnya ia berhenti. Masih menangis, napas terengah-engah, ia terduduk di tanah kemudian dan kembali menangis.

Sampai akhirnya, ia lelah sendiri.

Dengan wajah sedih, ia berdiri, melambaikan tangannya ke arah jalanan di mana kebetulan ada taksi yang lewat. Taksi pun berhenti, Sonya masuk, dan kembali menangis sepanjang perjalanan ia menuju rumahnya.

"Lho, Sonya, kamu kena—" Ungkapan sang ibu yang bertanya melihat keadaan kacau anaknya terputus karena Sonya langsung menaiki tangga, masuk ke kamarnya dengan suara hempasan keras. "Sonya, Sayang!" panggil sang ibu.

Wanita cantik nan langsing itu menghampiri putrinya, mengetuk pintu beberapa kali.

"Sayang, kamu kenapa, Sayang?" tanya sang ibu dengan sedih, terlebih mendengar suara tangisan dari dalam kamar. "Sayang ...."

"Mamah pergi, Sonya lagi mau sendiri," kata Sonya dengan suara serak, nada suara itu tentu membuat sang ibunda tahu apa yang tengah terjadi di balik pintu sana, Sonya menangis.

"Sonya, ada apa, Sayang? Cerita sama Mamah sambil makan, yuk! Mamah ada pesen KFC—"

"Enggak!" Sahutan itu membuat sang ibu tersentak. "Aku pengin waktu sendirian ... aku mohon ...."

Dengan terpaksa, wanita itu tersenyum. "Sayang, kalau udah tenang, cerita sama Mamah, ya ...," katanya, Sonya hanya bergumam. Wanita itu pun langsung menuju kamarnya, melihat monitor CCTV anaknya dengan saksama.

Sonya hanya menangis, terus menangis sambil menyelimuti seluruh tubuh kecuali kepalanya, sampai akhirnya gadis manis itu tertidur. Sang ibu tak tidur, hanya terus memperhatikan putrinya bahkan hingga pagi menjelang.

Sementara itu, pagi-pagi sekali di ruang kepala sekolah ....

"Jadi, sesuai keputusan saya, anak-anak Bapak dan Ibu sekalian tidak akan dikeluarkan dari sekolah—"

"Tentu saja!" Seorang pria memutus ungkapan Pak Ian yang menghela napas. "Perusahaan saya donatur di sekolah Bapak, melakukan itu sama saja memutus kerja sama kita! Lagian, Bapak tahu, kan, mereka hanya bercanda! Mereka anak-anak!"

"Benar sekali, Pak. Lagian, saya yakin anak itu duluan yang main sama anak saya!" bela seorang ibu yang lain, mata Pak Ian hanya melirik tajam anak-anak di belakang mereka yang tentu saja hanya bisa menunduk takut.

"Lebih baik damai saja! Itu jalur terbaik!"

"Sudah basa-basi busuknya, Pak, Bu?" tanya Pak Ian, menatap mereka bergantian dengan senyum tipis.

"Bapak jangan lancang sama saya, ya! Saya—"

"CEO perusahaan Brayden, siapa yang enggak tahu perusahaan banyak cabang itu, ya?" Pak Ian menghempaskan tangannya ke meja, membuat siapa saja yang mendengarnya tersentak bukan main. "Bukan anak-anak kalian yang bakal keluar, tapi saya! Mengerti? Mereka akan diskorsing, dan saya tahu persis itu bukan pilihan yang tepat, tapi saya masih punya hati untuk enggak menghancurkan masa depan mereka sehancur-hancurnya! Saya Ian Irawan, memundurkan diri saya secara tidak terhormat karena udah jadi kepala sekolah yang enggak becus di SMA ini!"

Pak Ian menendang meja, kursi, menghancurkan seisi ruangan yang tentu saja membuat mereka yang ada di dalam panik, berlarian keluar dari sana untuk memanggil penjaga keamanan yang ada.

Namun, sebelum mereka datang, ruangan yang sudah menjadi kapal pecah itu ditinggalkan oleh Pak Ian begitu saja.

"Orang-orang tua murid sialan!" desisnya pelan.

Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991

KISS GONE WRONG [B.U. Series - I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang