Dengan wajah yang mengantuk, ibunda Sonya mengetuk pintu, beliau sempat menguap sebelum akhirnya bersuara, "Sayang, kamu udah bangun? Bangun, yuk! Mandi, sarapan, terus ke sekolah ...."
Sementara Sonya, yang terusik tidurnya, membuka mata. Mata gadis itu begitu bengkak dan memerah. "Sonya enggak mau sekolah ...."
"Oh, ya udah kalau gitu, Sayang. Tapi kamu mandi sama sarapan, ya? Soalnya Mamah liat kamu belum makan dari malem tadi, lho."
"Sonya enggak mau!" pekiknya, kemudian menangis tersedu-sedu. "Sonya masih pengin sendirian!"
"Tapi, Sonya, Sayang. Kamu harus—"
"Iya, Sonya bakal mandi! Tapi Sonya gak mau sarapan! Sonya mau diet!" Sonya masih menangis, terisak-isak. Ia tidak sepenuhnya bohong dengan apa yang ia katakan, meski karena isi kepalanya yang terus memutar adegan memalukan di sekolah, mencium sang kepala sekolah, itulah yang membuatnya demikian.
Ia malu bertemu pria itu ... apa yang dikatakan orang-orang tentangnya ... atau ibunya jika tahu bibirnya tak perawan lagi.
Dan ia takut hamil ....
Tersiksa dengan body shaming, penambah masalah itu bisa jadi benteng penghalang antar ia dan pangerannya. Ia rindu Agustus, tetapi ia tahu ia tak bisa ... ia tak bisa ....
Ia terlalu malu dengan dirinya sendiri sekarang.
Ungkapan Pak Kepsek bagai kaset rusak, ia tak berpikir panjang dan gilanya mau saja disuruh mencium ... dan ia tak bisa membayangkan hal yang juga sama buruknya jika di balik kostum adalah calon orang tua keduanya ....
"Sonya, diet bukan begitu! Tapi makan teratur, Sayang!" jelas sang ibu. Sonya tahu, Agustus juga memberitahunya. Dan mengingat itu, tangisannya membesar seketika. "Sonya, jangan bikin Mamah sedih, Sayang! Sonya!" Ibunda Sonya menggedor-gedor pintu pasrah.
Ia menangis tersedu-sedu, dan karena Sonya juga meraung-raung di dalam sana ia tak mendengar tangisan sedih ibunya. Namun, wanita itu terdiam karena mendengar ketukan di pintu.
Menatap pintu Sonya sedih, ibu Sonya menyeka air mata, dan langsung menuju ke sumber suara. Ia mengatur napas dan segala sikap, sebelum akhirnya membukakan pintu. Sempat terkejut menemukan seorang pemuda berambut ikal dengan kacamat berdiri di sana.
"Mm ... permisi, Tante. Ini bener rumahnya ... Sonya?"
"Ah, mm ... iya. Saya ibunya Sonya." Dan pemuda itu tampak menatap sang wanita terkejut, wajahnya seperti percaya tak percaya dan itu membuat wajah ibunda Sonya memasam. "Kamu temennya Sonya? Mau apa ke mari? Kamu pem-bully anak saya, ya? Saya juga makmur seumur Sonya!" kata ibunda Sonya tanpa babibu.
Pemuda itu menenggak saliva. "I-iya, Tante. Saya temennya Sonya. Bukan, saya bukan yang suka bully dia. Nama saya Agustus!" katanya dengan tersenyum kikuk. "Saya enggak bermaksud, Tante ...."
"Mau apa kamu ke sini, huh? Sonya lagi enggak enak badan!"
"So-Sonya sakit, Tante?" Ibu Sonya hanya menatap dengan bola mata memutar. "Aku boleh jenguk dia?"
"Ini jam sekolah, kan? Kamu bolos, huh?" Mata wanita itu menatap Agustus dari atas ke bawah, ia memakai seragam sekolahnya. "Sana, kamu sekolah aja sana! Sonya enggak bakal sekolah!"
"Tante, aku mohon, izinin aku ketemu Sonya ...," pinta Agustus memelas, ibunda Sonya memutar bola matanya. "Anu, sa-saya sebenernya juga punya info buat Tante, ada kejadian tadi malem pas perpisahan."
Dan mendengar itu, raut wajah sang wanita berubah seketika.
"Kenapa? Apa yang terjadi sama anak saya? Anak-anak nakal itu apain dia?" tanya sang ibunda khawatir.
"Saya bakal cerita ... asalkan Tante izinin saya buat ketemu Sonya."
Dan mau tak mau, ia pun setuju dengan permintaan itu.
Kini, keduanya berjalan menuju kamar sang gadis, dari atas sudah terdengar raungan-raungan tangis dari Sonya yang ada di dalam kamar. Wajah wanita itu menyedih lagi seraya mengetuk pintu kamar putrinya.
"Sonya, ini ada temen yang mau jenguk kamu, nih." Mendengar itu, Sonya seketika terdiam, membuat keduanya saling memandang kemudian sang ibu kembali berkata, "Sayang ...."
"Siapa?" tanyanya balik.
Merasa ada harapan, kini Agustus yang berkata, "Ini aku, Agustus!"
Dan di dalam, detak jantung Sonya berkali-kali lipat terdengar. Segalanya terasa pening, hingga akhirnya semuanya menggelap.
Kegelapan itu tak bertahan lama, Sonya kini kembali membuka matanya, begitu pucat di atas kasur bersama infus yang tertanam di kulit punggung lengannya. Ia menatap sekitaran, lalu menemukan ibunya yang tersenyum haru melihat ia sadar sebelum akhirnya dengan air mata menetes mengusap puncak kepalanya.
"Sonya, akhirnya kamu bangun! Mamah khawatir banget!"
"Mamah," panggil Sonya lirih, mata sayunya menatap sang ibu, seketika rasa sesak di dada hadir mengetahui apa yang tadi terjadi sebelum ia tak sadarkan diri ... yang Sonya yakin bukanlah hal yang bagus karena setelahnya ibunya berkata ....
"Agustus udah cerita semuanya ke Mamah, apa yang terjadi sama kamu," kata sang ibu, mengusap puncak kepala Sonya. "Mulai sekarang, begini saja, ya, Sayang—"
"Mah, aku gak mau kita ngehancurin masa depan orang lain." Sonya menggeleng pelan. "Aku cewek yang kuat, kok. Kan, aku, kayak Mamah di masa lalu!"
"Mamah paham, Sayang. Mamah paham." Ibunya menahan tangisan, tersenyum hampa. "Tapi itu tetap menyakitkan, Sayang. Bahkan sampe kamu begini ... Mamah harusnya jaga kamu, bukan buat kamu menjalani hal yang sama kek Mamah di masa lalu. Itu mengapa Mamah belajar, bukannya begini ...."
Ia menggenggam tangan putrinya erat, mengusapnya pelan.
"Kamu kepaksa lakuin itu, demi orang lain, Mamah bangga banget sama kebaikan hati kamu."
Seketika, mata Sonya berkaca-kaca. "Aku ... aku hamil?"
Ibundanya tertawa. "Enggak, Sayang. Kamu enggak bakal hamil! Hamil itu kalau kalian berhubungan badan, oke? Bibir kamu masih bersih, karena ciuman kamu sama Pak Kepsek itu bibirnya gak kena. Kamu jangan malu, para bully kamu yang harusnya malu. Sekarang, kita fokus aja, ya, Sayang? Kamu bakal Mamah homeschooling-in, dan kita bakalan lakuin diet, kita bikin mereka kenganga karena transformasi kita. Kek Mamah dulu." Mendengar itu, senyum Sonya merekah lebar, ia mengangguk antusias.
Cerita ini tersedia di
Playbook: An Urie
Karyakarsa: anurie
Dan bisa dibeli di WA 0815-2041-2991
KAMU SEDANG MEMBACA
KISS GONE WRONG [B.U. Series - I]
Romance21+ Satu kecupan yang mengubah segalanya. Sonya memiliki badan yang berbobot lebih, membuatnya sering menjadi bahan bully-an anak-anak nakal. Terlebih, ia begitu polos dan sangat mudah diakali, sampai-sampai percaya begitu saja jika ia mencium orang...