🌸🌸🌸
.
.
.
.
"Lay?!"
Aku tidak tahu kapan dan bagaimana pria ini bisa masuk ke dalam taksiku.
"Terkejut?" katanya.
Aku bahkan mengidentifikasi pakaiannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Entah dari mana dia tahu aku akan pergi.
Aku pun bertanya kepada Bapak supir taksi yang aku pesan sebelumnya.
"Pak, dia penumpang juga di sini? Saya kan sudah pesan duluan!" tanyaku yang langsung memberikan penilaian buruk pada kinerjanya.
"Maaf, Mbak. Dia tiba-tiba masuk saat saya parkir di sini. Katanya dia temennya Mbak." adu Sang supir.
Aku masih terkejut dengan kehadiran pria menakjubkan ini. Padahal hubungan kami sudah berakhir semalam. Tapi dia tersenyum padaku seolah semalam tidak terjadi apa-apa. Lalu bagaimana dia tahu aku akan pergi hari ini?
Apa dia punya mata-mata?
Apa mungkin?
"Juan?" gumamku. Aku berniat untuk turun dan menghajar wanita tomboy itu tapi pintu mobil terdengar bunyi klik. Sehingga aku terkunci di dalamnya.
"Pak?!"
"Masnya, Mbak!" tunjuknya pada Lay yang tertawa riang setelah dia menekan tombol kunci pintu mobil secara tidak sopan.
"Apa-apaan sih, Lay? Lancang deh!" protesku sambil kutarik bajunya ke belakang.
"Maaf, tapi Juan nggak berhak buat kamu marahi. Aku yang hubungi dia duluan." terangnya memberi alasan yang cukup logis untukku. Dengan begitu aku pun melepaskan cengkeramanku.
"Mbak, ini berangkat sekarang?" Si Bapak supir menginterupsi. Tapi aku menyalak lagi.
"Tapi pria ini harus turun dari mobil, sekarang!" ancamku.
"Why?" tanya Lay tanpa dosa.
"Lay!" bentakku pelan.
"Honey..." Lay mulai merajuk dengan menyentuh tanganku, tapi buru-buru aku menangkisnya.
"Kita udah putus." tukasku to the point.
"Pak, maaf kita selesaikan masalah ini di sini sebentar. Aku bakal bayar sewanya, kok." Kemudian Lay menyisipkan beberapa lembar uang kertas kemerahan di kantung baju Bapak supir itu.
Aku sampai ingin muntah melihatnya.
"Apa semuanya bisa beres hanya dengan uang? Sekarang kamu kelihatan aslinya, Lay." sindirku sinis.
Entah kenapa nilai kebaikan Lay anjlok di mataku sekarang. Aku tahu dia kaya. Tapi dia tidak pernah sesombong ini. Apa kejadian semalam tidak mengajarkannya? Apa mungkin ayahnya sudah mencuci otaknya semalam?
"Memangnya selama ini aku bohong padamu, Lea?" balasnya menyerang balik padaku.
"Aku hanya menghargai Bapak ini yang menyediakan tempat untuk kita. Tapi kalau menurutmu berlebihan, maaf. Aku tidak bermaksud begitu."
"Lalu sekarang apa yang ingin kau inginkan, Lay? Apa sekarang aku harus ganti rugi setelah putus hubungan denganmu? Maaf aku tidak punya ruang untukmu lagi." sahutku cepat.
Dia hanya merespon menggeleng menghadap ke arahku dengan tatapan yang teduh.
"..."
Aku merindukan tatapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ECCEDENTESIAST - LAY | END ✔️
FanficEccedentesiast - Part of Lay EXO Birthday project Dia selalu tersenyum meski sebenarnya menangis. Dia penghibur yang sangat baik. Dia cenderung bisa menyelesaikan masalah kecil orang lain tapi justru tidak bisa mencari jalan keluar untuk masalahnya...