Jam dinding di atas sana menunjukkan pukul 23.30 ketika pintu ruang pertemuan dibuka dari luar. Tampak Chan masuk dengan satu kantong besar berisi delapan botol air mineral. Melihat pemimpin kelompoknya datang, Jeongin sigap bangkit dari duduknya demi bantu membagikan air mineral itu ke semua orang yang ada di sana.
Mereka semua lantas duduk kembali mengitari sebuah meja bundar, meneguk air minum masing-masing. Bersiap dengan topik apapun yang Chan bawa dalam pertemuan mereka malam ini.
"Oke, sudah datang semua, kan? " Chan coba membuka pembicaraan.
"Kurang Kak Woojin," Hyunjin menyahut sekenanya sambil dengan santai meletakkan kakinya ke atas meja.
"Oke, maksudku, selain Woojin..."
"Lengkap, Kak."
"Kita langsung ke poinnya saja. Aku rasa kalian sudah tahu kita akan membicarakan apa."
"Kak Woojin."
"Betul, Seungmin. Kita akan membicarakan Woojin. Dan aku harap pembicaraan ini akan menemui titik terang."
Tujuh pasang mata memandangi Chan lekat, tahu bahwa hal yang akan mereka bicarakan adalah hal yang serius.
"Langsung saja. Apa ada di antara kalian yang tahu, ada apa dengan Woojin?"
Kali ini, seluruh pasang mata saling berpandangan satu sama lain. Saling melempar ragu, saling melempar tanggung jawab untuk menjawab lebih dulu.
"Kok malah pada diem? Biasanya paling semangat kalau disuruh bisik-bisik ngomongin Woojin di belakang."
Tujuh pasang mata, kali ini mengarahkan atensi kepada Minho. Yang ditatap cuma mengendikkan bahu.
"Ya kan? Biasanya semangat?" Minho tertawa sinis, lalu kembali meneguk isi botol air minum di genggaman.
"Kak Woojin sekarang nggak mau kumpul lagi sama kita." Hyunjin akhirnya berujar, memecah hening yang canggung. "Selalu pergi entah ke mana setiap selesai latihan atau pertunjukan. Selalu pulang menjelang pagi. Dan Kak Chan pernah bilang kalau Kak Woojin sering pulang dalam keadaan bau rokok dan alkohol. Padahal kita selalu berjanji bahwa tidak boleh ada di antara kita yang merokok, minum alkohol, berantem, ataupun melakukan seks sembarangan."
"Tepat sekali." Felix mengangguk. "Bagaimana Kak Woojin bisa melupakan semua janji itu? Sejak kapan Kak Woojin jadi rusak begini? Setahuku dia anak baik-ba-"
"Tunggu," Jisung memotong. "Atas dasar apa kita menyebut Kak Woojin dengan sebutan 'rusak'?"
"Ck... Isn't it obvious?" Hyunjin memutar bola matanya, menyepelekan. "Aktif di dunia malam, bau rokok dan alkohol, pulang dengan wajah lebam... Apa lagi? Berbohong setiap ditanya? Mengaku sakit, tapi alih-alih pergi ke rumah sakit, dia justru pergi ke diskotek?"
"Alkohol bisa menyembuhkan penyakitnya, barangkali..." Felix menyeringai, memasang senyum sinis.
"Kak Hyunjin, Kak Felix, tidak bisakah kita membicarakan ini tanpa prasangka buruk pada Kak Woojin, sebentar saja?"
Jeongin menghembuskan napasnya kasar ketika melihat Hyunjin dan Felix menyepelekan ucapannya. Ia tampak kesal, namun tak punya daya untuk mempengaruhi pemikiran keduanya.
"Aku hanya tak habis pikir... Kenapa Kak Woojin harus terus berbohong pada kita, bahkan ketika kita tahu apa yang ia lakukan selama ini?" Seungmin mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk. "Maksudku, kalau dia memang mau menikmati hiburan malam, bukankah dia tinggal bilang saja?"
"Aku rasa ia menyembunyikan sesuatu. Maksudku, kalau dia sekadar menikmati hiburan malam, kenapa ia harus pulang sambil menangis? Dia terlihat sedih dan tertekan."
Ada hening panjang yang tercipta setelah Chan menyelesaikan kalimatnya.
"Tapi...," suara Changbin, kali ini, "bukankah kita pernah berjanji untuk saling bercerita tentang segala hal? Bukankah kita pernah berjanji untuk tidak merahasiakan apapun di antara kita? Mana? Katanya kita berjanji..."
"Mungkin Kak Woojin punya alasan untuk tidak menceritakan-"
"Jisung, dengar!" Suara Changbin tiba-tiba meninggi. "Tidakkah kau sadar bahwa masalah ini sangat mempengaruhi grup kita? Alasan macam apa yang membuat Kak Woojin mengorbankan keutuhan grup?"
"Tapi bukankah kita dulu pernah berjanji?" Jeongin berkata lirih, namun sanggup membuat semua kawannya menaruh seluruh atensi padanya. "Bukankah kita pernah berjanji bahwa kita akan membantu jika teman kita butuh bantuan? Aku rasa Kak Woojin membutuhkan bantuan kita..."
"Bagaimana kita bisa membantunya kalau dia tak pernah jujur pada kita? Kita tak pernah tahu, sebenarnya ada apa..." Seungmin menunduk.
"Kita temannya," Jisung menyambung, "kita harus membantunya. Bukan begitu?"
Brakk!!!
Suara meja yang digebrak terdengar, membuat beberapa di antara mereka berjengit kaget.
Suara itu datang dari Felix.
"Kalau dia memang tidak mau jujur, bukankah itu artinya dia tak mau dibantu?" Felix bangkit dari duduknya. "Biarkan saja dia dengan urusannya sendiri!"
"Felix, duduk!" Chan mendelik marah ke arah Felix. "Mana sopan santunmu? Kita sedang diskusi."
"Kalian lanjutkan saja diskusi kalian ini, aku tidak mau mendiskusikan orang yang bahkan tidak menganggap kita mampu membantunya."
Felix beranjak dari ruang itu, membiarkan tujuh orang memandanginya dalam diam yang panjang dan mencekam.
Ddrrrttt....
Sebuah ponsel yang tergeletak di atas meja bergetar dan layarnya menunjukkan panggilan masuk dari nomor yang belum terdaftar dalam kontak. Hyunjin segera meraih benda itu dan menempelkannya ke telinga.
"Ya, halo?"
"Ya, benar. Dengan siapa ini?"
Enam orang lain mulai berbisik-bisik membicarakan kepergian Felix yang penuh dengan emosi barusan, membiarkan Hyunjin sibuk dengan panggilan teleponnya.
Namun Chan tahu ada yang tidak beres dengan isi panggilan telepon Hyunjin ketika didapatinya sejak tadi Hyunjin hanya mematung dengan pandangan kosong dan bibir yang bergetar.
"Hyunjin?"
Chan benar-benar merasa ada yang tidak beres, jadi ia memberi isyarat agar teman-temannya diam.
"Hyunjin," Minho, kali ini. "Telepon dari siapa?"
Tidak ada respon dari Hyunjin, Minho lantas mendekati temannya itu dan merebut ponsel dari telinganya.
"Halo, dengan siapa di sana?" ujar Minho setelah menempelkan benda itu di telinganya sendiri.
"Selamat malam, ini dari kepolisian."
"Polisi?" Minho menelan ludahnya dengan berat. Polisi? Perasaannya jadi tidak enak.
"Boleh saya tahu, apa yang terjadi?"
"Tuan dan nyonya Hwang ditemukan tewas di rumah mereka. Sementara ini, diduga karena pembunuhan."
- A Never-Ending Story -
KAMU SEDANG MEMBACA
A Never-Ending Story (Stray Kids) ✔
Fanfiction[Completed] Ada alasan di balik semua keputusan yang seseorang ambil, termasuk keputusan seseorang untuk pergi. Ini kisah tentang sembilan pemuda yang telah berjanji untuk selalu bersama, apapun rintangan yang menghadang di depan mereka. Start: 9 No...