"Apa kamu bilang barusan?"
Sebuah teriakan langsung membangkitkan kesadaran Seungmin. Ia membuka mata, mengedarkan netranya ke seluruh penjuru kamar. Menyadari teman-teman sekamarnya sudah tidak ada di atas tempat tidur ketika hari masih gelap begini, ia tahu, ada sesuatu yang terjadi di luar kamarnya. Apalagi dengan teriakan yang barusan ia dengar.
Seungmin bangkit dari tidur, mengucek matanya sedikit. Telinganya mendengar keributsn dari luar kamar, jadi dengan berat ia melangkahkan kaki keluar kamar.
"Kau sudah gila, Woojin! Sudah gila!"
Klik!
Pemuda yang masih setengah sadar itu menarik gagang pintu, lantas terjengat melihat Woojin tersungkur di lantai, tepat di depan kaki Chan.
"Gila!"
Seungmin sama sekali tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi, jadi ia mengedarkan pandangan ke arah teman-temannya yang lain, berharap ada yang bisa memberinya jawaban.
Ia hanya menemukan mata Minho, mata yang balas menatapnya dengan putus asa.
"Woojin, kita memulai semuanya bersama. Kita berjanji untuk tetap bersembilan, apapun yang terjadi. Kamu sendiri yang mengajak kita berjanji, kamu ingat? Kamu yang bilang kita harus ada untuk satu sama lain. Kamu sendiri yang bilang, Woojin! Sekarang, apa?"
Chan hampir saja mendaratkan pukulannya ke wajah Woojin, jika saja Jeongin tidak menarik badannya dan menahannya.
"Kak Woojin, kita masih menuntut penjelasan." Changbin, melipat tangannya di dada, mengarahkan tatapan tajam ke arah Woojin. "Setelah semua perbuatan anehmu, dan akhirnya kamu memutuskan untuk keluar dari Stray Kids, sebenarnya apa yang terjadi?"
"HAH?" Seungmin langsung memperoleh seluruh kesadarannya yang tercecer dan berteriak tanpa bisa ia tahan. "Keluar? Dari Stray Kids?"
"Lihat kan, Seungmin aja baru tahu."
"Kak Woojin punya hutang penjelasan sama kami, Kak." Jisung kali ini, mengarahkan tatapan tajamnya ke arah Woojin, mengejar mata Woojin yang selalu berusaha mengalihkan pandangan. "Kita ini tim, satu kesatuan. Kakak tidak bisa pergi begitu saja dan meninggalkan kami dengan cara seperti ini-"
"Ah, sudahlah!" Felix memotong pembicaraan Jisung dengan nada tinggi. "Kalau memang dia sudah tidak mau menjadi bagian dari kita, biarkan saja dia pergi. Buat apa peduli padanya kalau dia sudah tidak peduli lagi pada kita? Cepat kemasi barangmu sekarang!" Ia membalikkan badan, bermaksud pergi dari semua keributan ini
"Felix!" Seungmin mencengkeram lengan Felix, mencegah temannya itu meninggalkan tempatnya berdiri.
"Kenapa? I'm done with this. Aku sudah tidak perlu penjelasan apa-apa. Kalau dia memang mau pergi, ya sudah pergi saja. Kita tetap bisa melanjutkan karir berdelapan kan? Itu lebih baik daripada kita tetap bersembilan tapi ada pengkhianat seperti dia di antara kita semua."
"Ah, sudahlah..." Hyunjin yang dari tadi diam saja, menarik lengan Felix, mengajaknya meninggalkan tempat itu.
Jeongin memandangi punggung kedua temannya yang sudah berjalan kembali ke kamar masing-masing, lantas duduk di samping tubuh Woojin yang masih tersungkur di lantai. Menepuk pundak itu pelan, berusaha menenangkannya.
"Aku tahu Kak Woojin pasti punya alasan kuat untuk ini," Jeongin mencari mata Woojin, meski tahu Woojin tak akan berani membalas tatapannya, "tapi kami tetap harus tahu alasan itu, Kak. Kita tim, kan? Kita pernah janji untuk saling terbuka jika itu menyangkut grup ini."
"Kamu hutang penjelasan, Kak." Changbin menambahi.
"Kak Woojin," Seungmin maju beberapa langkah, ikut duduk di samping Woojin. "Kakak ingat kan, dulu kita semua pernah berjanji bahwa apapun yang terjadi, kita akan selalu bersembilan-"
"Aku ingat, Seungmin. Aku ingat." Suara serak Woojin akhirnya terdengar. "Maaf karena harus mengingkari janji itu."
"Tapi, Kak, kenapa?" Minho, kali ini.
"Maaf, Minho, aku tidak bisa mengatakannya langsung di depan kalian."
"Kamu ini kenapa sih? Nggak usah sok misterius begitu! Atau kamu sengaja mau mempermainkan kami?"
"Chan, maaf, aku sebaiknya mulai membereskan barang-barangku." Woojin bangkit berdiri, lantas masuk ke kamar dan meninggalkan kawan-kawannya yang memandangi kepergiannya dengan tatapan kosong.
"Sepertinya benar kata Felix," Changbin menunduk. "Kak Woojin tak peduli lagi pada kita. Mungkin memang sebaiknya dia pergi saja."
"Kak Woojin ingat dengan semua janji kita, dan dia mengingkarinya dengan sadar." Seungmin menunduk. "Sudahlah, apa lagi yang bisa kita lakukan?"
"Tunggu..." Jisung menatap dua pasang mata kedua kawannya itu bergantian. "Kalian... Kalian rela Kak Woojin pergi begitu saja tanpa penjelasan?"
"Jisung, kita sudah berkali-kali menuntut penjelasan, dan apa yang kita dapat? Hanya kepalsuan. Dusta. Dan ketika sekarang dia memutuskan untuk pergi, kamu pikir dia akan memberikan penjelasan?"
Seungmin menatap Jisung, tampak jelas kekesalan terlihat di mata itu.
"Aku tidak percaya, kita akan terpecah belah seperti ini."
Jisung menghentakkan kakinya kesal, lantas melangkah masuk ke kamar Woojin, meninggalkan teman-temannya yang masih sibuk dengan pikiran masing-masing.
- A Never-Ending Story -
KAMU SEDANG MEMBACA
A Never-Ending Story (Stray Kids) ✔
Fanfic[Completed] Ada alasan di balik semua keputusan yang seseorang ambil, termasuk keputusan seseorang untuk pergi. Ini kisah tentang sembilan pemuda yang telah berjanji untuk selalu bersama, apapun rintangan yang menghadang di depan mereka. Start: 9 No...