2. Hari Yang Buruk

2.4K 207 35
                                    

Dio membuka pintu mobilnya ketika dia melihat Wanda dengan langkah kecil namun cepatnya berlari ke arahnya. "silakan tuan putri yang punya hobi terlambat," katanya yang cuma disenyumi dengan manis oleh Wanda.

Sudah menjadi keseharian bagi Dio menjemput gadis itu di kosannya. Padahal letak kosannya tidak jauh dari kantor tempat mereka berkerja. Seringkali Wanda menolak dan meminta Dio tidak perlu menjemputnya. Tapi, yang namanya Dio, kalau tidak keras kepala. Pasti ngeyel.

"Kamu minggu ini pulang nggak put," Dio punya nama kecil yang sering dia gunakan sebagai nama panggilan untuk Wanda. Salah satunya adalah putri. Jadi, kadang, Wanda dipanggil put untuk singkatan putri.

"Nggak tahu deh. Kenapa? Mau antar?" niatnya sih, Wanda hanya bercanda. Tapi, kadang-kadang, Dio selalu menganggap semua perkataannya serius. Misalnya ini.

"Boleh. Ayah kamu suka apa? Nanti kita beliin."

"Calon mantu, Ayah suka kayaknya kalau aku bawa calon mantu."

"Pas kalau gitu. Kita pulang sekarang aja yuk."

"Ngawur. Hahaha. Udah ih, buruan ngantor. Ngga enak sama Jessi."

Kalau Wanda tidak segera mengakhiri percakapan itu, Dio bisa nekad untuk membawanya ke Bogor dan pulang. Dio kan penuh kejutan. Jadi dia agak takut kalau semua bahan candaannya dianggap betulan dan serius.

Dio hanya menghela nafas panjang. Lagi-lagi dia kalah argumen. Dari dulu setiap kali dia akan menarik gigi pertama untuk perjalanan panjang dengan Wanda. Gadis itu selalu menarik kuncinya. Membuat dia kemabli harus mencari. Berulang-ulang sehingga tidak ada kemajuan dalam hubungannya dengan Wanda. Dan itu menyebalkan.

"Ngambek nih?" goda Wanda sambil, menyentuh pinggang Dio yang amsih fokus menyetir. "Serius amat, timbang parkir. Kaya mau ijab kabul aja si bapak." Kata Wanda lagi.

"Males ah kamu. Ngalus terus, pas aku gas kamu tarik kunci. Anti klimaks banget. Ini aku jadi jedag jedug mau jalan sama kamu."

Wanda tertawa, pemilihan kalimat yang dikatakan Dio selalu membuatnya tertarik. Jadi dia selalu merasa terhibur dengan guyonan dan kalimat sarkastik yang diberikan oleh Dio padanya. Salah satunya ya seperti ini.

Pemandangan Wanda dengan Dio yang datang bersama dari pintu utama sudah tidak asing bagi Jessi. Dia bahkan merasa aneh kalau Dio belum juga naik ke tahap yang seharusnya. Ini sudah tahun ke lima. Dan mereka, tidak pernah punya hubungan lebih dari sepasang teman.

Jessi juga tidak berusaha memaksa Wanda untuk memerjelas hubungannya dengan Dio sih. Takut kalau situasi tersebuh membuat mereka jadi saling canggung. Tapi dia jadi gemas sendrii. Menurutnya, tidak ada yang kurang dari Dio selain jutek. Itupun kepada orang lain. Kalau dengannya dan Wanda, Dio jinak kok.

Setidaknya sudah lima tahun, Dio berusaha selalu ada untuk Wanda. Dan Jessi yakin kalau Wanda juga tahu maksud Dio mendekatinya sejak dulu. Namun nampaknya Wanda punya kriteria sendiri untuk memilih pasangan hidupnya.

Saat Wanda dan Dio masuk ke dalam studio, Jessi sudah siap dengan materi briefing yang akan mereka bahas. Kemudian, dia mempersilakan mereka duduk di meja yang sama. Saling berhadapan.

"So, orang baru yang kamu rekomendasiin gimana Jes? Bisa datang hari ini untuk interview?" tanya Dio sambil melihat dokumen penawaran yang dibuat oleh Jessi. Matanya mendelik-delik saat dia melihat grafis yang tidak sesuai dengan keadaan studio.

Jessi berdekhem, mencari atensi yang dari Dio dan Wanda. Saat mereka saling bertatapan, barulah dia menjelaskan. "Bisa kok. Nanti kita janji jam satu siang. Kamu masih di kantor kan? Jangan ngelayab, awas loh."

Still You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang