3. Ingin Berakhir

1.2K 182 23
                                    

Kadang ada rindu yang tidak perlu ditemukan. Misalnya, rindu pada sesuatu yang hanya akan menyakitimu.

"Gue bego ya Gi?" kata Wanda di ujung telepong.

"Bukan bego lagi itumah neng. Lagian kok, ya sama Charis lagi-Charis lagi. Inget nggak sih lo, siapa yang ninggaling lo gitu aja di Bali? Cuma karena doi sibuk siapin nikahannya?"

"Ya Charis." Wanda bergumam, lalu tertawa kecil.

Selepas bertemu dengan Charis di ruang rapat, dia pergi begitu saja. Ke Toilet dan memutuskan menelepon Sengigi yang jelas tahu bagaimana kisahnya dan bagaiama hubungan antara Wanda dan Charis berakhir.

"Nda, gue kasih tahu ya. Pertemuan lo dengan Charis saat ini jangan dikaitkan dengan jodoh. Please aja ini mah. Jangan lo anggap, ya sekarang lo sekantor nih. Lo anggap dia destiny elo. Jangan pokoknya."

Wanda memaksa menarik nafas. Terdengar oleh Senggigi di seberang telepong. Sulit. Tentu saja. Setelah dia berusaha melupakan Charis. Laki-laki itu datang dengan senyum sumringah di kantor yang sama. Dan parahnya. Setelah disakiti berkali-kali, Wanda masih merasa bahwa Charis adalh tujuannya saat ini.

"Nda, Charis udah nikah. Anaknya udah satu. Jangan sampai lo datang di tengah-tengah mereka. Karena.. gue nggak ngerti aja kenapa harus ada orang di tengah-tengah keluarga bahagia."

"Bahagia ya Gi?"

"Oke, terlihat bahagia."

Wanda tentu saja tahu. Bagaimana mereka berpisah di semester awal kuliah. Lalu kembali bersama setahun setelah lulus. Saat itu, Charis dijodohkan oleh orang tuanya. Dengan sosok gadis yang cantik. Di usia yang muda, Charis menikah dengan pilihan keluarganya. Meninggalkan Wanda. Begitu saja. Terpuruk. Sampai sekarang.

Wanda tahu, ada kemungkinan besar, mereka tidak hidup bahagia. Menikah karena dijodohkan, siapa yang nyaman? Tidak ada. Karena itu Wanda selalu menolak ketika ada teman-temannya menjodohkannya dengan laki-laki dari kalangan manapun.

"Nda, kalau mereka nggak bahagia, mana ada anak di antara mereka? Kita semua punya hormon. Punya nafsu. Gue yakin. Charis juga menikmati perannya sebagai suami. Ya itu ada hasilnya kan. Anak."

Wanda ingin menutup mata. Dan menganggap bahwa pertemuan mereka pagi ini adalah sebuah jalan takdir yang digariskan tuhan untuknya bertemu lagi dengan Charis. Dia ingin membuktikan bahwa sejauh apapun mereka berjalan. Pergi. Rumahnya tetap ada di dalam rangkulan Charis.

Tapi, semakin dia berjalan. Dia tahu, semakin banyak juga yang meneriakinya gila. Tapi, bukankan Einstein dikatakan gila sebelum meraih nobel dan menjadi pahlawan di bidang sains?

"Nda? Masih dengerin gue kan?"

Lama Wanda diam. "Gue ada meeting jam sepuluh. Nanti sambung lagi pas lunch ya Gi?" Lalu sambungan terputus begitu saja. Bersamaan dengan itu, Wanda membasuh wajahnya dengan air yang mengalir. Menyamarkan air matanya yang jatuh saat mendengarkan kalimat-kalimat yang diberikan Senggigi.

Kenapa rasanya sulit. Bahkan hanya sekadar memendam rasa?

.

Wanda berjalan di koridor menuju ruangannya. Kakinya gemetar. Karena sebelum masuk ke dalam ruangannya, mungkin dia akan kembali bertemu dengan Charis. Rasa itu masih sama. Masih terasa. Bahkan Wanda masih mengingatnya, bagaimana getaran yang dia rasakan saat dirinya harus bertemu dengan Charis di masa orientasi kampus. Kemudian getaran itu tidak pernah berubah. Bahkan sampai detik ini.

"Hey, kok kamu tadi langsung pergi sih? Padahal kayaknya Charis exited banget ketemu sama penulis lagu idolanya."

Tubuh Wanda melemas karena kalimat Dio yang terkesan mengejutkannya. Dia tidak tahu apakah nyawanya masih ada sekarang. Karena dirinya tidak bisa mengatur nafasnya sekarang. Entah kenapa dia ingin sekali hari ini segera berakhir. Atau paling tidak, mengetahui bahwa mungkin sebentar lagi dia akan bangun di pagi hari. Mengetahui bahwa hari ini hanyalah sebatas mimpi.

"Aku... sakit perut."

Dio mendadak mendekatkan tubuhnya, menyentuh lengan Wanda. "Iya, kamu demam. Kamu ada salah makan? Kok mendadak sakit sih? Mau ke dokter? Aku anter deh," kata Dio.

Wanda menggeleng. "Nggak, bentaran juga aku sembuh. Kamu nggak usah khawatir gitu. Aku cuma butuh istirahat aja sebentar," karena Wanda juga tahu, suhu tubuhnya naik hanya karena dirinya sedang merasa takut, gugup, dan panik.

"Kamu pulang aja deh."

"Nggak apa-apa. Kau bisa kerja kok hari ini."

"Nggak-nggak. Kamu pulang. Tapi aku nggak bisa antar, barusan Pak Pram bilang otw mau meeting soal lagu Teresa, artis lagi naik daun itu. Aku suruh Charis aja ya antar kamu."

Wanda semakin panik, dia juga merasa jika suhu tubuhnya semakin naik. Dia menggeleng dengan segera. "Aku sendirian aja. Nggak apa-apa. Kamu kerja aja. Nggak enak kalau minta antarin Charis." Kata dia.

Dio nampak menimang sesuatu. Berat melepaskan Wanda yang jarang sakit itu pulang sendirian. Tapi dirinya juga sedang tidak dalam posisi untuk mengantarkan Wanda. "Yaudah, kamu tunggu di depan aja. Aku ambil barang-barang kamu dulu." Kata dia lalu mengantarkan Wanda ke kursi di dengan meja resepsionis.

"Aku bisa rapihin sendiri ko Yo. Kamu jangan gini dong." Katanya.

Dio menggeleng, "Kamu tuh Nda, jarang sakit. Makanya kalau sakit gini aku khawatir banget. Artinya kamu ya beneran gitu sakitnya," kata dia. "Lagian di dalam udah ada Charis, sama Mas Refan. Nggak enak kan kamu nanti ditanya-tanya lagi sama mereka mau kemana?"

Salah satu alasan kenapa Wanda akhirnya setuju dengan usulan Dio adalah, karena di dalam ruangan itu ada Charis. Dimana dirinya masih belum siap untuk bertemu. Berinteraksi. Bertatap muka. Meskipun rasanya sangat merindu, tapi, dia tahu diri. Dia tidak berada si sebuah keadaan dimana pertemuan adalah obat dari rindunya. Tidak. Dia tidak bisa.

"Makasih ya Yo." Kata Wanda pada akhirnya.

XXX

Charis menoleh ke arah pintu yang terbuka. Dio masuk dan melewatinya begitu saja. Menuju ruangan yang akhirnya dia tahu bahwa Wanda sering menghabiskan waktunya di dalam sana. Membuat dia penasaran, apakah Wanda masih berantakan dan ceroboh.

Kemudian, Dio kembali keluar dengan tas yang dia yakini adalah tas milik Wanda. Membuat Charis kebingungan. Kemana Wanda? Belum terjawab pertanyaannya, Dio sudah menghilang begitu saja keluar dari ruang rapat.

Charis tentu merasa ada yang aneh, sehingga dia ikut keluar menyusu Dio. Di depan meja resepsionis barulah dia melihat Dio yang tetap membawa tas Wanda sambil membantu gadis itu bangun dari kursi.

Charis iri. Sangat iri dengan interaksi yang dilakukan Dio dengan Wanda. Dia benci mengetahui fakta bahwa bukan dirinya lah yang ada di posisi tersebut. Tapi dia bisa apa. Resikonya. Lahir sebagai Charis adalah resiko yang menyakitinya.

Charis bahagia, melihat Wanda berjalan ringan. Menulis sebanyak yang dia mau. Menuangkannya dalam lirik-lirik lagu. Dia ingat betul, semasa awal kuliah, dirinya dan Wanda adalah duo killer di UKM musik. Sayangnya, tidak bertahan lama. Karena kebodohannya.

Charis tersu mengikuti Dio dan Wanda yang saat ini berdiri di lobi. Sepertinya mereka sedang menunggu sesuatu. Entah atas dasar apa, dengan tidak tahu dirinya dia menghampiri Dio. "Wanda mau pulang?"

Charis tidak buta ketika dia melihat, Wanda memundurkan langkahnya sedikit. Menghindarinya. Dengan wajah yang super pucat. Terkejut. Seperti melihat hantu di siang bolong.

"Iya nih Ris. Tapi gue nggak bisa anter dia. Jadi ya nunggu taxi aja dulu." Kata Dio.

Charis merasa ini kesempatan yang bagus. Entah untuk siapa. Tapi, dengan tiba-tiba, Charis menawarkan dirinya begitu saja. "Sama gue aja. Kalau urusan lo emang nggak bisa ditinggal, Wanda biar sama gue aja," kata Charis begitu saja.

Dio menatap Wanda sekilas. Dilihatnya wajah yang semakin pias. Membuat dirinya semakin khawatir. Rasanya dia ingin membawa gadis itu ke rumah sakit sekarang juga. Namun, jika melihat jam yang ada di arloginya, dia tidak bisa pergi sekarang.

"Nda, aku tahu kamu nggak nyaman jalan sama orang baru. Tapi, please sekali ini aja. Nggak apa-apa ya, aku titipin kamu ke Charis. Aku khawatir biarin kamu pulang sendirian," kata dia.

Dalam situasi ini, apa Wanda sanggup menolak? Tentu tidak. Entah bagaimana keadaannya nanti. Tapi yang jelas. mungkin hidupnya akan berubah mulai hari ini. Wanda berada di antara siap dan tidak.

Still You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang